Bealtaine 06, 2005

Bisul yang enggan meletus :
perpustakaan di mata pustakawan




...Kendala intern dan ekstern tersebut mau tidak mau telah menempatkan perpustakaan sekolah pada posisi yang semakin "terasing" dan menjadi "anak tiri" dilingkungannya sendiri. Perpustakaan telah menjadi sosok eksklusif yang nyaris tidak dapat ter-(di)-jangkau justru oleh civitas sekolah.

Paragraf di atas saya kutip dari sebuah artikel yang dimuat oleh www.matabaca.com tentang meranggasnya (masih) perpustakaan sekolah di Indonesia. Artikel tersebut dimulai dengan pendapat Roy Suryo bahwa menurut ahli IT yang masih memiliki darah kraton Jogja mengatakan "Perpustakaan masih menjadi tempat yang menjemukan ….". Pernyataan tersebut terlontar dalam seminar ilmiah Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) di University Center (UC) UGM beberapa waktu silam, yang dirilis oleh sebuah media lokal Yogyakarta (Bernas, 10 Juni 2004).

Selanjutnya sang penulis sehubungan dengan faktor eksternal dan internal yang saya kutip diatas mencoba menjelaskan faktor-faktor apa saja yang dia maksud tersebut. Intinya adalah lemahnya minat baca siswa dan serangan hiburan-hiburan nonbuku yang merajalela hingga semakin menguatkan budaya lisan masyarakat Indonesia.

Melihat masalah perpustakaan khususnya perpustakaan sekolah di Indonesia terasa seperti bisul yang semakin matang namun enggan meletus. Perpustakaan sekolah, bahkan di beberapa SMA favorit Jakarta tetap menjadi sebuah bagian yang terpinggirkan dari beberapa bagian pendidikan yang seharusnya utuh dan tidak dapat lepas antara yang satu dan lainnya.

Kenapa hal itu terjadi? sebelum menjawab pertanyaan tersebut saya mencoba menarik garis lurus, sebenarnya siapakah yang bertanggung jawab atas kemajuan sebuah perpustakaan. BIla mendengar kata perpustakaan tentunya langsung terbayang sosok penunggu perpustakaan (bukan hantu) yang biasanya disebut sebagai pustakawan.

Sebenarnya agak salah kaprah juga menyamaratakan semua penjaga perpustakaan adalah pustakawan. Karena menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia seseorang pustakawan adalah yang..... Sementara untuk PNS jabatan pustakawan di bagi tiga tingkatan yaitu Pustakawan Madya, Muda, dan Penyelia.

Ok lupakan soal tetek bengek teori tentang kepustakawanan. Sebenarnya apakah tugas pustakawan? yang utama adalam melayani pemakai perpustakaan serta memakmurkan perpustakaan. Nah dari sini tentuinya akan dengan serta merta anda menunjuk hidung para pustakawan atas orang atau profesi yang bertanggung jawab akan maju mundurnya perpustakaan.

Tidak juga, karena ternyata banyak faktor yang terlibat di sana, tiga faktor terbesar adalah Organisasi Induk, dalam hal perpustakaan sekolah tentunya sekolah tenmpat perpustakaan itu berada, pustakawan dan terakhir pemakai perpustakaan tentunya yang dimaksud pemakai adalah siswa-siswa serta staff (guru dan bagian Subag) sekolah tersebut.

Tiga elemen inilah yang seharunya menjadi penentu makmur tidaknya sebuah perpustakaan sekolah. Bagaimana dukungan sebuah organisasi terhadap perpustakaanya. Bukan hanya sebagai hiasan dimana akan ramai bila ada tinjauan dari Penilik dan penyandang dana. Karena tidak jarang perpustakaan dan pustakawan di pandang sebelah mata oleh pemimpin yang seharusnya mengerti fungsi perpustakaan lebih dari sekedar gudang buku. Ini tentunya menghambat program-progtramyang di usulkan pustakawan ketika ingin mempromosikan perpustakaannya.

Sikap aktif si Pustakawan tentunya dituntut juga untuk membuat organisasinya mengerti akan fungsi perpustakaan yang sejati. Di sini perpustakaan tidak hanya dituntut bisa "menghipnotis" level-level atas, namun juga harus mampu meyakinkan para siswa akan menariknya perpustakaan sekolah mereka. Tapi bagaimana bisa, dananya aza ga turun-turun dari atas. Kalaupun turun sedikit sekali dan mempersempit ruang gerak perpustakaan.

Klise memang dana dana dan dana, apa boleh buat minimnya dana juga menjadi faktor terbesar kenapa perpusakaan sepertinya mati suri. Tak ada dana maka tak ada tambahan koleksi baru , apalagi program promosi dan sosialisasi perpustakaan pada murid, sedih memang. Tetapi saya merasa bahwa dana bukan segalanya. Kretaifitas dan kerjasama antara pustakawan, sekolah dan murid akan sangat berguna di sini, bisa saja perpustakaan mengadakan program yang tidak memakan dana terlalu banyak mislanya lomba mereview buku-buku yang ada di perpustakaan dan lainnya yang mungkin terfikirkan. Intinya program yang dilaksanakan bertujuan mengenalkan perpustakan dan pada akhrinya memakmurkan perpustakaan.

Ngomong emang gampang sih Man... saya sudahi saja tulisan ini. Karena bila ada yang "kenapa tidak menjadi pustakawan di sekolah aza??" Malu saya untuk menjawab "Gajinya kurang sih".

Hanya sebuah mimpi tentang perpustakaan yang mungkin anda sudah mulai bosan membacanya di blog saya. Akhir kata saya kutip kata-kata yang saya kutip dari blog Akh Muhandis (dia bener2 jago kalo bermain-main dengan kata kata).

Kau impikan harapan menggunung
Di lorong hanyir kehidupanmu
Kau hirup sari madu bunga beracun
Mewarnai dunia misteri mimpimu

Sumber :
Mata Baca
Keppres Pustakawan
Gambar di ambil dr sini

0 Comments:

Post a Comment

<< Home