The OPL is in the house
Saya mahfum bahwa pengunjung blog saya adalah kebanyakan orang-orang yang kurang faham akan dunia perpustakaan, termasuk anda juga mungkin. Banyak dari teman-teman (sebaiknya saya sebut anda teman ya) yang mengetahui bahwa pustakawan adalah orang yang bekerja di perpustakaan, namun sedikit yang tahu bahwa tidak semua orang yang bekerja pada perpustakaan disebut pustakawan. Untuk menjadi pustakawan diperlukan pendidikan tertentu di Indonesia saja program keilmuwan perpustakaan sudah mencapai tingkat master, artinya anda dapat menjadi pustakawan dengan menyandang gelar master.
Masih ada hubunganyya dengan pustakawan saya juga bisa menebak bahwa kebanyakan dari pengunjung blog saya menyangka bahwa bekerja pustakawan selalu bekerja ramai-ramai masing-masing dengan tugasnya sendiri dalam gedung yang cukup besar dan koleksi buku yang cukup banyak. Namun nyatanya, tidak semua pustakawan selalu bekerja ramai-ramai ada juga pustakawan pustakawan yang bekerja single dengan koleksi yang terbatas namun dengan spesialisasi yang dituntut lebih dalam daripada pustakawan pada umumnya....mereka lebih dikenal dengan OPL atau One Person Libratran.
OPL dituntut memiliki keahilan yang dalam tentang dunia perpustakaan dengan tambahan ilmu lainnya yang menunjang pekerjaannya, biasanya mereka bekerja pada perusahaan swasta. Sebut saja LSM, Lawfirm bahkan perpustakaan penerbitan majalah. Mereka selain mengelola perpustakaan dengan modal ilmu selama duduk di bangku kuliah juga harus lihai mencari data-data misalnya draft peraturan pajak terbaru yang belum di publish ke publik, biodata selebritis atau penyanyi tertentu bahkan kadang menjadi penterjemah.
Teman saya Wiwit Siswarini adalah salahsatunya dia bekerja pada sebuah LSM di bilangan Mampang Jakarta Selatan menanganai sebuah perpustakaan yang dari bentuk fisiknya tidak bisa memuat lebih dari dua meja baca ukuran sedang. Namun jangan kira Wiwit kekurangan pekerjaan karena tanggung jawab yang dibebaninya melebihi pustakawan pada perpustakaan konvensional. Terakhir saya ke sana saja dia sedang disibukkan mencari ide untuk logo LSMnya yang akan digunakan dalam sebuah konvrensi. termasuk juga di dalamnya mengatur profile LSM tempat dia bekerja untuk di masukkan dalam sebuah CDROM.
Lalu, apakah Wiwit melupakan tugas utamanya sebagai pustakawati? ternyata tidak karena setelah mengejakan ini dan itu wiwit harus mengejar target menyusun koleksi perpustakaannya serta mengatur budget pembelian utnuk menambah khasanah judul-judul yang dimiliki LSM tersebut.
Menjadi OPL memang cukup berat karena dituntut melebihi teman seprofesi pada umumnya, namun kadang bekerja dengan tanggung jawab seperti OPL dicemburui oleh kebanyakan pustakawan, kenapa? karena selain tanggung jawab yang lebih variatif dan artinya ini bisa meminilisasi kebosanan/kejenuhan juga sering kali bekerja dalam sektor OPL mendapatkan reward yang juga lebih dari cukup...biasanya ini loh.
Teman saya Nova Andria, dengan tinggi tubuh nyaris 200 cm, bekerja pada sebuah majalah life style juga di Jakarta. Telah menjadi OPL hampir lebih dari satu tahun sekarang, dan sedang menyelesaikan masternya dalam bidang komunikasi di UI Salemba. sering kali dituntut untuk "jago" menterjemahkan pelbagai artikel dalam bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia untuk membantu tugas redaksional majalah tersebut. Berbeda dengan Wiwit yang sudah memiliki satu anak, Nova sampai detik ini masih lajang walau menurutnya sudah menemukan Nona Sempurna untuk mendampinginya....yaaah buruan deh Nop :)
Kantor Nova membuat saya ngiri, terutama desain ruangan kantornya yang luar biasa nyaman. bayangkan sebelum masuk ke dalam perpustakaan anda disajikan hamparan rumput yang hijau dan sambil menunggu sang mpu perpustakaan keluar saya menunggunya di bawah gazebo. Begitu masukpun pemandangan yang dihadrikan tidak kalah serunya, di bawah jendela perpustakaan terdapat kolam renang dengan rerumputan hijau di sekelilingnya dan beberapa pohon pinus...persis disain sebuah villa.....siapa yang sangka bahwa kantornya terletak di Jakarta.
Beberapa waktu lalu Nova disibukkan dengan manajemen database foto, yang sepertinya ketika saya maen ke sana hal itu sudah beres. Saat ini sepertinya dia harus bekerja keras untuk melengkapi buku dan majalah untuk mengisi rak-rak perpustakaannya yang sepertinya sedikit melompong. Ditambah lagi Nova harus menjaga koleksi perpustakaannya agar tidak "nyelip" di meja staff lainnya, maklum aza karena sangat dekatnya hubungan antar staff maka koleksi perpustakaan sering kali dianggap punya sendiri. "Yah, memang kadang untuk menyadarkan staff dalam ber etiket meminjam buku saja sulit, bahkan untuk menuliskan di buku peminjaman" begitu aku Nova.
OPL atau bukan OPL memang sarat dengan masalahnya baik juga sisi positip dan negatifnya. Tentunya bukan hanya pustakawan bahkan berbagai profesi lainpun pasti juga dihadapi dengan masalah-masalahnya sendiri.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home