Meitheamh 13, 2005

Landasan aktivitas seorang Muslim



Assalamu'alaikum

Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d

Daripada ga posting saya publish saja tulisan saya sebagai tugas dalam sebuah pengajan di Jakarta. Bila ada salah salah isi mohon dikoreksi. Btw ada foto-foto baru di JUst Photos Hunting Sunda Kelapa Seri ke 2 :).

Landasan aktivitas seorang Muslim

Sebagai seorang muslim tentunya tak ada bedanya dengan manusia lainnya terutama dalam hal aktivitas sehari-harinya. Dari bekerja, berkeluarga bahkan bersosialisasi semua juga dilakukan oleh seorang muslim. Hanya saja yang membedakan antara muslim dan nonmuslim menurut As Syahid Hasan Al Bana adalah akidah sebagai asas atau dasar aktivitasnya. Sehingga setiap aktivitas yang dilakukan akan bernilai amal

Dua jenis amal yang sangat penting bagi seorang muslim adalah amal badan dan hati. Namun begitu menurut Hasan Al Banna amal hati itu lebih penting daripada amal anggota badan. Namun upaya mencapai keseimbangan pada kedua hal tersebut merupakan tuntutan syariat, meskipun kadar tuntutan masing-masing berbeda.

Amal hati tentunya lebih penting daripada amal anggota badan. Karena di dalam hatilah iman bersemayam. Apabila baik hatinya maka akan baik juga manusia yang memiliki hati tersebut, begitu juga sebaliknya.

Lebih jelasnya tentang hakikat (amal) yang memiliki pengaruh besar pada diri seorang muslim dijelaskan di bawah ini.

Akidah Adalah Asas Bagi Segala Aktivitas

Saudaraku, pernahkan ketika sedang melintas di jalan Tol Jagorawi di tengah teriknya matahari anda melihat seperti ada genangan air di depan kendaraan anda. Namun ketika anda sampai pada titik tersebut, genangan air yang sebelumnya anda lihat sudah tidak ada. Itulah yang dinamakan fatamorgana.

Begitulah apabila seorang yang tidak beriman melakukan amal ibadah. Mereka seperti membangun istana fatamorgana. Anggapan mereka ibadah yang telah mereka lakukan bernilai positif di mata sang pencipta, namun pada kenyataannya semua itu hanya nihil belaka bagai debu yang beterbangan.

Allah SWT berfirman menceritakan amal-amal orang yang kafir :
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kamu jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan.” (QS: Al Furqon, 25:23)

Ketika saya duduk di bangku kuliah dulu ada seorang wanita berselisih pendapat dengan seorang ustadz dalam sebuah kajian. Menurutnya Allah SWT itu maha adil, di mana baik seorang manusia kafir ataupun beriman apabila berbuat sebuah kebaikan akan mendapatkan ganjaran yang baik pula dari Allah SWT. Karena manurutnya banyak orang Islam yang berbuah kejahatan, namun malah dijamin masuk surga. Sehingga menurut wanita tersebut seharusnya orang non Islam yang banyak berbuat baik diganjar sesuai amal ibadahnya.

Jawaban ustadz tersebut sederhana saja untuk menanggapi pendapat itu : Niat orang kafir ketika beribadah tersebut apa?

Begitulah saudaraku, apa yang dipandang oleh manusia indah belum tentu di Mata Allah SWT juga indah. Kekuatan akidah, dan kebenaran keyakinan menjadi tolak ukur bagi sebuah amal dan kematangan buah amal tersebut. Ketika orang kafir beribadah, dimana pada dasarnya dia tidak mempercayai bahkan mengingkari Allah SWT, maka yang niat ibadah yang dilakukan juga tentunya bukan karena Allah SWT walaupun di mata sesama manusia apa yang dia lakukan sangat bermanfaat dan mulia.

“dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungannya.” (QS An Nur, 24:39)

Oleh karena itu seluruh muslim dan para pendidik secara khusus harus berkonsentrasi pada pemantaban keimanan yang murni dan akidah yang benar dalam jiwa, agar amal yang dihasilkan juga benar dan diterima Allah SWT. Inilah yang dicontohkan Rasullullah saw dalam membina para sahabatnya.

Ironis memang bila kita tengok bagaimana kurikukum pendidikan di sekolah-sekolah umum sekarang ini. Umumnya kebanyakan yang diajarkan pada pelajaran agama semata hanya tata ritual dalam beragama itupun dengan waktu yang sangat terbatas. Semacam bagaimana cara berwudhu, azan, shalat dan lain-lain. Penting memang, namun para pendidik di sekolah tersebut lupa untuk membentuk akidah dengan menanamkan nilai-nilai iman dalam diri anak didiknya. Sehingga pada akhirnya anak-anak didik tersebut hanya memandang agama sebagai ritual semata.

Akibatnya model pendidikan yang diterapkan tersebut, saat ini bangsa Indonesia sudah mulai memetik hasilnya. Karena agama dianggap sebagai sebuah ritual semata yang kadang tidak masuk di akal maka hari ini banyak sekali pemikiran yang mencoba untuk menggugat peraturan Allah SWT tersebut.

