Bealtaine 02, 2005

Apalah artinya sebuah nama untuk penulis




Jane Austin merupakan novelis besar Inggris pada era abad 18 sampai abad 19. Pada saat ia masih hidup, tidak sekalipun namanya dicantumkan pada novel yang ditulisnya. Semuanya hanya menyebut "Oleh Seorang Wanita". Penulis novel yang lahir pada abad ke 18 ini dikenal dengan karya-karyanya antara lain Sense and Sensibility, Pride and Prejudice, dan Northanger Abbey. Dia juga menulis novel yang berjudul The Watson, tapi dia tidak pernah menyelesaikannya.

Nama orang, jeneng, aran, atau tetenger merupakan sebutan terhadap pribadi seseorang. Namun nama bagi orang Islam adalah doa-doa dan harapan orang tua bagi anak-anaknya. Nama saya sendiri yang mirip dengan "Kelompok Karang Taruna" demikian dosen Bahasa Inggiris menyebutnya dulu, bermakna keinginan ayah saya yang semoga saja anaknya selalu membina Imannya. Begitu juga dengan nama-nama yang lain misalnya, Nur Salamah nama isteri saya yang bermakna cahaya keselamatan. Semoga doa-doa orang tua kami yang termaktub dalam nama-nama kami dapat direalisasikan...amin

Selain berisi doa, kebiasaan laen yang biasa ditemukan dalam masyarakat kita adalah menyingkat nama anak-anak mereka dengan sesuatu yang berarti misalnya teman saya zirlygita Jamil biasa dipanggili Gita. Nama beliau adalah singkatan dari gabungan nama kedua orang tuanya Zir nama bapaknya Ly nama ibunya sedangkan nama kakeknya Jamil, lengkap sudah sejarah singkat keluarganya termaktub di sana. Soal singkatan nama Orang Jawa termasuk yang ahli lihat saja Surajimah yang merupakan singkatan dari Sura, siji, jemuah, artinya anak itu lahir pada hari Jum’at ( Jemuah ), tanggal satu bulan Sura ( Muharam ).

Bahkan kadang selain merupakan gabungan dari nama orangtuanya juga merupakan makna-makna tertentu contohnya Ratnasih, merupakan singkatan dari Suratna ( nama bapaknya ) dan Sumarsih (nama ibunya ). Nama ini merupakan singkatan, tetapi memiliki makna Ratna ( perempuan, intan, permata,, sari, utama ) dan sih ( kasih, cinta, kekasih, harum ), sehingga dapat ditafsirkan sebagai perempuan yang harum namanya, tersmasyhur, atau sebagai manusia kekasih yang utama.

Fenomena ini ternyata berlaku juga bagi penulis, banyak dari mereka yang suka sekali menyamarkan nama-nama asli miliknya (terutama kebanyakan penulis buku non fiksi) sebut saja penulis yang akrab di telinga kita Buya Hamka (adalah Ulama besar dan penulis novel) salah satu karyanya yang melegenda adalah "Tenggelamnya Kapal Vanderwijck " memiliki nama asli Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Penulis yang cukup akrab dengan novel-novel islaminya si Asma Nadia ternyata juga hanya sebuah alias dari nama aslinya Asmarani Rosalba begitu juga dengan Pipiet Senja dengan nama asli Aam Amalia.

Duduh Durahman juga salah satu penulis, sastra sunda, yang tak banyak masyarakat yang mengetahuinya karena ia "bersembunyi" di balik beberapa nama samaran. Kalau ada pengarang yang menggunakan nama-nama (di antaranya) Radian Prasetia, Satia Sajati, Bagja Gumati, Maya Kusmayati D., dan Ahmad Nur, janganlah Anda bertanya siapa dia, karena dia adalah... Duduh Durahman! Nama-nama samaran tersebut bukanlah tidak ada artinya sama sekali, karena mereka diambil dari nama anak-anaknya, dan juga istrinya (Maya Kusmayati).

Lucunya nama penulis yang tercetak dalam bukunya tidak harus sama dengan jenis kelamin aslinya, bila anda mendengar nama "Any Asmara" penulis sastra jawa yang meninggal pada tahun 70-an di Solo pasti akan serta merta menebak pemilik nama tersebut adalah seorang perempuan Tapi ternyata Any Asmara adalah singkatan dari "Ahmad Ngubaim Ranu Asmara" yang jelas-jelas lelaki tulen. Baik Buya Hamka maupun Any Asmara menyingkat namanya dengan alasan efisiensi, karena tentunya bila nama asli mereka yang dipajang di sampul buku akan memakan tempat. Namun pada akhirnya yang lebih terkenal di masyarakat adalah nama 'alias'-nya.

Beberapa alasan mungkin melatar belakangi kenapa banyak penulis yang menyamarkan nama mereka, dari alasan efisiensi sampai alasan popularitas mungkin saja menjadi sebabnya. Salah satu alasannya mungkin bisa saya kutip dari pemilik nama asli Duduh Durahman berkit katanya di Harian Suara Karya :

"Utamanya dikarenakan ketidak jujuran diri saya sendiri," ujar Wakil Pemimpin Redaksi Mangle ini. "Saya ini banyak dikenal orang sebagai pengamat --ya pengamat film, ya pengamat sastra-- padahal saya sendiri merasa tidak begitu. Karena orang mengenal saya sebagai pengamat, sebagai kritikus, maka saya takut ada yang mengritik kalau sekiranya karangan saya tidak bermutu. Takut ada anggapan, piraku kritikus karanganana kitu patut! (Masa kritikus karangannya begitu rupa (jelek)!, -pen)." Ada alasan lain selain itu, yakni yang berkaitan dengan soal "spesialisasi profesi". Khusus untuk penulisan kritik, ia harus tampil dengan nama aslinya. Khusus untuk penulisan fiksi -- karya asli maupun terjemahan-maka ia harus menggunakan nama-nama samaran. Lepas dari soal itu, bicara tentang Duduh tak bisa dilepaskan dari soal-soal budaya secara menyeluruh, termasuk di antaranya sastra, film, dan teater. "

Ya mungkin tidak ada penjelasan mendetail kenapa spesies yang disebut dengan "penulis" kadang suka menyamarkan namanya. Membuat saya berfikir apabila suatu saat nanti saya menerbitkan buku maka nama yang akan saya tera di sana adalah "Igan Tose" alias "Iman Seganteng Tom Cruise" he he he.

Sumber
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0504/23/khazanah/galeriseni01.htm
http://cybersastra.net/modules.php?name=News&file=article&sid=3674


0 Comments:

Post a Comment

<< Home