Márta 31, 2005

Laporan Pandangan Mata
Pameran Buku Islam ke 4 (malam Kamis)




Hampir saja sebenarnya niat ke pameran malam itu gagal terlaksana. Karena hujan tiba-tiba mengguyur sementara saya masih berada di rumah mertua, Kebayoran Lama. Berdo’a pada Allah SWT ketika maghrib tiba untuk dihentikan sebentar saja hujan ini, beri saya kesempatan untuk sampai ke Istora Senayan malam itu. Alhamdulillah terkabulkan dan niat bertemu teman lama yang membuka stand di sana dapat segera terlaksana.

Jalanan, seperti biasa macet di sana-sini, syukurlah walaupun vespa ini sering dicerca teman-teman namun saat-saat seperti ini dengan kelincahanya yang seperti air mencari jalan di antara batu-batu saya lebih merasa beruntung daripada penumpang Jaguar yang terjebak kemacetan di depan Kampus Moetopo.

Sampai di Istora, langsung saya siapkan kamera dan bergegas ke stand tepat di pintu masuk Kenanga nomor 5. “Pakl Arlinya baru saja ke mushola Mas, mungkin satu jam lagi baru kembali, beliau kalau shalat lama” sergap karyawan toko buku teman saya begitu sampai di sana. “Ya sudah, saya jalan-jalan dulu deh, muterin pameran”.

Walau kunjungan ke pameran rutin saya lakukan sejak pertama kali tiga tahun lalu. Namun saya merasa tidak penah bosan berkunjung kembali. Minggu ini saja sudah dua kali, dan kedua-duanya selalu sehabis maghrib atau dua jam menjelang tutup, sepi sih jam-jam segitu. Apa sih yang di cari? Bahkan boss saya yang orang Belanda itu sedikit heran dengan hobi saya mengunjungi pameran buku. Ya, saya fikir memang bukan sesuatu yang umum dicari orang ketika pameran buku saya selalu kembali ke sini, saya begitu suka dengan suasananya, suasana pameran buku membuat saya bermimpi.

Mimpi? Kalian pasti pada ketawa mendengarnya. Ya saya bermimpi tentang mudahnya ilmu-ilmu bertebaran di bumi Indonesia. Aniwe lupakan tentang mimpi-mimpi itu. Begitu keluar dari Kenanga lima saya langsung dikejutkan dengan harga buku yang hanya Rp. 3000, saya fikir pasti ini buku bekas. Tapi tidak, buku yang dijual benar-benar baru bahkan masih dalam plastik utuh berjudul “Kenapa Ada Cinta”. Setengah tidak percaya saya ambil satu eksemplar dari tiga eksemplar yang tersisa, lalu saya bawa ke penjaga dan bertanya “Bener tiga rebu nih?”.

Penjaga itu sontan menjawab “Iya”.

“Kok bisa” tanyaku lagi?

“Bisa dong, makanya penerbit banyak yang untung Pak, jual segitu aja udeh untung” sambil ketawa.

Ya, memang pameran begini gudangnya buku murah, dari diskon sepuluh persen sampai tujuh puluh lima persen ada di sana. Bahkan untuk penerbit besar seperti GIP dan MIZAN pun juga memberikan diskon. Tapi ada satu hal yang saya membuat jatuh cinta pada pameran buku seperti ini, apa itu? Buku Gratis! Ya betul, bila anda bisa bermanuver dan jeli maka beberapa buku gratis bisa masuk ke tas anda dengan sukses. Bukan...bukan...saya bukan mencuri buku, tapi ini benar-benar buku gratis tis tis. Biasanya yang menyediakan adalah beberapa majalah yang baru launching seperti kemarin malam ketika saya mendapatkan jurnal filsafar nomor perdana di stan Republika, atau juga buku-buku yang diterbtikan insititusi dan departmen tertentu. Dari Departemen Agama saya berhasil mendapatkan dua buah buku gratis tentang kepanduan (pramuka) Islam serta satu jurnal Kalam. Hmm..., sepertinya semangat gratisan member IMB sudah begitu mendarah daging dalam diri ini ya.

Berputar-putar sambil menunggu kawan yang katanya satu jam lagi baru balik dari mushola membawa saya ke sebuah stand kelontong. Shock? Ga juga sih, beberapa kali belakangan ini pameran buku memang diwarnai dengan barang-barang yang ga musti buku dan sejenisnya. Tapi baru dalam pameran ini saya lihat ada produk kelontong, kalo ga salah mereknya Onyx.

Paling sering muncul di pameran buku Islam, selain buku tentunya, adalah baju-baju terusan untuk akhwat, jilbab serta maenan anak-anak, lucu ya? Mungkin di LN akan di pandang aneh, namun di Indonesia pameran buku memang ga wajib buku saja isinya bahkan software dan VCD metode bekam-pun halal dijual.

Masih sekitar setengah jam berlalu ketika saya sampai di panggung tengah pameran buku. Sebuah grup nasyid sedang beraksi di sana. Puluhan ikhwan akhwat berkumpul (terpisah tentunya) di depan panggung sambil menikmati senandung nasyid yang mereka bawakan. Kemarin lusa pada lokasi yang sama, Pak Jonru dengan semangat mengajak saya untuk mengikuti diskusi yang pembicaranya Asma Nadia serta kakak kelas saya di kampus dulu, Mbak Dianti. Oh well..., dengan sangat menyesal saya tolak ajakan itu arena saat itu saya dengan isteri memang hanya ingin berputar-putar menikmati pameran.

Kembali ke stand milik teman lama saya, namun dia masih saja belum muncul. Karyawannya juga tidak tahu kenapa, karena biasanya dia sudah kembali. Memaksa saya kembali ke panggung tengah karena saya merasa sedikit lelah untuk berputar lagi. Ambil posisi di deretan tempat duduk penonton sekitar sepuluh meter ke atas, tiba-tiba teman lama saya muncul di bawah tangga. Membuat senyum saya melebar dan lelah yang tadi saya rasakan spontan lenyap.

Melepas rindu dan berfoto ria, dengan alasan jarangnya pertemuan seperti ini membuat momen tersebut pantas diabadikan. Teman lama mengajak saya ngobrol sambil nonton pagelaran nasyid, “Ada Gondes” katanya.

Aih, the Gondes...tidak sangka saya bisa menyaksikan mereka langsung. Karena selama ini saya hanya denger-denger saja baik dari yang pro maupun yang kontra membuat saya bersemangat untuk meng-hayu-kan ajakan teman lama. Ya sampai akhirnya pagelaran nasyid berakhir dan pameran buku akan tutup kami di sana, The Gondes yang kocak, Izis dengan semangatnya serta Kami Bukan Teroris dengan gaya panggungnya yang mirip pasukan SWAT paling tidak sempat kami nikmati.

Seperti pepatah lama katakan, ada pertemuan pasti ada juga perpisahan, bila ada sumur di ladang bolehlah hamba menumpang mandi (dari kantor langsung sih jadi belum mandi he he he) Saya dan teman lama saya harus berpisah. Ya tinggal saya yang harus menghadapi kemarahan yayang di rumah gara-gara pulang kemalaman (lagi). Mau membeli buah tangan untuk sedikit sogokan agar yayangku tidak marah namun apa daya uang di kantung tinggal empat ribu bakal di potong dua ribu untuk ongkos parkir. Membuat saya berfikir untuk meminjem seragam SWAT yang tadi manggung.....

Dor dor dor!!!! Honeeey...I am home.


0 Comments:

Post a Comment

<< Home