Memerdekakan Buku
Halo, sedang apa anda sekarang? tidur-tidurankah atau sedang menyaksikan liukan tubuh penyanyi dangdut pada kotak kecil di rumah yang anda sebut televisi? ...ahh jangan-jangan anda sedang melamun saja entah sedang memikirkan apa? Pendidikan anakkah? Atau mungkin soal bensin yang katanya akan naik lagi paling lambat Januari 2006 nanti.
Sepertinya, mungkin, malam ini tidak akan berbeda dengan malam-malam lainnya yang berlalu begitu saja tanpa sebuah arti. Tahukan, besok Indonesia merayakan kemerdekaannya loh...ya itu loh, tanggal 17 setiap Bulan Agustus. Pastinya anda sudah tahu itu karena beberapa saat lagi anda bersama beberapa tetangga akan mengikuti lomba memasak nasi goreng bapak-bapak di kampung. Dan anda ibu-ibu, pasti sedang sibuk menyiapkan tumpeng untuk sukuran Dirgahayu HUT RI ke-60. Tampaknya malam ini akan sedikit berbeda dari malam-malam lainnya karena malam ini malam kemerdekaan.
Bahkan para separatis di ujung barat Indonesia sanapun berbahagia karena sejak kemarin perjanjian damai dengan pemerintah telah ditandatangani. Artinya, tidak ada lagi hari-hari dihabiskan dalam hutan yang penuh dengan nyamuk, bahkan rasa was-was akan sewaktu-waktu diserang oleh TNI. Bagaimana tidak, bahkan anda mendapatkan tanah seluas dua hektar dan otonomi khusus yang banyak diprotes banyak pihak karena seakan anda mendirikan negara dalam negara. Tapi intinyakan anda telah bebas dari rasa takut dan masa depan InsyaAllah lebih baik, itu artinya anda telah merdeka.
Namun, lihat lagi sekeliling lalu perhatikan apakah merdeka kita seluruhnya? Ya ya ya... banyak sekali yang akan bilang belum. Karena setelah 60 tahun toh kemiskinan masih merajalela, yang lemah masih tertindas dan yang terzolimi tidak bisa berbuat apa-apa selain untuk dizolimi lagi. Kalau itu, saya sudah tahu karena mengutip kata seorang teman dalam menyikapi kemerdekaan kita baru bisa merasa bahagia namun belum bisa bersyukur.
Kemerdekaan yang sekarang kita rasakan masih jadi sebuah fenomena untuk merayakan kegembiraan, yah itu tadi dengan lomba masak nasi goreng, tumpeng, panjat pinang, makan krupuk dan lainnya yang bersifat hura-hura atau semi hura-hura. Besok lusa tanggal 18 atau mungkin bisalah sampai tanggal 19, yang miskin masih miskin dan yang korupsi bolehlah melanjutkan kegiatannya...hanya batu yang peduli.
Bukan saja saya tahu mungkin ratusan juta Orang Indonesia juga sudah mahfum, kemerdekaan masih sebatas perayaan saja. Tetapi ada sebuah atau sesuatu tepatnya yang anda tidak tahu. Apa itu? ..buku jawabnya, dan tertawalah 180 juta orang kurang dua persen di depan saya. (dua persen adalah perkiraan orang yang dapat mengecap pendidikan "layak" di Indonesia, mungkin saja berkurang setelah biaya pendidikan yang akhir-akhir ini semakin mahal saja).
Tahukah anda, seseorang pernah berkata apa yang lebih buruk daripada membakar buku? Tidak membaca buku jawabnya. Buku tadinya adalah lembaran-lembaran kertas kosong sebelum akhirnya sampai di depan anda. Dan lembaran-lembaran kosong itu asalnya dari ramuan yang diambil dari hutan-hutan di Kalimantan, Irian Jaya (Papua) serta Sumatra.
Bahkan sebelum menjadi kertas putih bersih untuk seseorang menuliskan ide-ide di atasnya benda satu itu sudah menjadi masalah nasional bahkan regional. Pembabatan dan pembakaran hutan yang asapnya sampai menyelimuti Kuala Lumpur sampai masalah pertikaian antara pemegang HPH (Hak Pengelolaan Hutan) dan para penduduk lokal yang merasa lebih berhak.
