Aibreán 12, 2004

born to be a stuntman

Percaya atau tidak kebanyakan warga Jakarta di tuntut selain menjadi pekerja keras juga memilki stamina dan keahlian akrobat yang luar biasa. Bayangkan dari sejak duduk di bangku sekolah orang Jakarta telah akrab dengan berbagai aksi menyerempet bahaya bahkan cenderung mempertaruhkan nyawanya. Ingat tidak waktu SMP dulu anti banget naek angkot atau mikrolet, lebih memilih mobil bak terbuka untuk berangkat dan pulang sekolah baik itu mobil bak Kijang, Hi-Ace truk tiga perempat sampe truk semen yang ga ada baknyapun ditebengin.

Caranya simple aja kok sementara mobil atau truk masih berjalan..kejar lalu tomplok, cari pijakan dan naek ke atas bak. Biasanya ritual ini dilakuin ketika arus dalam keadaan sedikit macet hingga mobil atau truk tidak melaju terlalu cepat. Lah bagaimana dong bila sedang tidak macet? biasanya ada aja satu anak yang sok berani berdiir di tengah jalan memberhentikan mobil atau truk yang melaju....ck ck ck.

Kebiasaan membonceng mobil menjadi trend yang berkembang sampai sekitar tahun awal 90-an tidak lagi harus ketika berangkat atau pulang sekolah liburan sekolahpun dilakonin, nggak tanggung-tanggung kali ini sasarannya sampai ke Bandung atau bahkan Jogja. Dengan modal minim berjanji di satu titik dekat jalan raya Propinsi (kalau dari rumah kami berati janjian deket Jl. Raya Bekasi) menebeng truk yang ke arah bandung atau Jogja atau paling tidak ke kota yang paling deket dengan tujuan yang akan disambung dengan truk lain. Selain truk biasanya untuk mencapai tujuan ga segan segan menjadi penumpang gelap kereta api. Seorang temen yang kebetulan kena garuk razia PJKA menolak tawaran untuk membayar tarif karcis yang hanya setengah harga, dia lebih memilih menumpang truk padahal anak orang kaya loh, segitu cintanya ck ck ck.



Tetapi cerita ini tidak berhenti sampai SMA saja, bahkan ketika akal sehat dan logika mengalahkan gejolak muda. Untuk berangkat kerjapun orang Jakarta ternyata diharuskan memiliki keahlian 'menomplok' bila ingin terbawa kendaraan umum pada rush hour, ga peduli bila anda wanita sekalipun. Waktu masih sering naek kereta dulu saya pernah melihat orang ngejar kereja yang sudah bergerak sekitar 50 meter-an, tapi org itu tetap nekat ngejar dan ketika kira2 jarak setengah atau satu metaran dia loncat dan nomplok tuh gerbong terkahir, kalau nggak dipegangin sama penumpang lainnya saya ga tau deh gimana akhir cerita ini.

Mungkin sutradara Hollywood musti ke Jakarta, tepatnya ke st. kereta listrik seputar jabotabek untuk melihat nekatnya kami demi sesuap nasi, dari yang nomplok kereta yang sudah berjalan sampai yang numpang di atas gerbong, bagaimana kalau di bayar lebih yah? Saya rasa nomplok pesawat ulang alikpun dilakonin abis. Hanya saja ga tau deh bisa ga kita beraksi di depan kamera khan rata2 orang kita pemalu looooh.

Btw sudah pernah lihat orang jatuh dari kereta atau kejepit antara peron dan gerbong kakinya?...saya pernah, mau denger?....laen kali ya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home