Posesif : Cinta dalam sepotong buku
Posesif atau rasa memiliki yang luar biasa, pada umumnya melanda orang-orang yang sedang jatuh cinta. Entah si pacar yang luar biasa cemburunya bila melihat pasangannya berinteraksi dengan lawan jenis, atau sesuatu yang mengurangi jatah waktunya dengan sang kekasih.
Kalau menengok KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang menjelaskan posesif sebagai bersifat merasa menjadi pemilik dan mempunyai sifat cemburu. Rasanya memang klop sekali bila sifat posesif selalu datang dengan kecemburuan.
Posesif juga terjadi tidak hanya pada sesama manusia, ternyata bahkan lebih banyak pada hal-hal kebendaan misalnya mobil dan motor antik, perhiasan, stereo set dan bahkan komputer serta pernak-perniknya. Rasa memiliki yang berlebihan membuat si pemilik sedikit...eh, sangat protektif akan barang yang dimilikinya. Bila hal itu terjadi pada seseorang maka biasanya si terlindung akan merasa risih dengan perlindungan yang berlebihan tersebut.
Saya rasa yang namanya sifat posesif memang sedikit banyak ada dalam diri seseorang baik tersembunyi atau terang-terangan. Pertanyaanya sekarang adalah, seberapa urgenkah seseorang membawa ke permukaan sifat posesif-nya?
Dalam dunia perbukuan seperti yang anda pernah baca dalam tulisan saya beberapa saat lalu. Ada beberapa penyakit yang merupakan bentuk pengejawantahan sifat posesif ini. Masih ingat dengan bibliomania dan Bibliokleptomania? si "Penyimpan" dan "pencuri" buku? Posesif yang berlebihan pada buku kenyataannya cenderung mencederai buku itu sendiri serta merugikan orang lain. Sejalan dengan mereka keinginan mereka untuk membuat buku menjadi milik sendiri, dengan cara apapun bahkan dengan mencuri atau membunuh sekalipun.
Percayakah anda bila saya beritahu bahwa pada tingkat level tertentu sifat posesif bukuisme ini bisa membuat seseorang rela membunuh? Paling tidak pada abad pertengahan di Benua Eropa sana. Don Vincente seorang mantan biarawan dari Itali untuk sebuah buku terbitan tahun 1482 oleh Lambert Palmart pemilik percetakan pertama di Spanyol berjudul Furs e Ordinations de Valencia tega menghilangkan nyawa orang. Don Vincente ini juga dikenal sebagai orang pertama yang melakukan kejahatan karena buku (bibliokriminal).
Diawali dengan kekalahannya oleh Patrox dan koleganya pada sebuah lelang memperebutkan buku tersebut membuat geram Don Vincente. Kegilaannya untuk memiliki buku yang kabarnya tinggal satu-satunya tersebut membuat dia membakar toko buku Patrox lengkap dengan Patrox di dalamnya...ck ck ck. Belakangan diketahui di Perancis masih tersisa satu buah buku lagi, Don Vincente syock!!! ketika mendengar soal itu di pengadilan.
Ternyata, si Don (mengingatkan saya pada film-film mafioso) tidak berhenti sampai di situ saja, seperti kata pepatah kejahatan yang satu akan mengundang kejahatan laennya, sejak itu terjadi beberapa pembunuhan yang berhubungan dengan buku. Total jenderal bila dijumlah telah terjadi delapan kali pembunuhan saat itu....
Mungkin bila terjadi pada saat ini akan di masukkan ke dalam kasus pembunuhan berseri dengan pola yang berhubungan dengan buku, di antara yang terbunuh memiliki profesi sebagai pendeta, penyair dan anggota dewan kota (saat ini mungkin kita menyebutnya anggota DPRD).
Pendek kata pihak yang berwajib akhirnya bisa membongkar kebusukan di Don dan tentunya dengan serta merta menangkapnya. Di pengadilan Don Vincente ditanya kenapa dia rela membunuh demi buku?
Jawabnya "Manusia cepat atau lambat, toh akan mati juga. Sedangkan buku yang bagus mesti dirawat selamanya".....ck ck ck set dah!.
Sambil mendengarkan lagu Posesif milik Grup Band Naif, saya berfikir apakah saya termasuk orang yang memiliki sifat posesif yang begitu tinggi pada buku? Memang profesi sebagai pustakawan menuntut saya harus 'menjaga' koleksi perpustakaan sebaik mungkin (tanpa harus membunuh tentunya).
Tapi pada kenyataannya, di rumah, saya biasa membaca buku sambil makan, meletakkan buku di mana saja saya mau bahkan di dapur sekalipun. Kadang dengan sengaja melipat lembaran buku sebagai batas bacaan. Bahkan juga tidak ingin memiliki (secara paksa) buku-buku milik tetangga yang tidak saya punya. Sesuatu yang pasti akan saya larang bila melihat pembaca berlaku sama dengan koleksi milik perpustakaan.
Pada kenyataanya menjadi pustakawan kadang tidak harus melulu mencintai buku secara keterlaluan bukan? Sama seperti ketika masyarakat pada umumnya menilai stereo type profesi pustakawan similar dengan si penjaga buku dan kaca mata berminus lebih dari dua di balik meja sirkulasi...padahal bisa saja pustakawan semenarik Tom Cruise dan Mas Nunu, seperti saya misalnya (gedebugh!!! Seseorang baru saja menimpuk saya dengan sebuah mesin giling).
Karena pustakawan juga manusia biasa, ada kalanya kejenuhan akan buku yang digelutinya selama delapan jam sehari melahirkan ke-tidakpeduli-an pada koleksi buku milik pribadi sang Pustakawan...bahkan untuk membaca sebaris saja. Ironis memang, tetapi itulah kenyataanya untuk saya, begitu banyak buku, begitu banyak bahan bacaan, begitu banyak sumber informasi, membuat saya hampir-hampir tidak kuat untuk bertemu dengan you-know-what sekali lagi.
Maaf pembaca, posesif tidak dapat dihubungi untuk saat ini karena tidak aktif atau sedang berada di luar area....
pict from corbis
1 Comments:
nice share
Post a Comment
<< Home