Penduduk Malaysia khususnya Kuala Lumpur merasa jengkel bahkan menuduh pemerintah Indonesia tidak becus mengurusi soal kebakaran hutan di Sumatra yang mencapai ratusan titik bahkan mereka dengan sukarela mengirimkan pasukan Bomba untuk membantu memadamkan api di sana. Tapi, yang mereka tidak tahu bahwa sebagian biang keladi pembakaran hutan di sana adalah pemegang HPH yang berasal dari Malaysia, setidaknya detik.com mencatat delapan perusahaan asal Malaysia sebagai biang keladi pembakaran hutan di Sumatera tersebut. Sekarang sebenarnya siapa yang harus merasa jengkel, Siti Nurhaliza atau saya?
Menjadi bahan dasar kertas ternyata tidak sesederhana zaman dahulu yang bisa saja membuatnya dari daun lontar atau merang dan diolah di dapur sendiri. Kertas memiliki potensi yang sangat besar, ekonomi tentunya termasuk di dalamnya karena bila tidak tentunya tidak ada itu yang namanya pabrik kertas...ada karena memang berpotensi meraup untung dari kertas bukan.
Bila anda seorang pemimpin yang semena-mena dan tiba-tiba ratusan ribu massa berdiri di depan istana dengan ekspresi muka yang emosional dengan berbagai tanda dengan tulisan-tulisan yang menentang kebijakan dan bahkan memaksa anda turun jabatan maka anda boleh menuduh kertas sebagai kambing hitamnya. Bahkan bila anda masih berkesempatan berkuasa, dan ingin kekuasaan yang anda pegang langgeng maka laranglah yang namanya kertas untuk diproduksi.
Karena kertaslah media pembaharu itu, demikian hebatnya bahkan jutaan orang memilih untuk tidak mempercayai tuhan, dan jutaan lainnya mempercayai ras mereka lebih unggul dari ras bangsa manapun di muka bumi ini. Lucunya, di atas kertas pula seorang negarawan bernama Machieveli kekuasaan dapat dipertahankan dengan cara apapun bahkan dengan membunuh.
Kertas-kertas yang tadinya hanya berupa bagian pohon-pohon di hutan tidak perlu banyak usaha untuk menjadikan benda satu itu sebagai senjata, hanya kombinasi kepala dan tinta maka jadilah. Hanya kumpulan huruf-huruf hingga menjadi kalimat, kumpulan-kumpulan kalimat hingga menjadi sebuah paragraf dan kumpulannya menjadi ber bab-bab dan akhirnya terbentuklah sebuah buku. Buku-buku yang tidak jarang mencerahkan banyak orang dan menyadarkan mereka untuk bergerak demi kebenaran, walau kadang tidak selalu benar.
Begitulah, bagaimana sebuah buku akhirnya sampai di depan anda sebenarnya adalah usaha seseorang untuk membeberkan ide-ide mereka kepada anda. Baik itu benar, jujur, idealis, menyuruh atas kebenaran atau bahkan mengajari anda untuk membuat bom. Intinya mereka ingin tahu apa yang ada di kepala mereka dan untuk anda pelajari dan nilai kembali, mereka bahkan memberikan argumentasi-argumentasi yang menguatkan pendapat dalam bukunya. Tentunya, bila anda melihat buku lainnya yang bertentangan maka anda juga akan menemukan argumentasi yang melawan fakta buku pertama.
Maka merdekakanlah buku-buku di rumah anda dengan membacanya, pelajari dan telaah serta debatlah bila memang tidak sesuai dengan idealisme atau prinsip yang anda pegang, bagus-bagus bila anda berhasil menuangkakan ide-ide baru dan menjadikannya buku.
Selamat hari kemerdekaan.
Tentang
8 pemegang HPH asal Malaysia
foto dari Corbis
0 Comments:
Post a Comment
<< Home