Nollaig 06, 2005

Tentang Duka, Aku dan Ikan Asin



Apakah arti kematian? Mungkin beberapa dokter dan ilmuwan masih meperdebatkan definisi dari mati. Kelompok pertama berisi kukuh bahwa kematian adalah berhentinya kerja jantung seseorang. Berhenti, dalam arti sebenarnya bukan berhenti sejenak ketika bersin, atau mungkin berhenti sesaat ketika melihat wanita cantik.

Berhenti memompa darah dari dan ke luar jantung mungkin itu maksudnya. Yah semua orang tahu darah tidak mungkin mengalir apabila jantung yang mereka miliki sontak terhenti. Bila itu terjadi, maka matilah.

Kelompok ilmuwan dan dokter satunya tidak setuju bahwa jantung berhenti maka seseorang siap dikubur. Menurut mereka mati adalah ketika otak sampeyan berhenti total. Berhenti, benar-benar berhenti, bukan serasa berhenti karena kejatuhan durian atau mangga.

Otak yang tiada guna, berarti menghentikan pula kegunaan tubuh kediaman otak itu. Karena semua orang juga tahu otak bagian kanan mengatur motorik tubuh bagian kiri, dan otak bagian kiri mengatur bagian tubuh kiri.

Tetapi buat Ferkin kematian berarti duka, dia tidak perduli bagian tubuh mana dari isterinya apakah itu jantung atau otaknya. Yang dia tahu, saat ini dia melihat tubuh isterinya dalam balutan kain kafan di atas peraduan dalam ruang tamu rumah yang baru saja lunas. Tetangga-tetangganya berkumpul di sekeliling tubuh isterinya sambil membacakan Yasin, beberapa tampak sibuk mengurusi tenda serta bangku-bangku untuk para pelayat yang sebentar lagi akan tiba.

Kematian, siapa sangka isterinya lebih dahulu menemuinya.. Tidak pernah terfikirkan bahwa Ferkin akan mengurusi sebuah prosesi yang menyembelit kesadarannya. Bahkan berkali-kali dia fikir ini semua hanya mimpi buruk dan berharap, kapan saja karena dia sudah sangat siap, untuk dibangunkan.

Mimpi? Ya mungkin bila boleh Ferkin akan memilih definisi kematian adalah mimpi. Hanya mimpi buruk, yang bila semakin buruk saja dia akan berteriak memanggil ibunya agar menemani sejenak hingga kembali terlelap. Tapi kali ini bahkan dua kelompok ilmuwan dan dokter yang berseteru tadi tidak akan pernah menyetujui Ferkin.

"Nak, ikhlaskan ya ibu turut berduka cita, semoga arwah istri Nak Ferkin diterima di sisi Allah SWT" hibur ibu penjual ikan di pasar yang juga kebetulan sering membantu membereskan rumah Ferkin sejak isterinya sudah mulai lemah dan merasa tidak sanggup lagi mengurusi rumah. Bangunan yang sudah beberapa tahun ini dicicil Ferkin sampai akhirnya bulan lalu lunas.

"Iya Bu, terimakasih sudah datang" Kata Ferkin datar. Apa yang harus dia lakukan? Apakah harus dia meraung-raung meratap di samping tubuh isterinya? Atau apakah dia harus menangis sesenggukan agar semua orang tahu dia sangat berduka, Ferkin sendiri bingung.

Tapi, bahkan anak tetangga sebelahnya yang baru berumur sepuluh tahun kalau Ferkin berduka. Karena mereka tahu bagaiman kisah-kisah yang terjadi antara Ferkin dan isterinya dahulu sebelum mereka menikah.

Ada yang berbisik-bisik bahwa mereka dulu seperti kisah-kisah percintaan dalam pewayangan. Seperti ketika Rama merebut Shinta kembali dari tangan musuhnya, atau ketika Arjuna menebar pesona. Ada juga yang berkata-kata di pasar bahwa Ferkin dan isterinya sekarang yang terbujur kaku di ruang tamu itu rupanya seperti kisah-kisah superhero. Mirip Superman dan Louis tepatnya. Tapi Ferkin tidak pernah merasa ada yang luar biasa dengan dia dan isterinya, benar-benar biasa saja.

