Nollaig 21, 2005

Yang tersisa, haruskah dibuang?


Sering kali kalau saya maen ke rumah orang tua maka akan mengomentari perabotan rumah tangga yang usianya sudah cukup uzur. Dari lemari sampai meja makan dan bila melongok ke gudang maka akan melihat tumpukan barang-barang, termasuk boks bayi tempat saya tidur dulu, di sana.

Barang-barang kuno yang bila mendapatkan sedikit rezeki tidak ada salahnya digantikan dengan yang lebih baru, selain tentunya menghemat tempat daripada ditumpuk begitu saja juga memperindah suasana rumah agar tampak lebih modern.

Orang tua saya namun tidak begitu sependapat. Beberapa barang di rumah sebisa mungkin dipertahankan walaupun sepertinya memenuh-menuhi tempat dan menambah kesan kuno rumah saya yang memang sudah tampak kuno dibanding para tetangga.

Setiap benda memiliki sejarahnya sendiri di mata orang tua saya, contohnya boks bayi tadi. Memang saat ini sedang teronggok di gudang namun ayah saya terutama berharap bila nanti memiliki cucu juga dapat memanfaatkan boks tersebut. Selain itu boks bayi yang terbuat dari kayu jati asli pada tahun 80-an menjadi modal ibu saya yang memang berprofesi sebagai bidan dan buka praktek di rumah. Yang paling penting di mata orang tua saya, boks bayi itu adalah tempat di mana anak-anaknya dahulu bermimpi ketika baru lahir.

Ada saja cerita-cerita di balik benda di rumah saya, bagaimana dulu kata ayah saya kursi yang sampai sekarang masih digunakan menjadi maenan becak-becakan tentunya kursi yg dirancang hanya untuk duduk menimbulkan bunyi yg melengking akibat gesekan kayu dan ubin. Meja tamu yang saat ini saya boyong ke rumah kontrakan juga menjadi saksi ketika beberapa malam dahulu sering dihabiskan kami sekeluarga di teras depan rumah sambil bercakap-cakap.

Saya tidak begitu perduli dan kurang bisa menghargai apa artinya sebuah benda di rumah orang tua. Buat saya kursi ya kursi fungsinya hanya untuk duduk, dan bila sudah rusak dibuang saja. Sampai akhirnya dua tahun belakangan ini saya menikah.

Saya merasa menjadi semakin mirip saja dengan orang tua saya dalam mengatur rumah. Bila anda berkunjung ke sini maka anda akan menemukan empat buah printer. Tiga deskjet dengan merk yang berbeda dan satu buah printer pita dari semuanya hanya satu yang masih berfungsi dengan baik.

Masing-masing printer memiliki kisahnya sendiri, sebuah printer dibeli dengan uang yang didapatkan ketika isteri saya, waktu itu mahasiswa di FKMUI, mendapatkan beasiswa berupa tunjangan seperangkat komputer lengkap dengan printernya. Sedangkan printer pita yang juga bawaan isteri saya adalah "pinjaman" dari kakak ipar. Satu lagi printer rusak yang tersisa adalah warisan dari kenang-kenangan saya ketika dahulu membuka usaha rental komputer di daerah Kober dan Margonda dengan nama Abhicom. Saat ini sehari-harinya saya menggunakan printer yang kami beli di Kota jadi, bagaimanapun, printer tersebut juga memiliki kisah sebagai printer pertama kami setelah menikah. Oh ya selain printer di atas lemari kamar saya juga teronggok satu monitor juga kenang-kenangan dari yang tersisa pada Abhicom, dan hanya Allah SWT saja yang tahu ada apa lagi di atas lemari kamar saya itu.

Empat printer dengan satu PC, lucu ya? Tapi ya itulah, rasa-rasanya begitu berat bila membuang benda-benda itu, memang sudah tidak lagi berfungsi namun nilai dan kenang-kenangan di baliknya sangat sulit untuk dilupakan. Suata saat saya mungkin akan, tidak bisa tidak, harus memutuskan untuk membuangnya, namun semua orang disekitar saya pasti tahu betapa sulitnya untuk melakukan hal itu.

Begitu juga dengan Si Merah AKA Si Semok AKA Si Bambang AKA Si Lemoh, Botoh atau Geboy, scooter merah merk Vespa yang saya beli lima tahun lalu. Tidak ada yang menarik memang bila di lihat-lihat, bodinya saja penyok di sana-sini, dan walaupun mesinnya tidak begitu rewel namun bila kejadian mogok di jalan maka akan setengah mati mendorongnya. Belum lagi bila tiba-tiba ban belakang kempes, rasa-rasanya ingin saya tinggal saja tuh dipinggir jalan Si Semok...eh maksudnya Si Merah.

