...fokus fokus fokus!!!
"...Semestinya ketika anak-anak didik masuk ke ruang kelas, atau duduk-duduk di tepi danau, atau di rumput, maka si anak dibiarkan untuk menulis tentang capung yang sedang terbang. Dia bisa menulis tentang rumput yang terinjak, kering dan mati. Tentang rambut gurunya yang tergerai panjang, yang mempesonakan dia. Atau menulis ingusnya yang keluar terus sementara ia harus menyelesaikan pekerjaan menulis itu. Tentang kaosnya yang baru, gurunya yang tidak pernah diperhatikan ketika bercerita karena selalu bertele-tele. Dia bisa menulis tentang apa pun, dalam kalimat yang sependek atau sepanjang apa pun. Kalau ini yang kita lakukan di sekolah, betapa dahsyat suasana kepengarangan, dunia penulisan, di tempat kita sekarang. Betapa banyak orang akan bisa jadi penulis." (Eep Saefulloh Fatah saat berdiskusi di Teater Arena, Taman Budaya Solo, 1 Januari 2000)
Berbanding terbalik dengan minggu lalu -saat itu rasa-rasanya saya kesetanan untuk menuangkan apapun yang ada dalam benak saya ke bentuk tulisan, namun awal minggu ini dimulai dengan sebuah kebosanan luar biasa untuk menulis.
Tapi, hey! Bukankah hal di atas sering terjadi? Bahkan pada seorang penulis ternamapun. Kehabisan topik atau tema, mentoknya kata-kata dan blank pikiran saya fikir memang bukan berakhirnya dunia justru katanya itu sebuah tantangan seorang penulis untuk mengatasinya (pertanyaannya sekarang "apakah saya penulis?").
Banyak cara bagi seorang penulis untuk mengembalikan ide-idenya yang mentok. Seorang sahabat dengan isterinya yang juga hobi menulis, bahkan telah menginjak level yang lebih tinggi dengan menerbitkan beberapa buku, sangat anti dengan Televisi. menurut mereka televisi membuat ide-ide bercabang ga karuan akibatnya ya tidak fokus, dan itu berarti tulisannya akan semakin berkembang (ga jelas) ke mana-mana.
Ternyata tidak saja pasangan suami isteri penulis muda itu. Kawan kerja saya yang juga berprofesi sampingan menjadi penulis khusus daerah Banyumas, baru kemarin mulai membaca lagi berita di koran-koran, majalah dan nonton berita di TV. Penyebabnya sebulan kemarin total dia tidak mengikuti berita karena harus menyeleseiakan sebuah tulisan...lagi-lagi karena takut tulisannya bercabang akibat tidak fokus.
Saya tidak tahu apakah bisa seperti itu, saya menulis karena saya suka jadi apakah dibutuhkan sebuah usaha yang begitu keras untuk menuangkan sebuah tulisan?. Saya ingin seperti yang dikatakan Eep Saefulloh Fatah, bebas dalam menulis, apapun itu. Ketika kuliah dulu saya sempat mengikuti sebuah mata kuliah lintas jurusan yaitu "Penulisan Populer" yang diadakan oleh Jurusan Bahasa Inggris. Saat itu sering kali Pak Marahimin, sang dosen, mengkritik tulisan saya yang sarat dengan kesalahan EYD.
Saya merasa, walau pada kenyataannya juga penting, EYD sering kali menghambat dan tidak bisa sepenuhnya mewakii isi hati atau benak saya. Saya ingin menulis sebuah kalimat yang panjaaaang sekali tanpa koma dan titik misalnya, walau menurut kaidah EYD tidak baik, tapi khan menurut kaidah rasa saya sudah tepat. Begitulah, menerangkan mengapa kuliah Penulisan Populer saya hanya dapat B.
O iya, kita lagi bicara fokus menjaga alur penulisan ya!! Begini selain tidak menonton televisi dan media massa (alias mengasingkan diri) sebenarnya ada satu cara yang bisa mmebuat alur cerita fokus dan walau berkembang namun tidak bercabang...yaitu dengan membaca buku di perpustakaan (perputakaan :promotor: sekale ya).
Whoa kenapa membaca? kenapa harus di perpustakaan?...Pertanyaan yang bagus sekali nak! Memang pada intinya ketika menulis katanya harus fokus, jadi di perpustakaan walau banyak sekali sumber bacaan, namun kekuasaan tetap ada ditangan kita. Maksudnya ketika di dalam perpustakaan apa dan bagaiman kita menulis bisa diatur semau-maunya. Ketika butuh data dan pengembangan alur maka tidak perlu jauh-jauh mencari namun apabila memang membutuhkan konsentrasi seratus persen maka anda tidak harus membaca buku khan di perpustakaan (tidur aja boleh). Tapi itu semua kembali ke selera masing-masing dalam membuat tulisan sih.
Soal membaca ini ada catatan khusus yang harus diperhatikan : Sapardi Djoko Damono dalam sebuah tulisan berjudul "Keterampilan Bahasa dan Menulis", yang terkumpul dalam buku Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa Indonesia dan Sastra-Struktur, Humanistik, Komunikatif dan Pragmatik (Editor: Muljanto Sumardi, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1996; 186) menegaskan bahwa membaca tidak lagi sekadar bisa membedakan antara huruf m dan n, dan menulis tidak lagi sekadar bisa membubuhkan titik (.) pada huruf i. Membaca hendaknya mencakup kemampuan yang semakin tinggi untuk memahami dan menghargai berbagai macam karangan. Menulis mencakup kemampuan yang semakin lama semakin unggul untuk menuangkan pikiran dan perasaan secara tertulis.
Sepertinya kali ini cocok sekali untuk dijadikan contoh tulisan yang "bercabang" yah :)
sumber
mata baca
pict from corbis euy
0 Comments:
Post a Comment
<< Home