Beli Es Goreng di PRJ...maunya
Pekan Raya Jakarta atau lebih dikenal dengan PRJ saat ini tengah berlangsung di Kemayoran Jakarta sampai dengan pertengahan Juli 2006. Seperti tahun tahun sebelumnya PRJ diadakan selama sebulan penuh dari Juni sampai dengan Juli. Bertepatan dengan hari libur anak sekolah, PRJ memang menjadi ajang tepat bagi warga Jakarta bahkan luar Jakarta untuk dijadikan salah satu tempat yang akan dikunjungi selain tempat wisata lainnya....itu bila isi kantung anda mencukupi.
Harga tiket masuk PRJ tahun ini Rp 11.000 untung hari-hari biasa dan Rp. 16.000 untuk hari Sabtu dan Minggu. Lebih mahal seribu rupiah dari tahun 2005 yang hanya Rp. 10.000 untuk memasuki PRJ. Sampai dengan tahun lalu bahkan manula dan anak anak di bawah tiga tahun masih di gratiskan memasuki PRJ, namun tadi malam ketika saya berkunjung ke sana, hanya anak di bawah 3 tahun saja yang tidak ditarik bayaran, sisanya....tentu harus merogoh kocek tidak perduli apabila si pengunjung sudah memakai tongkat atau kursi roda.
Adalah Bang Ali Sadikin, yang kala itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, menggagas ide Pekan Raya Jakarta. Idenya sendiri datang dari keinginan untuk menyatukan berbagai "pasar malam". Ketika itu namanya pasar malam masih menyebar di sejumlah wilayah Jakarta. Tahukah anda, saat pertama kali PRJ diadakan yang dibuka oleh Presiden kedua Indonesia pada tahun 1968 bukan 7 hari atau 30 hari seperti sekarang ini, namun total jenderal selama 71 hari berturut-turut! artinya 2 bulan lebih satu hari masyarakat Jakarta dihibur. Termasuk di dalamnya salah satu acara yang cukup kontroversial (bahkan sampai sekarang) yakni Pemilihan Ratu Waria.
PRJ, banyak yang bilang sejak dipindahkan ke Kemayoran menempati bekas bandara nasional kehilangan ruhnya. Tidak sama rasanya berkunjung PRJ saat masih di Monas dengan PRJ saat ini. Saya pribadi mengamini pernyataan tersebut, apa yang saya lihat kemarin malam hanyalah sebuah bazar yang sangat besar di mana esensi dari PRJ sekarang adalah...anda datang, anda beli tiket, anda pulang.
Ya rasanya atmosfir konsumerisme terasa sekali di sana, bila tidak ada uang bisa juga sih datang dan lihat-lihat....seru juga kok, tapi ya gitu deh. Tahun 80-an ketika saya masih memakai seragam puith merah, momen PRJ menjadi sebuah saat yang dinanti-nanti tidak perduli dapat rangking atau tidak pokoknya mengunjungi PRJ adalah sebuah keharusan. Begitu juga dengan orang tua dan tetangga sekitar kami, semuanya begitu antusias menyambutnya bahkan rela untuk meminjam mobil kantor untuk berangkat ramai-ramai dari tempat tinggal kami.
Tidak perlu belanja banyak karena ke PRJ yang dicari adalah hiburan, dan melihat benda-benda unik. Salah satunya adalah es krim goreng, yang sempat beberapa kali muncul di stand PRJ saat itu. Namun karena uang jajan berada di kekuasaan ibu, sampai detik ini saya belum pernah sama sekali merasakan...gimanaaaa sih eksotikitas (kosa kata ngawur...mana ada kata eksotikitas) sebuah es yang nota bene terbentuk di dalam suhu dingin ini malah di goreng (panas kan?) untuk membuatnya.
Yang hilang dari PRJ Kemayoran adalah badut-badut, termasuk orang-orang dengan keterbatasan fisiknya yang lebih pendek dari orang dewasa pada umumnya bahkan lebih pendek dari anak-anak usia SMP. Mereka biasanya (kalo ga salah) menari-nari dan menghibur pengunjung PRJ dari atas sebuah panggung produk baterai.
PRJ begitu mempesona saya, mungkin saat itu yang namanya pusat hiburan jarang sekali, kalaupun ada jauh dari rumah saya yang berada nyaris di perbatasan Bekasi. Dan bila ditanya, apa lagi yang membuat anda merindukan PRJ di Monas....adalah Kerak telur. Ya sama dengan ratusan bahkan ribuan warga Jakarta kerak telur adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan PRJ. Tanpa Kerak telur seperti lebaran tanpa ketupat dan kembang goyang, seperti malam takbiran tanpa pawai obor....tidak mudah untuk dipisahkan.
Namun semalam saya benar-benar merasa sudah sampai pada puncaknya....tidak ada satupun tukang kerak telur berada dekat arena PRJ. Tahun-tahun lalu masih saya maafkan karena mereka masih mangkal di arela parkir mobil namu semalam.....saya merasa PRJ semakin menjadi ajang konsumerisme masyarakat Jakarta yang semakin menggila tanpa memperdulilkan nilai-nilai tradisional PRJ itu sendiri.
Kembalikan PRJ ku yang dulu Bang Yos!!
Nur isteri saya di depan gerbang pintu masuk PRJ Kemayoran
Di Stand Daihatsu, depan mobil Copen yang imut banget....gedean mana ya saya dengan mobil ini
Sumber
Harga Tiket PRJ tahun 2005
Jakarta Fair
0 Comments:
Post a Comment
<< Home