Samhain 03, 2006

...what a food!!





Saya mengenalnya dengan blendrang,
Orang Sunda menyebutnya dengan dongdo
Sedangkan Orang Blora mengenalnya dengan Oblok-Oblok.

Blendrang sebenarnya adalah sayuran yang di liwet (diangetin) terus menerus, di daerah asal ibu saya, Blitar, blendrang identik dengan sayur nangka yang di Jogja dikenal dengan Gudeg. Hanya saja sayur nangka Blitar minus kecap walhasil warnanya putih atau ke abu-abuan dan rasanya gurih. Ibu saya kerap kali memasak jenis sayur nangka itu. Kuncinya hanya satu, jangan dihidangkan segera, karena blendrang adalah blendrang ketika telah melewati beberapa kali "liwetan", artinya tidak cukup sekali masak saja untuk menjadi siap, tp butuh beberapa kali lagi sampai akhirnya siap di santap.

Namun ternyata Blendrang bukan saja sayur (bahasa Jawannya JANGAN) nangka begitu lama kelamaan saya mengetahuinya dari teman-teman. Pokoknya yang namanya sayur dan di angeti berkali-kali selama beberapa lama maka sah-sah saja dinamakan "Jangan Blendrang". Bahkan ternyata tidak satu jenis saja namun gabungan dari beberapa jenis sayur biasanya di ambil dari sisa-sisa makanan yang dibuang sayang, tapi bila didiamkan akan basi, juga di sebut Jangan Blendrang.

Seorang teman yang asli dan berdomisili di Surabaya serta bekerja di perusahaan telekomunikasi mengaku bahwa blendrang adalah makanan favoritnya bahkan makanan paling enak sedunia katanya. Menurut dia lagi kalo baru dimasak namanya jangan lodeh tapi bila sudah dipanaskan berkali-kali kuahnya kan tinggal sedikit (nyemek-nyemek) namanya berubah menjadi blendrang.

Lebaran-lebaran begini, ternyata sejenis blendrang juga menjadi menu favorit beberapa keluarga, biasanya sehabis lebaran banyak tersisa lauk pauk semacam rendang dan opor. Kalau di Jawa di kenal dengan lebarang kupat maka selayaknya di Jakarta mungkin lebaran blendrang menjadi trend. Seminggu setelah lebaran memang saat sisa sisa makanan mewarnai dapur rumah, ya seperti yang disebut di atas utk dibuang sayang, sedangkan bila di diamkan akan basi, belum lagi porsinya yang tiap lauk mungkin sudah jauh berkurang. Solusnya ya menyatukan semuanya ke dalam satu tempat dan setelag itu...hap hap..nyam nyam!!

Apa yang membuatnya istimewa? apa mungkin rasanya? atau ada yang lain? selain memang rasanya yang berbeda, munculnya blendrang pada saat saat setelah hari besar menjadi peran tersendiri kenapa menjadi istimewa. Ya, karena memang kapan lagi ada sisa makanan banyak kecuali pada hari raya atau setelah pernikahan atau hajatan lainnya. Aura suasana yang terbawa oleh blendrang inilah menurut saya yang akhirnya menjadikan kesan tersendiri pada penggemarnya.

Sebenarnya blendrang tidak begitu sehat untuk dikomsumsi, mengingat makanan tersebut sudah mengalami pemanasan yang cukup lama maka kandungan gizinya juga sudah ikut menguap hingga yang tersisa untuk tubuh yang memaannya akan sangat minim. Ahli gizi menyarankan lebih baik untuk mengolah makanan lebih baik di kukus saja. Mengenai keuntungan memasak dengan dikukus dapat dilihat dalam situs www.gizi.net.

Eniwe, sekali-kali tidak apa apa lah, lagian kebanyakan dari orang Indonesia pasti tidak perduli makanan yang di santap mengandung gizi atau tidak, kecuali ada masalah kesehatan. Biasanya yang menjadi pertimbangan adalah enak dan tidaknya, dan dalam blendrang adalah aura serta kenangan masa lalu menjadikan kenikmatannya berlipat-lipat.

Jadi, setelah minggu lalu saya sibuk meminta maaf dan mengucapksn Selamat Hari Raya, maka hari ini saya ucapkan "Selamat Lebaran Blendrang" bagi anda yang merayakannya.

foto dari corbis

0 Comments:

Post a Comment

<< Home