Bealtaine 02, 2006

Neng Stasiun Balapan Rasane Kaya Wong Kelangan...




Saya tidak pernah tahu bagaimana sebenarnya tentang detilnya jenis musik satu ini. Bila ada yang bertanya mungkin saya akan jawab sekenanya bahwa musik tersebut campuran dangdut, gamelan dan keroncong, betul? Bagaimana musik jenis ini merasuki masyarakat Jawa modern hingga bila kita datang pada pesta pernikahan di Daerah Jawa Tengah dan Timur maka campur sari banyak diputar. Kadang dalam kota-kota besar semacam Jakarta-pun yang mana penduduknya heterogen, para "To" (bukankah kebanyakan Pria Jawa berakhiran "To" di belakang namanya?) ketika ada hajatan sering juga memutar atau nanggap grup-grup campur sari.

Pertama kali saya mendengar tentang campur sari adalah ketika Didi Kempot mempopulerkannya di televisi-televisi nasional, bahkan kabarnya juga terkenal sampai dengan Suriname, dengan lagunya yang berjudul "Stasiun Balapan". Lalu kebersamaan saya dengan campur sari walau tidak bisa dibilangs ebagai penggemar beratnya berlanjut ketika justru kenalan saya Seorang dosen IPB yang sedang mengambil gelar doktor di Jepang kerap kali mengirimkan saya lagu-lagu campur sari salah satu di antaranya adalah lantunan Manthou's, Nyidam Sari.

Apa yang membuat saya tertarik dengan campur sari? Saya rasa adalah gayanya yang lebih santai bahkan cenderung melangkonis yang terakhir itu mah biasa pada lagu-lagu Indonesia bukan? Namun kenapa tidak? Beberapa lagu campur sari yang terkenal pasti berdasarkan kisah-kisah asmara, namun yang membedakannya adalah, lucunya, justru di sini pihak yang menderita adalah sang pria. Berbeda bukan dengan lagu-lagu yang dulu pernah dilarang pas zaman Suharto karena dianggap terlalu cengeng, karya-karya semacam Pance Ponda'ah atau Rinto Harahap. Lihat saja semisal Stasiun Balapan dan yang paling saya suka, Minggat (Sri). Kedua-duanya menggambarkan pria yang ditinggal pasangannya....ahhh kasian deh lu, ditinggal jadi TKI mungkin.

Syair-syair lagu campur sari juga tidak perlu serumit bait-bait puisi cinta yang penuh dengan pesan filsafat di dalamnya. Dalam lagu Minggat(Sri) Si Suami, walau dalam lagu itu tidak ada kata yang tersirat bahwa mereka suami isteri namun saya berasumsi bahwa kisah mereka adalah sebagai sepasang suami isteri. Oh ya, Si Suami ditinggal isterinya yang sampai lagu itu selesai tidak tahu rimbanya di mana, padahal sebelumnya Si Isteri hanya minta izin untuk membeli terasi di pasar tapi kok tidak balik-balik.

Baiknya bagaimana mendengar lagu-lagu campur sari? Seoarang teman yang Asli Jawa Tengah pernah menuduh saya sedang leyeh-leyeh ketika terdengar salah satu lagu campur sari dari PC saya. Padahal jelas-jelas saat itu sedang jam kerja, dan saya memang sedang bekerja. Jadi, apakah campur sari identik dengan leyeh leyeh? Duduk sante sambil nyeruput kopi dan memperhatikan burung perkutut ? Saya rasa sama seperti lagu-lagu lain ada saatnya bisa dinikmati dalam waktu-waktui khusus, dalam hal ini tentunya leyeh-leyeh. Namun tidak ada salahnya bila memang saya mendengarkan sambil bekerja, toh kalau ada yang ingin mendengarkan stasiun balapan sambil baca buku di perpustakaan juga bukan masalah buat saya :).

Ahh... saya lantas teringat isteri yang sedang berada beberapa ratus kilometer jauhnya dari Kalimalang* saat lamat-lamat dari speaker PC terdengar campur sari....

Sri, kapan kowe bali
Kowe lungo ora pamit aku
Jarene ning pasar, pamit tuku trasi
Nganti saiki kowe durung bali

Sri, opo kowe lali
Janjine sehidup semati
Aku ora nyono kowe arep lungo
Loro atiku, atiku loro

Ndang balio Sri
Ndang balio...
Aku loro mikir kowe ono ning endi

Ndang balio Sri
Ndang balio...
Tego temen kowe minggat ninggalne aku

Yen pancene Sri
Kowe eling aku
Ndang balio
Aku kangen setengah mati

Sri, kapan kowe bali
Kowe lungo ora pamit aku
Jarene ning pasar, pamit tuku trasi
Nganti saiki kowe durung bali


*bukan....isteri saya tidak minggat, hanya proyek kok

0 Comments:

Post a Comment

<< Home