Lúnasa 10, 2005

This Broken Wings




Beberapa waktu lalu dalam sebuah milis pustakawan, yang isinya kebanyakan lulusan jurusan ilmu perpustakaan baik yang bekerja sebagai pustakawan atau lainnya terdapat sebuah topik yang cukup menarik terlontar dari seorang adik kelas. Dia bertanya-tanya ketika melihat seorang bapak dengan kursi roda yang hendak mengunjungi sebuah perpustakaan yang ternama di Jakarta terhalang fasilitas yang tidak membuatnya mungkin menuju lokasi perpustakaan yang terletak di lantai atas, apakah ada perpustakaan di Jakarta ini yang memiliki fasilitas untuk orang-orang cacat?

Perpustakaan yang notabene tidak hanya ditujukan bagi manusia yang memiliki anggota tubuh yang berfungsi normal tentunya juga menyertakan sarana bagi penyandang cacat untuk mengaksesnya, itu idealnya. Namun nyatanya sampai detik ini masih sangat jarang saya yang bekerja di bidang perpustakaan mendengar ada sebuah gedung perpustakaan yang memiliki, misalnya, trotoar khusus pemakai kursi roda.

Itu baru fasilitas gedung belum lagi bila kita menengok lebih dalam lagi di mana sangat jarang, bahkan mungkin tidak ada koleksi perpustakaan yang menggunakan huruf braile untuk orang buta membacanya.

Sebenarnya bila anda lantas menyalahkan perpustakaan sebagai sebuah lembaga yang tidak perhatian dan pilih kasih saya tidak setuju juga. Mengapa begitu? Karena apa yang terjadi pada kasus di atas juga terjadi pada kebanyakan gedung-gedung di seluruh Indonesia bahkan untuk fasilitas umum sekalipun.

Bisa dihitung gedung-gedung pencakar langit di Jakarta yang menyediakan parkir atau lift khusus untuk penyandang cacat. Bisa juga di kira-kira mana trotar jalan juga di Jakarta yang memiliki area aman bagi mereka yang menggunakan tongkat sebagai penunjuk jalan, misalnya. Tidak usah untuk orang cacat, yang namanya trotar bahkan untuk orang normalpun sering kali tidak nyaman untuk digunakan, kalah dengan motor atau pedagang kaki lima.

Kembali ke masalah perpustakaan, sebelum membangun sebuah gedung perpustakaan adalah saat yang tepat bila ingin menyediakan sarana yang sifatnya memfasilitasi para penyandang cacat. Blue print sebuah gedung perpustakaan yang baik tentunya bila para konsultan perpustakaan juga diikut sertakan untuk membahasnya. Namun bila tidak ada konsultan saya rasa tentunya para arsitektur sudah memahami bahwa perpustakaan tidak hanya diperlukan oleh orang-orang yang normal saja.

Tentu anda akan berkata pada saya, bahwa tergantung peruntukannya Man. Kalau memang perpustakaan itu misalnya berada di sekolah yang muridnya memang kebanyakan cacat seperti Sekolah Luar Biasa maka harus memang yang namanya lift, trotoar, pintu masuk bahkan meja dan kursi bacanya dirancang khusus untuk mereka.

Yah, anda benar sekali namun yang saya bicarakan di sini adalah perpustakaan secara umum. Sebenarnya tidak usah perpustakaan umum perpustakaan perguruan tinggipun pasti memiliki mahasiswanya yang cacat. Mereka juga membayar uang kuliah persemester sama dengan mahasiswa normal lainnya, atau bila bicara tentang perpustakaan umum maka masyarakat sekitar perpustakaan itu berada juga membayar pajak sama dengan anggota masyarakat yang normal. Jadi apa yang membuat mereka harus dibedakan dalam memakai fasilitas perpustakaan?

Permasalahan yang rumit memang bila mengingat tidak hanya sebuah gedung perpustakaan, namun bahkan untuk kelas sekaliber kota Jakarta yang katanya metropolitanpun perencanaan tata kota tidak seindah teorinya. Anda tentu pernah mengalami kemacetan yang luar biasa akibat PLN sedang menggali lubang di pinggir jalan, lalu beberapa bukan kemudian mengalami hal yang namun kali ini bukan PLN tapi giliran Telkom yang menggali di sisi jalan yang sama.

Tata kota yang amburadul, gedung perpustakaan tanpa perencanaan yang matang sebenarnya cerminan apa sedang terjadi pada birokrasi kita. Begitu semrawutnya, bahkan mengurai benang wolpun mungkin kalah ribetnya. Padahal keruwetan yang demikian kata orang makin membuka peluang bagi para koruptor untuk beraksi...yah itulah, sepertinya kita sulit untuk belajar terlalu banyak kepentingan di sana.

Di luar negeri pelayanan untuk orang cacat dan manula menjadi perhatian khusus pemda setempat berikut yang saya kutip dari sebuah situs pemerintahan daerah di Australia sana.

Kotapraja City of Melbourne menyediakan sejumlah Pelayanan bagi Orang yang Tua dan Orang Cacat yang menjadi penduduk Kotapraja City of Melbourne

City of Melbourne menyediakan bantuan perawatan di rumah dan di luar, kesempatan-kesempatan rekreasi, dan pendidikan di Perpustakaan-perpustakaan, Rumah-rumah Pertemuan atau Community Centres dan rumah-rumah pertemuan warga berusia lanjut atau Senior Citizens Centres

Anda berhak menggunakan pelayanan ini jika anda sakit-sakitan atau berusia lanjut; cacat sedang atau cacat berat; jika anda orang muda yang cacat, atau menderita cacat atau penyakit yang sudah lama

Untuk mengetahui apakah anda berhak memperoleh pelayanan bagi Orang yang Tua dan Orang Cacat, suatu penilaian akan dilakukan oleh seorang anggota tim City of Melbourne. Lebih Lebih lengkapnya bisa klik di sini

Bicara soal belajar memang hobinya orang Indonesia sepertinya belajar dengan cara yang keras. Untuk mewajibkan bus-bus umum menyediakan pintu darurat misalnya harus beberapa orang meninggal karena terkurung dalam bis yang terbakar namun tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak tersedia pintu darurat. Untuk ribut-ribut soal pintu kereta api yang tidak memadai cukup beberapa bus, dan mobil dengan lima atau enam orang bahkan lebih yang ikut menjadi korban tabrakan maut kereta api akibat tak ada pintu pengaman.

Jadi gampangnya mungkin, ini hanya mungkin loh ya, ada gitu beberapa penyangdang cacat yang dapat dengan sukarela mengorbankan dirinya karena fasilitas untuk mereka yang tidak memadai. Paling tidak setelah anda melakukan tindakan seperti itu pihak yang memang berwenang akan lebih perhatian dan menyediakan apa yang selama ini anda impi-impikan. Bukan hanya di perpustakaan mungkin juga nantinya trotoar akan lebih nyaman, dan buat anda orang cacat yang dapat mengendarai mobil bisa memarkirkan kendaraan anda di tempat yang lebih pantas. Tidak mengada-ada bukan cara itu? Mengingat sulitnya mendapatkan perhatian.

Pict from Corbis

0 Comments:

Post a Comment

<< Home