Márta 27, 2006

Pede Segede Gunung



...........
kini semua orang mendadak jadi merasa paling pintar
dalam urusan menentukan arah perjalanan kita
mereka membuka mata membuka mulut membuka diri
tanpa diam sejenak
tanpa perduli kepada hadangan ranjau apalagi cuma kerikil
...........
Potongan puisi bertajuk "Jalan (4a)"
Ikranagara dalam Puisinya di buku Grafiti Gratitude : sebuah antologi puisi cyber

Seorang kapten kapal tangguh meninggal dunia di atas kapal perangnya yang sedang berlayar di tengah lautan di mana jarak daratan terdekat sejauh beberapa minggu perjalanan. Setelah melakukan upacara pemakaman, para anak buahnya saling berebutan menuju kamar kaptennya untuk membuka sebuah rahasia yang selama ini tersimpan dalam kotak.

Selama masa kepemimpinannya yang sangat dikagumi oleh berbagai pelaut di segala penjuru samudaera Sang Kapten memiliki kebiasaan yang sangat unik di mana setiap pagi sebelum memulai ritual hariannya memimpin kapal Sang Kapten akan membuka kotak tersebut lalu membaca secarik kertas dan mengembalikannya kembali ke dalam kotak dan menguncinya rapat-rapat. Sampai detik sebelum Sang Kapten menghembuskan nafas terakhirnya tidak ada yang tahu apa yang tertulis di atasnya.

Bagi anak buahnya yang sangat mengagumi cara Si Kapten memimpin kapal selama ini tentunya apa yang ada di dalam kotak itu menjadi sebuah mitos akan keberhasilan kepemimpinannya selama ini. Jadi, begitu upacara pemakanan selesai mereka berebutan menuju kamar kapten dan membuka dengan paksa kotak “ajaib” itu.

Apa yang mereka temukan? Tentunya secarik kertas yang selama ini tiap pagi selalu dibaca Sang Kapten, namun yang lebih mengejutkan adalah apa yang tertulis di atasnya...yakni

“LAMBUNG KIRI ADA DI SEBELAH KIRI KAPAL, LAMBUNG KANAN ADA DISEBELAH KANAN KAPAL”

Boleh saya tambahkan dalam kisah di atas ternyata sebelum akhirnya Sang Kapten menjadi pelaut yang sangat handal dia hanya seorang pelaut biasa dengan jabatan yang biasa-biasa saja. Sampai suatu saat dia disadarkan dengan potensi yang dimilikinya dan cara mengeluarkan potensi tersebut semaksimal mungkin dengan membuat catatan itu, ....hanya untuk meyakinkan dirinya saja.

Percaya diri, itu adalah intinya kadang seorang yang memiliki kompetensi luar biasa terlewatkan begitu saja ketika kompetensi yang dia miliki seharusnya dapat berguna dalam menghadapi masalah.

Sebelum berjalan lebih jauh, ketika akad nikah dulu saya diwanti-wanti seorang teman bahwa perlu membuat sebuah catatan kecil yang di atasnya tertulis kalimat ijab kabul “Saya terima nikahnya (nama calon isteri saya waktu itu) dengan mas kawin (beberapa gram emas berbentuk cincin yang sampai sekrang masih dipakai isteri saya)”. Hanya untuk yakin saja dan tidak memalukan ketika melaksanakan akad nikah.

Bila difikir-fikir apa sih artinya kalimat sederhana tersebut, sama dengan Sang Kapten kapal saya disadarkan bahwa di balik kalimat itu terbentang sebuah tanggung jawab yang “luar biasa”. Tanggung jawab yang tidak bisa dilakukan dengan main-main. Dan secarik kertas itu membuat saya dan kapten sedikit lebih percaya diri melangkah ke dalam tanggung jawab dan atau amanah itu.

Walaupun begitu untuk beberapa hal saya sering kali kehilangan apa yang kita sebut tadi di atas sebagai percaya diri. Uniknya justru ketika saat komptensi yang saya miliki sangat dibutuhkan. Contohnya ketika saya dipercayakan untuk merekam beberapa momen penting dalam sebuah acara dengan kamera. Lebih dari satu kali apa yang saya dapatkan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Ketika momen yang dinanti-nanti tiba biasanya kaki saya terikat seutas rantai dengan bola besi diujungnya seberat seribu ton. Dan di kepala saya ada seonggok beton kontruksi jalan layang menempel, saya menjadi patung....