Khususnya Jaringan Islam Liberal misalnya, sudah mulai frontal menggugat kewajiban berjilbab dan peraturan waris sampai ketentuan waktu ibadah haji yang katanya tidak harus di saat bulan Dzulhijah serta banyak lagi hukum Allah SWT yang mereka pertanyakan. Belum lagi mantan petinju di Malang Jawa Timur yang mengeluarkan fatwa abal-abal membolehkan shalat menggunakan dua bahasa. Sikap paling parah yang dihadapi umat Islam sekarang ini adalah, karena pemahaman Islam hanya ritual semata banyak muslim tidak peduli akan nasib saudara-saudaranya yang sedang didholimi seperti di Palestina, Irak, Afghan dan Checnya. Untuk muslim model begini yang penting shalat saja sudah cukup.

Amal Hati dan Amal Fisik

Saudaraku, mana yang lebih efeknya lebih hebat menurut anda takut pada Allah SWT dari menyingkirkan duri di jalan? Mana yang efeknya lebih besar antara kemunafikan, iri, dengki daripada memukul, menendang ataupun menampar sekalipun?

Sebelum menjawab dua pertanyaan di atas sebaiknya kita lihat hadist berikut ini :
“perhatikanlah bahwa di dalam jasad ini ada segumpal daging, bila dia baik maka baiklah seluruh anggota badan, dan bila dia rusak maka rusaklah seluruh anggota badan. Perhatikanlah, dia adalah hati.” (Fathul Bari: 1/153 nomor: 52)

Hati, yang dalam dunia kedokteran dikenal sebagai “hepar” dan salah satu penyakitnya dikenal sebagai “serosis hepatis” menjadi alasan selama bertahun-tahun bagi orang-orang yang tidak mempercayai hadist tersebut. Bahkan mereka rela membedah tubuh manusia (dalam arti harfiah) untuk menyangkal kebenaran hadist di atas dan jawaban mereka selalu sama bahwa tidak ada segumpal daging yang dimaksud Rasul di sana.

Namun mereka lupa yang dimaksud Rasul bersemayan di sana adalah ke-iman-an seseorang. Apabila sudah menyinggung masalah iman maka tidak akan dapat dilihat bagaimana bentuk fisik iman tersebut. Yang hanya dapat dilihat adalah pengaruh ke-iman-an tersebut, persis kata rosul bila hatinya baik maka baik pula amal ibadah yang memiliki iman tersebut begitu sebaliknya.

Lucunya para ilmuwan yang sangat percaya pada akal namun mengingkari hadist tersebut ketika membedah kepala mereka pasti yang mereka temukan hanya otak lengkap dengan sel-selnya semata dan yang mereka percayai sebagai akal tidak tahu ada di mana, mungkin Si akal sedang berlibur ke dengkulnya.

Jelaslah di sini bahwa amal amal hati lebih utama dibanding amal-amal anggota badan lainnya. Tarbiyah yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw terkonsentrasi pada hati, karena hati adalah merupakan pintu-pintu menuju perubahan, kelurusannya dapat mempengaruhi anggota badan lainnya.

“Sesungguhnya Allah SWT tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka mereka sendiri (QS Ar Ra’ad, 13:11)

Muslim yang Sempurna

Saudaraku mari kita baca baik-baik untaian kata yang pernah disampaikan oleh Ibnu Taimiyah ini

“Agama yang tegak dengan hati, berupa keimanan dalam bentuk ilmu maupun dalam keyakinan merupakan ushul (prinsip), sedangkan aktivitas yang nampak merupakan cabang, dan itulah keimanan yang sempurna. Pertama kali agama dibangun pada prinsip kemudian disempurnakan oleh cabang-cabangnya. Sebagaimana Allah SWT telah menurunkan prinsip-prinsip ketauhidan di Makkah, yang berupa contoh-contoh, kisah-kisah, janji-janji dan ancaman. Kemudian setelah di Madinah – setalah keimana memiliki kekuatan – Allah menurunkan cabang-cabngnya yang tampak secara lahir, berupa shalat Jum’at, shalat berjama’ah, adzan, iqomat, jihad, puasa, dan pengharaman khamr. Zina, judi serta kewajiban-kewajiban dan hal-hal yang diharamkan lainnya. Dengan demikian, prinsip (ushul)-lah yang mensuplai cabang-cabangnya serta mengkokohkannya. Sedangkan cabang-cabang menyempurnkana dan menjaga prinsipi-prinsipinya” (Al Fatwa : 1/356, 356)

Aktivitas seoarang muslim seperti yang dikatakatan Ibnu Taimiyah di atas harus mencukupi dirinya dengan dua jenis aktivitas hati maupun yang bersifat anggota badan. Walaupun antara keduanya memiliki penekanan yang berbeda bukan berati meninggalkan salah satunya, masing-masing harus saling melengkapi. Sebab Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertawakal kepada-Nya, memohon petolongan kepada-Nya, takut kepada-Nya, berharap kepada-Nya. Dia juga memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa, dzikir dan lain sebainya. Oleh karena itu seiap muslim wajib taat kepada Allah SWT dalam semua peritah-Nya.

Orang-orang yang beriman dan sempurna imannya menyadari hal tersebut, lalu melaksanakanya.

Wallahu’alam

0 Comments:

Post a Comment

<< Home