Ingin Ferkin berdiri dan keluar dari ruangan ini entah ke mana pokoknya pergi dari sini, tapi dia merasa keharusan untuknya berada di sisi jasad isterinya layaknya lebaran ketika dia dan isterinya menunggu tetamu. Tetangga-tetangganya terus saja berdatangan untuk melihat sekali lagi wajah isteri Ferkin yang saat ini terbaring di atas dipan dengan sebongkah es batu dibawahnya.

Rasanya saat ini Ferkin sedang melambaikan tangannya pada isterinya yang baru saja berpamitan unttuk kepasar, sambil tersenyum dia berkata "jangan lupa belikan aku gethuk ya Dik". Lalu biasanya isterinya akan tersenyum dan menjawab dengan "Jajan melulu yang kamu fikirkan". Hanya saja malam ini isterinya tidak tersenyum atau mengatakan kalimat kebiasaannya....bahkan ketika pelan-pelan takut menarik perhatian tetamu Ferkin melambaikan tangannya pada isterinya yang terbujur di sana.

Kamu akan bawa oleh-oleh apa kali ini isteriku? Gumam Ferkin mengajak isterinya untuk bercakap-cakap dalam hatinya

Diam

Oh aku tahu, pasti saat ini kamu sedang mencari gethuk kesukaanku kan? Masih dalam hati sambil memandangi wajah isterinya dan sekali-kali tersenyum pada pelayat yang datang dan menyalaminya sebagai tanda turut berduka.

Masih sunyi

Sayangku, kayaknya aku lagi ga ingin gethuk deh...kamu kan tahu aku ini susah sekali menahan untuk tidak jajan cemilan. Makanya aku mau berhenti saja deh, biar kamu tidak mencibiriku lagi.

Suara jangkrik dan lamat-lamat suara orang bercakap-cakap di depan rumahnya.

Kamu tahu, sebenarnya aku tidak begitu suka cemilan apalagi jajanan pasar. Aku selalu meminta kamu membawa buah tangan karena aku suka sekali melihat kamu mencibir dengan gaya kamu. Ya ya aku memang suka, bahkan saat sekarang ini ketika kamu mencibiri aku yang masih di sini sedangkan kamu lebih dahulu mengetuk pintu kubur.

Ah Aku terlalu sangat tahu kamu, pasti kamu akan meledek aku yang masih di sini sementara kamu di sana lebih dahulu lengkap dengan kafan dan sebuah lubang rumah jasadmu nanti...iya kan isteriku?

Kamu tahu? Aku ada ide, kamu tunggu di sana ya...mungkin aku akan menyusul kamu. Bukan...bukan mungkin tapi pasti, namun aku tidak tahu kapan. Bila memang nanti saatnya tiba dan kita dapat bertemu lagi, aku ingin kita bertukar fikiran seperti yang selama ini kita lakukan...aku ingin kita bertukar fikiran tentang duka.

Kamu pasti akan bilang duka itu seperti ikan asin yang dimakan dengan dengan sambal terasi dan ditemani nasi hangat. Lalu akan akan bertanya, kenapa begitu? Lalu kamu akan menjawab dengan, ya karena duka itu seperti barang kampungan namun nikmat. Nikmat buat siapa? Tanyaku lagi. Kamu pasti menjawabnya dengan cekikikan.... lalu aku akan bilang.... asal saja kamu ini.

Isteriku, aku fikir memang kedukaan ini mirip dengan ikan asin sambel terasi dan nasi hangat, ya. Aku ingin mengakui namun aku yakin mereka yang disekelilingku sekarang ini tidak akan percaya bila aku ceritakan tentang teori ikan asinmu....jadi aku rasa, aku....menangis saja.

Sesunggukan tangis samar-samar mewarnai bacaan Surat Yasin para tetangga. Malampun menjelangi pagi pada hari di mana tidurpun seperti berjalan lambat membabati mimpi-mimpi Ferkin.

Jakarta, 4 Desember 2005

Pict from Corbis

0 Comments:

Post a Comment

<< Home