Barangkali untuk menghadapi situasi seperti itu saya harus membawa secarik kertas dengan tulisan yang dapat membawa saya lebih percaya diri. Mungkin dengan kalimat “tidak ada yang lebih pintar di ruangan ini kecuali yang bawa kamera”.

Bicara soal percaya diri, saya teringat sebuah artikel yang pernah dimuat pada majalah Tarbawi tentang megolamania, tulisan Ust. Anis Mata. Bila membuka wikipedia (www.wikipedia.org) maka anda akan diarahkan ke narsisme bila mengetik kata megalomania dalam sistem pencariannya. Narsisisme sendiri adalah sebuah panyakit jiwa yang diambil dari mitologi Yunani, di mana seorang pemuda terpukau dengan bayangan dirinya sendiri di atas air. Pada akhirnya, pemuda tersebut berakhir menjadi bunga akibat termakan oleh rasa ketidakpuasannya.

Dalam kamus The Random House Dictionary of the Enlish Language Megalomania sendiri adalah juga sebuah penyakit jiwa dimana penderitanya berhalusinasi akan sebuah kedigdayaan, kemakmuran dan kesuksesan yang luar biasa. Juga tentunya dengan melakukan sesuatu atau aksi yang luar biasa.

Ust. Anis Matta menyebutkan Napoleon Bonaparte sebagai penderita megalomonia, bila anda lupa saya ingatkan sedikit, Napoleon mengangkat dirinya menjadi kaisar Prancis dan melebarkan kekuasaannya ke penjuru Eropa dengan mencaplok kerajaan-kerajaan tetangganya. Namun akhirnya menuai kekalahan ketika mencoba menyerang Rusia. Bukan oleh kekuataan tentara kerajaan Rusia namun oleh iklim yang sangat dingin (which by the way, Hitler juga terbentur hal yang sama ketika mencoba mencaplok Rusia pada PDII, people just dont learn). Napoleon akhirnya ditangkap dan diasingkan di sebuah pulau kecil bernama Elba dan menghembuskan nafas terakhirnya di sana. Ngomong-ngomong, issuenya dalam pengasingan di pulau Elba menjadi seorang muslim...tapi itu lain cerita.

Bagaimana sifat narsis menjadi berhubungan erat dengan megalomania, dan bagaimana pula kepercayaan diri terbawa-bawa di sini. Saya bukan ahli psikologi, namun ada kalanya saya memperhatikan orang-orang disekeliling dengan Percaya Diri yang segede gunung, sering mengagumi kemampuan yang dimilikinya sedikit berlebih, dan orang lain menjadi begitu rendah di matanya. Dia merasa apa yang di utarakan olehnya adalah sebuah pemikiran yang revolosioner dan mengira dapat membawa kebaikan bagi orang-orang disekelilingnya, padahal pada kenyataannya hanya menjadikan masalah baru saja.

Lebih gawat lagi yang terjadi adalah orang-orang ini begitu silau dengan ilmunya, menjadikan apa yang dimiliki di dalam kepalanya seperti dewa dan menutup semua pintu kemungkinan pemikiran orang lain bisa lebih baik darinya. Saya khawatir bila terus begitu dia akan menjadi seperti apa terjadi pada pemuda dalam legenda narsis tadi, “hangus terbakar” oleh ke-ego-annya.

Dan apabila apa yang ada di dua paragraf di atas dilakukan secara kolektif oleh suatu negara atau bangsa, maka yang akan kita hadapi adalah sebuah ancaman global di mana bagi negara tersebut bangsa lain tidak lain hanyalah sebuah objek yang dapat di tendang ke sana ke mari seperti bola untuk mencapai tujuan mereka. Bangsa yang haus darah!!

Alhamdulillah, dalam sejarahnya orang dan atau bangsa model begini tidak akan tahan lama. Mungkin setahun, sedekade atau seabad, namun pada akhirnya mereka akan terhancurkan terutama disebabkan rasa ketidakpuasan mereka sendiri. Begitulah Napoleon dengan Kekaisarannya, begitu juga Hitler dan Mussolini dan saat ini kita sedang menyaksikan sebuah drama bangsa-bangsa ber-megalomania sedang berparade-ria melanggengkan apa yang mereka anggap sebagai sebuah kebenaran, namun pada akhirnya hanya melahirkan masalah bagi bangsa lain di muka bumi.

Perhatikanlah dan pelajari dengan seksama, sejarah pasti akan berulang kembali !

0 Comments:

Post a Comment

<< Home