Meán Fómhair 27, 2005

...Tebet sama dengan Tebet



Tebet sama dengan Tebet, begitu juga Ketek...dan Tidak Pelit dalam Bahasa Indonesia adalah Pemurah

Kadang, sesuatu yang sepertinya remeh tenggelam dalam kegiatan kehidupan kita sehar-hari. Begitu banyak permasalahan yang lebih besar, seperti masuk kerja tepat waktu hingga rela berangkat dari rumah subuh atau memenuhi janji dengan rekan kerja.

Remeh dan remah-remah adalah dua kata yang berbeda namun dua-duanya hampir memiliki arti yang tidak begitu jauh berbeda. Remeh dengan arti sesuatu yang tidak penting, biasanya dipandang sebelah mata dan dijadikan urutan nomor sekian dalam skala prioritas, begitu juga dengan remah yang artinya sisa-sia makanan (biasanya kueh dan roti). Sama dengan hal remeh, remah-remah biasanya juga dipandang sebelah mata, sebuah subyek yang dengan enteng hati dapat dibuang. Namun tidak begitu adanya bila anda seekor semut, remah menjadi sesuatu yang berarti, bahkan dapat memenuhi kehidupan selama beberapa hari ke depan.

Dan tiba-tiba dua hari belakangan ini saya merasa seperti semut, tepatnya ketika sebuah pertanyaan dilontarkan oleh teman sekantor, jelasnya seperti ini "Man, dalam Bahasa Indonesia bila kikir itu pelit, maka tidak pelit apa persamaannya?" pertanyaan yang mudah, bahkan anak SD bisa menjawabnya. Saya juga berfikir begitu, saya merasa juga tahu jawaban dari pertanyaan itu, sampai tiba-tiba yang kelur dari mulut saya adalah begini "Tidak pelit yaaa...tidak pelit" saya sendiri heran mendengar jawaban yang terlontar barusan.

Bila ramah menggambarkan orang yang tidak sombong, hemat adalah orang yang suka menabung dan sabar adalah sebutan untuk yang tidak suka marah-marah, lalu pasti tidak pelit juga memiliki sebuah kata yang menggambarkan sifat tersebut, ya seharusnya begitu dan tidak bisa tidak.

Beberapa hari setelah itu saya masih penasaran, kenapa tidak bisa mengetahui persamaan tidak pelit. Memang sih beberapa kali saya tergoda untuk menengok KBBI yang teronggok di ruang sebelah, namun saya fikir kalimat begini mudahnya aza kok harus lihat kamus, lagian ini secara pribadi sebuah tes dari Tuhan untuk menegur bashwa saya sangat jarang berinfak hingga persamaan tidak pelit saja harus kelu di lidah.

Bodohnya saya, ternyata tidak pelit itu adalah pemurah,. Kenapa tidak bisa menjawab bahwa orang yang tidak pelit maka sifat yang dia miliki adalah pemurah. Bodoh sekali memang, karena saya mengetahui jawaban itu justru dari seorang teman yang ada di Singapura sana. Lucunya, ketika kuliah di ITB teman saya itu mendapatkan C untuk mata kuliah Bahasa Indonesia. Yah, karena berhasil melepaskan saya dari rasa penasaran maka dia saya anugerahkan nilai A Honora Causa.

Lalu, Tebet (sebuah daerah di Jakarta Selatan) bila dibaca dari belakang maka akan tetap terbaca Tebet, begitu juga dengan Katak dan Ketek (bagian tubuh manusia yang akhir-akhir ini ramai diiklankan sebuah produk kosmetik), Kayak (semacam perahu kano), dan... Kasur Rusak. Ah, jiwa semut ini ternyata masih belum mau pergi dari dalam diri saya, menjelaskan kenapa tiba-tiba Tebet muncul dalam kepala. Namun, ternyata apa yang saya fikirkan bukan sebatas semut rumahan semata, karena sebelum saya sudah ada orang iseng yang memikirkan hal tersebut lalu menamakannya sebagai sebuah fenomena yang disebut sebagai Palindrom.

Palindrom sebenarnya adalah sebuah istilah yang sudah ada sejak zaman kekaisaran Yunani masih berjaya dulu. Palindrom memiliki arti sebuah kata, kalimat atau huruf yang bila dibaca dari depan ataupun belakang tetap memiliki arti yang saya, misalnya sebauh nama daerah di Jakarta Selatan itu tadi. Kata Palindrom sendiri juga berasal dari bahasa Yunani, Palin dan Dromos.

Penyusunan Palindrom dalam kata, tidak musti te[pat sama persis, penyesuaian huruf diperbolehkan demi menemukan arti yang sama bila di baca dari belakang coba perhatikan kalimat ini lalu baca dari belakang "Was it a cat I saw?" atau "Ten animals I slam in a net".

Bagaimana, apakah anda memiliki contoh kalimat Polindrom? Saya tunggu ya

0 Comments:

Post a Comment

<< Home