Hom pim pah...!!
Hom pim pah alaium ...gambreng!! (pada kondisi tertentu, beberapa orang akan menyambung kalimat itu dengan..."Unyil kucing!!")
Lalu tangan-tangan akan menentukan tujuan mereka
Ya, begitu yang biasa dilakukan anak-anak kecil bila ingin mengundi dalam permainan mereka. Siapa yang berbeda sisi tangannya , tergantung perjanjian awalnya, maka si pemilik tangan tersebut entah sebagai pemenang atau yang kalah. Tidak hanya gambreng, beberapa cara menetukan sebuah keputusan dalam permainan juga dapat dilakukan dengan suit baik ala metal (jempol, kelingking dan jari telunjuk) atau juga suit ala cina (batu, kertas dan gunting). Selain dua itu ada juga gambreng ala "cang kacang panjang yang panjang jaga".
Demokrasi ala gambreng (anggap aja dalam tulisan gambreng mewakili apa yang anak-anak lakukan di atas ya), sederhana namun efektif. Tidak ada yang protes akan hasil dari gambreng tersebut, paling curang-curang dikit beberpa kali terjadi, namun jarang menjadi sebuah persolaan besar...namanya juga anak-anak.
Sayangnya gambreng ala mereka tidak akan bertahan lama semakin bertambah umur maka gambreng menjadi sebuah hal perihal yang rumit bahkan melibatkan banyak pihak sampai dengan presiden kadang juga turun tangan.
Dimulai dari gambreng bersama ratusan anak lainnya dalam memilih sekolah-sekolah favorit, gambreng dengan ribuan orang untuk rebutan lapangan pekerjaan yang sangat terbatas sampai pada akhirnya gambreng dengan ratusan juta penduduk Indonesia untuk menetukan arah perpolitikan bangsa ini. Berbagai kepelikan dari administrasi yang melibatkan uang sampai dengan jutaan rupiah hanya untuk "membeli" bangku sekolahan sampai dengan terancamnya jiwa akibat berpihak pada golongan yang "berbeda".
Saat-saat seperti itu tentunya semua orang yang terlibat akan rindu pada ...
"hom..pim...pah...unyil kucing!!"
Dan...memang saya merindukannya juga. Kadang tanpa melupakan bahwa semua kerepotan dalam menjalani semua itu adalah konsekwensi sebagai bagian dari masyarakat ingin juga ketika menghadapai pilihan-pilihan yang rumit cukup dengan hom pim pah saja dalam penyelesainnya.
Tapi, itulah perjuangan menjalani setiap proses gambreng bahkan sampai ketika nanti sanak-saudara, anak, isteri atau suami menentukan lubang kubur yang mana yang akan ditempati oleh tubuh ini adalah proses yang wajar dan sunnatullah. Termasuk, walaupun tidak diharapkan, adanya tangan-tangan yang mencuri kesempatan dalam kesempitan menggunakan pelbagai akal bulus demi memuluskan tujuan yang ingin dicapai.
Dan memang....saat saat begini (kembali) membuat saya rindu pada
"hom..pim...pah...unyil kucing!!"
Ada tiga hal besar yang perlu menjadi renungan. Satu, bisa jadi saya kurang kuat berusaha, kurang tekun menjalani, kurang sabar melewati tantangan, mudah capek, mudah ngambek, mudah patah arang. Padahal mungkin saja usaha saya belum ada apa-apanya dibanding mereka yang berhasil meraih impiannya
Kedua, bisa jadi impian saya terlalu tinggi sementara modal dan pemahaman terhadap impian sangat pas-pasan, tidak sesuai dengan kapasitas. Bermodal semangat saja tidaklah cukup untuk meraih mimpi. Alih-alih dapat merealisasikan impian, semangat yang terlalu besar menjadikan kita ambisius karena terobsesi kemudian stress.
Ketiga, takdir. Apa yang saya impikan adalah apa yang saya ketahui baik untuk saya pada waktu itu, menurut batas pengetahuan dan paradigma saya. Namun, semestinya saya menyadari, Allah lebih mengetahui apa yang baik untuk saya dan apa yang tidak. Allah telah menetapkan sesuatu bagi hamba-Nya sesuai ukuran dan kapasitas. Kita hanya diperintahkan berusaha semaksimal mungkin. Usaha itu tidak sia-sia , karena ia akan dinilai sebagai amal meskipun kita tidak memperoleh hasil dari usaha itu.
Saat membaca tulisan tentang mimpi, impian dan usaha di atas yang dituangkan Azimah Rahayu dalam bukunya Pagi Ini Aku Cantik Sekal. Lagi, saya menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya bersama beban yang terasa lepas.
Sekali lagi, Allah telah mengingatkan saya untuk berdamai dengan takdir dan menerima apa yang telah diterapkan oleh-Nya. Saya mungkin tidak tahu, atau memang sudah tahu namun tidak pernah menyadarinya. Saat ini adalah saat telah habis semua usaha lalu kewajiban untuk bertawakal segera ditunai.
Kalau sudah begini, maka yang harus dipertanyakan,,, mengapa tidak menggantungkan semua harap kepada-Nya?....karena bahagia, cinta, serta duka-lara...hanyalah bagian dari terminal hidup yang harus kita lalui.(Anis Matta, "Sayap yang Tak Pernah Patah" Tarbawi ed. 91)
Caption!
Anak-anak Taman Kodok
Haura dengan lidahnya
Syamil dan Basmah
0 Comments:
Post a Comment
<< Home