Mengakali Sang Maut
"Seorang sahabat saya , sebelum 2 jam meninggal sempat mengirimkan e-mail kepada kawannya. Isi e-mail tersebut : "Saya ingin meninggal secara khusnul khotimah." Demikian ia menuliskannya. Tak berapa lama kemudian-setelah menunaikan shalat Dzuhur—ia merasa nyeri dada. Ia tidak mengaduh, dan tidak juga sedikitpun mengeluh. Ia justru memperbaharui wudhu, lalu Ia shalat sunnah 2 rakaat, lalu berzikir. Iapun ambruk. Namun, bibirnya tak pernah berhenti berzikir hingga malaikat datang menjemput ruh-nya (Zaim Uchrowi, Republika, Suplemen Dialog Jumat, 24 September 2004. Halaman 14)
Kadang yang namanya kematian begitu indah, apalagi bila tidak sengaja membaca sepenggal paragraf di atas. Namun sering kali sebuah kata yang terdiri dari hanya 4 huruf untuk kata dasarnya (MATI) dan delapan huruf bila di sisipi imbuhan (KEMATIAN) banyak ditakuti oleh hampir mayoritas manusia yang hidup.
Ketakutan akan kematian berakar akan dua hal, yaitu ketakuan yang ditimbulkan oleh kecintaanya pada dunia hingga akhirnya takut mati dan kematian karena di bayang-bayangi bahwasannya manusia tersebut masih sangat kurang amalnya untuk modal menghindari siksa dan azab Allah kelak. Dua hal yang pada akhirnya menghasilkan reaksi yang berbeda bagi tiap orang untuk menghadapi kematian.
Bagaimana sih sebenarnya dua reaksi pertama dari orang-orang yang cenderung sangat mencintai dunia ketika menyikapi kematian. Bolehlah saya ambil sedikit dari sebuah puisi dari karya Chairil Anwar, begini katanya "Aku binatang jalang, dari kumpulannya terbuang dan aku ingin hidup 1000 tahun lagi". Paling tidak begitulah pada umumnya, kalau bisa bagi mereka yang menyukai hal-hal keduniaan pasti ingin sekali tidak bertemu dengan malaikat maut dengan cara apapun.
Padahal, seperti yang diingatkan Allah SWT yang namanya mahluk berjiwa pasti mati karena tidak ada yang abadi, termasuk manusia dan hewan : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan (QS 21: 35).
Bagi mereka penggemar berats duniawai kematian hanyalah sebuah proses alami yang sering dialami pada umumnya manusia, seperti sakit pilek atau luka bila tesandung batu tajam. Dan karena hanya merupakan proses alami maka kematian dapat dengan sangat mungkin untuk dihindari atau diobati. Berbagai cara dilakukan manusia-manusia model begitu untuik mengakali kematian dengan ilmu, sains dan teknologi yang mereka miliki.
Pertanyaannya adalah, apakah manusia dapat hidup selamanya dan tetap fit? Sepanjang yang saya tahu selama ini masih belum ada orang yang dapat hidup melebihi usia 150 tahun, bilapun ada maka sangat sedikit dan dengan kondisi fisik yang sangat lemah...namanya juga udeh tua. Berbeda dengan kaum nabii-nabi sebelum Rasulullah, banyak yang kaummnya melebih angka 500 tahun, Nabi Nuh saja berdakwah untuk kaummnya sekitar 950 tahun.
Saat ini bagi orang-orang kaya (kebanyakan org kaya yang tinggal di LN) berani membayar mahal untuk menjalani proses "mengakali kematian". Jadi tubuh mereka setelah mati diletakkan dalam tabung dengan subu di bawah nol derajat hingga proses pembusukan tidak terjadi. Mereka berharap bahwa beberapa abad mendatang apabila ditemukan teknologi untuk menghindari kematian tubuh mereka dapat di hidupkan kembali.
Tidak hanya menyentuh dunia ilmu pengetahuan, keinginan manusia untuk menghindari kematian juga terdapat dalam karya-karya fiksi. Masih ingat dengan novel fiksi ilmiah "The Time Machine" karya Herbert George Wells atau dikenal dengan HG Wells saja, dimana tokoh utamanya menciptakan sebuah mesin waktu yang memungkinkan dia kembali ke masa lalu hanya untuk mencegah kejadian yang memicu kematian isterinya.
Ok, balik lagi ke masalah perkembangan ilmu pengetahuan untuk mencegah kematian seseorang, beberapa teknologi saat ini diharapkan dapat menjadi tumpuan bagi mereka yang ingin hidup lebih lama dari kebanyakan manusia. Sebut saja bioteknologi dengan cabang-cabangnya yang antara lain "Artificial & Replacement Organs & Tissues" saat ini jantung buatan dan transplatasi kulit telah menjadi pembicaraan umum. Diantara yang paling menghebohkan pada akhir abad dua puluh kemarin adalah teknologi "Therapeutic Cloning" dengan eksperimen kloning paling terkenal seekor domba yang diberi nama Dolly.
Bukannya saya tidak setuju dengan perkembangan teknologi yang demikian banyak sekali hal-hal sangat bermanfaat dipetik dari kemajuan itu, namun saya merasa salah kaprah bila banyak orang menyangka pada akhirnya nanti manusia dapat hidup selamanya. Sama dengan pendapat bahwa kiamat mungkin saja nanti dapat dihindari karena mungkin teknologi yang dikuasai manusia saat kejadian itu sudah sangat maju, dan dapat mencegah kiamat....naudzubillah.
Jadi bagaimana anda menyikapi kematian? Sepertinya tinggal bagaimana anda menyiapkan diri anda saja. karena bila saat itu tiba bukan lagi fisik ini yang menjadi objek, namun dimensi non duniawi yang dikenal dengan jiwa ini lah yang akan terus 'hidup'.....tentunya dengan membawa konsekuensi selama di dunia.
FOTO dr CORBIS
0 Comments:
Post a Comment
<< Home