Cintailah kami wahai pustakawan
"Kemarin saya baru tahu kalau buku di perpustakaan Fakultas Sastra sebagian akan dibuang!!"
"benar benar sinting mereka!!"
Dua kalimat di atas terlontar dari mulut boss saya yang asli Belanda namun sudah lancar berbahasa Indonesia sambil memasang raut muka tidak percaya. Sementara saya sendiri juga memasang muka tidak percaya dan takjub. Bukan karena kasus pembuangan koleksi perpustakaan namun lebih karena saya heran saja, "kok nih org Belanda kaget sih?"...di sini khan dah biasa.
Satu kejadian dua tanggapan, buat saya koleksi perpustakaan yang dibuang atau di lego bahkan di kiloin bukan lagi kejutan besar. Kantor kami, dahulu biasa menyumbangkan koleksi yang telah di pindah-rupakan ke dalam bentuk mikrofilm pada sebuh perpustakaan berskala nasional di bilangan Salemba sana, nggak lama ternyata koleksi yang kami sumbangkan ketahuan dikiloin oleh staff perpustakaannya. Pernah juga sekitar akhir tahun kuliah saya, di Depok sana, perpustakaan fakultas mengadakan book fair yang dagangannya diambil dari milik perpustakaan yang sudah tua dan mungkin jarang diminati mahasiswa. Saya sempet membeli sebuah novel terjemahan seharga empat ribu rupiah,...sampai skrg satu babpun belum selesai *piss*.
Buat boss saya koleksi di perpustakaan adalah nyawa, jadi membuangnya sama saja melepaskan nyawa perpustakaan sedikit demi sedikit. Koleksi buat kita apa artinya? Sebenarnya sama dengan orang-orang asing, kita yakin bahwa koleksi perpustakaan adalah nyawa. Jadi apapun yang terjadi harus dipertahankan...indah bukan?, tetapi yang terjadi adalah seperti cinta bertepuk sebelah tangan, bukan pada koleksi tetapi pada ruang, manajemen organisasi, waktu dan dana.
Berapa perpustakaan di Indonesia yang memiliki keberuntungan seperti ruang yang memadai, dana yang tidak terbatas, manajemen organisasi di atas perustakaan yang mengerti serta waktu luang seluang-luangnya?..sepertinya bahkan di belahan dunia manapun ga ada deh perpustakaan seperti itu. Yah bila nggak ada mendekati juga nggak papa.
Antara skala 1 sampai 10, bila perpustakaan di negara-negar maju mutu perpustakaan meraih point 8 atau mungkin sejelek-jeleknya 6, maka di Indonesia nilai rata-rata untuk perpustakaan umumnya di bawah 5. Kerbatasan dana misalnya, saking seringnya terdengar maka sudah menjadi klasik bahkan mirip dongeng jadi nggak perlu di anggap serius. Masalah dana ini ibarat pangkal dari lingkaran setan, ga ada dana berati ga ada daya untuk merawat koleksi lama atau menambah fasilitas pengawetan koleksi serta penambahan ruangan. Ga ada dana berati ga ada daya untuk membayar upaya ekstra pustakawan untuk lebih profesional.
Jadi apa yang terjadi di atas...satu masalah dua reaksi adalah pernyataan piskologis terbentuk dari dua orang pustakawan dengan latar belakang yang berbeda jauh.....jadi apabila saya ingin bereaksi sama dengan boss saya yang dari Belanda itu maka hanya satu yang mungkin saya lakukan yaitu dengan cinta.
Mencintai koleksi perpustakaan, hingga bila dikiloin rasa-rasanya kok kepingin nangis tapi tak ada daya untuk mencegah. Mencintai koleksi perpustakaan yang bila dibuka habis dimakan rayap hanya bisa tersenyum miris...dan bergumam andai saja kita mempunyai fasilitas lebih :).
Begitulah...cintailai kami para pustakawan karena cinta kalian pada kami adalah sebuah awal
0 Comments:
Post a Comment
<< Home