Deireadh Fómhair 23, 2007

Anda Menggantung Saya, Ndre!


Baiklah, memang saya sedikit terlambat namun saya tidak menyesal, memangnya terlambat apa sih? Pertama saya terlambat menonton film Naga Bonar Jadi 2 yang heboh beberapa saat lalu itu loh. Padahal waktu baru bbrp minggu muncul beberapa petinggi negara ini sempat nonton barang (mudah2an mereka dapat belajar banyak dari film besutan Kang Deddy Mizwar itu).

Film Naga Bonar Jadi 2 walau memang bagus namun karena saya sudah mendengar dan membaca ulasan-ulasannya membuat “rasa” film itu berkurang hanya isteri saya yang tampaknya tersihir ketika menontonnya, resiko menjadi yang terlambat memang begitu. Punbegitu saya memang tidak menyesal apalagi ketika melihat bagaimana Deddy eh Naga berteriak mengusir supri metro yang ngetem dan menghalangi jalan.....teriakannya mewakili jeritan hati saya selama ini melihat tingkah polah driver mobil umum di jalanan Jakarta.

Kedua, keterlambatan yang tidak saya sesali adalah, tetralogi-nya Andrea Hirata. Terutama buku pertamanya yang berjudul Laskar Pelangi, baru saja habis baca minggu kemarin. Sedikit lucu juga bagaimana saya membaca novel tetralogi tersebut pertama yang saya baca adalah buku keduanya, tanpa menyadari novel tersebut adalah bagian dari sebuah tetralogi. Lalu minggu lalu, barulah saya membeli buku pertamanya dan ketiga berturut-turut berjudul Laskar Pelangi dan Edensor.

Ajaibnya, saya tidak merasa kehilangan arah ketika membaca buku keduanya, karena Andrea menyusun sedemikin rupa walau keempat bukunya saling berhubungan namun masing-masing bab memiliki jalan ceritanya sendiri. Tapi tak urung kadang membuat saya mengernyitkan dahi, kadang-kadang, karena memiliki hubungan pada buku sebelulnya.

Sungguh luar biasa, saya menyarankan buat anda yang memiliki uang lebih untuk membeli dan membacanya. Seperti menonton sebuah visual hanya saja kali ini visualnya berbentuk kata-kata. Namun jujur, pada buku pertama Laskar Pelangi membutuhkan waktu khusus dalam membacanya terlalu banyak detil dalam pendeskripsiannnya. Belum lagi istilah-istilah dalam bahasa latin.

Andrea selalu memulai buku tetralogi Laskar Pelangi-nya denngan “konflik”. Berbeda dengan novel pada umumnya yang datar-datar saja pada awalnya lantas konflik dalam jalan ceritanya diletakkan di tengah-tengah atau belakang. Buku pertamanya, dimulai dengan kekhawatiran gagal meraih pendidikan formal karena murid yang diterima harus paling sedikit 10 orang atau SD tempat Andrea (tokoh utamanya juga bernama Andrea) bersekolah harus tutup, padahal sampai detik-detik terakhir hanya ada 9 anak yang mendaftar.

Sang Pemimpi-pun juga demikian, pada bab pertama pembacanya langsung digebrak dengan situasi terjepit Andrea, Arai dan Jimbron Si Penggila Kuda sedang terjebak dalam kotak ikan yang sangat bau guna menghindari gurunya yang terkenal disipling...super disiplin malah hingga sangat ditakuti. Dalam Endensor walau tidak seheboh dua buku sebelumnya namun juga dimulai dengan konflik. Bukan konfliknya Andrea pribadi namun konflik Pak Weh yang terpaksa (dipaksa) hidup diatas laut mengasingkan diri dari lingkungan sosial akibat penyakit yang dideritanya dan akhirnya mengakhiri hidupnya dengan gantung diri.

Namun justru dalam buku ketiga ini anda yang membacanya akan menemukan benang merah yang sempat mengabur pada buku kedua. Benang merah yang saya maksud adalah A Ling cinta pertama Andrea dalam buku pertamanya. Saya atau anda mungkin tergiring dengan bagaimana Andrea berusaha mencari jejak A Ling dengan harapan menemukan kembali cintanya yang hilang itu, bahkan sampai melewati Benua Eropa dan Afrika.

Benang merah kedua yang saya lihat dalam tiga bukunya Andrea Hirata ini adalah ketidak tegaan Andrea meninggalkan Lintang dalam keterperukan dan ketersia-sia ilmu. Walau kepintaran dan kegigihan Lintang berpindah ke dalam tokoh Arai. Dalam diri Arailah Lintang tetap hidup dan menjadi sahabat Andrea sampai buku seri ketiganya. Hei ini novel Bung! Apa saja bisa terjadi terserah penulisnya...jadi jangan salahkan bila Andrea ingin tetap melestarikan semangat Lintang dalam tetraloginya.

Akhir dari buku ketiga ini membuat saya kesal sekali pada Andrea Hirata....pokoknya kesal!! Jauh-jauh saya mengikuti langkah demi langkah sampai ikut was-was juga ketika harus mencari A Ling dalam dunia gelap, dan lega karena A Ling yang dimaksud di sana adalah merek sebuah obat kuat lelaki. Ikut tertawa ketika Andrea dengan nakalnya menorehkan dua cinta miliknya. Satu dengan gambar hati besar milik A Ling dan kedua dengan gambar hati kecil milik Katya...ah, nakal sekali memang. Dan, kesalnya saya karena....ah baiknya anda membacanya saja :)

Boleh dibilang Andrea Hirata adalah satu dari sedikit penulis yang mampu membuat saya tersihir. Beberapa novel yang membuat saya ingin membacanya berulang-ulang selain “Laskar Pelangi” adalah “Jalang Menikung” dan “Layang-Layang Putus”. Baiklah Andrea.....sampai disini saya hanya bisa bilang bahwa anda membuat saya tergantung....bukan seperti Pak Weh namun tergantung seperti dalam dua kalimat penutup buku ketiga anda.

Ia menatapku lembut, lalu menjawab.
“sure lof, it’s Edensor....”

0 Comments:

Post a Comment

<< Home