Si Merah memang tidak seganteng Nicholas Saputra yang baru saja memenangkan aktor terbaik dalam film Gie. Namun buat saya ketika ada yang menawar untuk membayarnya kok rasa-rasanya berat juga ya. Memang sih, sejak ada Si Angin Jihad Si Lemoh jadi seperti menuh-menuhin teras depan kontrakan saya yang memang sudah sempit bilapun tanpa motor,...tapi ya itu tadi rasa-rasanya apa yang orang tua saya rasakan terhadap kursi-kursi tuanya di rumah mulai merasuki hati ketika saya melihat Si Lemoh itu.

Bila dingat masa lalu Si Lemoh adalah kendaraan yang berjasa dalam proses perkenalan saya dan isteri yang hanya memakan kurang lebih 3-4 bulan saja sampai akhirnya ke pelaminan. Menemani saya dari ta'aruf sampai beranjang sana mengantarkan rancangan undangan pernikahan ke rumah (waktu itu masih calon) isteri. Saat ini Si Lemoh berubah fungsi menjadi alat pengangkut aqua galon, belanjaan bulanan dan apa saja yg Si Angin Jihad tidak dapat melakukannya.

Seperti apa yang saya katakan semalam pada isteri, Si Merah bukan lagi nominal yang menjadi takarannya namun nilai, manfaat dan historis bahkan sentimentil lah, dan itu berati harganya untuk saat ini masih sangat sangat mahal. Bayangkan, Vespa saat ini terutama sejak issue motor 2 tak tidak lagi boleh melewati Jalan Sudirman untuk 2,5 juta rupiah saja, Anda tentunya tidak akan menyangka saya melepaskan kenangan (dibungkus logam dengan merk Piagio) bukan? Tidak tahu bila nanti sedang kepepet dan butuh uang mungkin dilepas juga.

....bagaimana bila ditawari tukar dengan Yamaha Fazer 250 cc?



Nollaig 06, 2005

Tentang Duka, Aku dan Ikan Asin



Apakah arti kematian? Mungkin beberapa dokter dan ilmuwan masih meperdebatkan definisi dari mati. Kelompok pertama berisi kukuh bahwa kematian adalah berhentinya kerja jantung seseorang. Berhenti, dalam arti sebenarnya bukan berhenti sejenak ketika bersin, atau mungkin berhenti sesaat ketika melihat wanita cantik.

Berhenti memompa darah dari dan ke luar jantung mungkin itu maksudnya. Yah semua orang tahu darah tidak mungkin mengalir apabila jantung yang mereka miliki sontak terhenti. Bila itu terjadi, maka matilah.

Kelompok ilmuwan dan dokter satunya tidak setuju bahwa jantung berhenti maka seseorang siap dikubur. Menurut mereka mati adalah ketika otak sampeyan berhenti total. Berhenti, benar-benar berhenti, bukan serasa berhenti karena kejatuhan durian atau mangga.

Otak yang tiada guna, berarti menghentikan pula kegunaan tubuh kediaman otak itu. Karena semua orang juga tahu otak bagian kanan mengatur motorik tubuh bagian kiri, dan otak bagian kiri mengatur bagian tubuh kiri.

Tetapi buat Ferkin kematian berarti duka, dia tidak perduli bagian tubuh mana dari isterinya apakah itu jantung atau otaknya. Yang dia tahu, saat ini dia melihat tubuh isterinya dalam balutan kain kafan di atas peraduan dalam ruang tamu rumah yang baru saja lunas. Tetangga-tetangganya berkumpul di sekeliling tubuh isterinya sambil membacakan Yasin, beberapa tampak sibuk mengurusi tenda serta bangku-bangku untuk para pelayat yang sebentar lagi akan tiba.

Kematian, siapa sangka isterinya lebih dahulu menemuinya.. Tidak pernah terfikirkan bahwa Ferkin akan mengurusi sebuah prosesi yang menyembelit kesadarannya. Bahkan berkali-kali dia fikir ini semua hanya mimpi buruk dan berharap, kapan saja karena dia sudah sangat siap, untuk dibangunkan.

Mimpi? Ya mungkin bila boleh Ferkin akan memilih definisi kematian adalah mimpi. Hanya mimpi buruk, yang bila semakin buruk saja dia akan berteriak memanggil ibunya agar menemani sejenak hingga kembali terlelap. Tapi kali ini bahkan dua kelompok ilmuwan dan dokter yang berseteru tadi tidak akan pernah menyetujui Ferkin.

"Nak, ikhlaskan ya ibu turut berduka cita, semoga arwah istri Nak Ferkin diterima di sisi Allah SWT" hibur ibu penjual ikan di pasar yang juga kebetulan sering membantu membereskan rumah Ferkin sejak isterinya sudah mulai lemah dan merasa tidak sanggup lagi mengurusi rumah. Bangunan yang sudah beberapa tahun ini dicicil Ferkin sampai akhirnya bulan lalu lunas.

"Iya Bu, terimakasih sudah datang" Kata Ferkin datar. Apa yang harus dia lakukan? Apakah harus dia meraung-raung meratap di samping tubuh isterinya? Atau apakah dia harus menangis sesenggukan agar semua orang tahu dia sangat berduka, Ferkin sendiri bingung.

Tapi, bahkan anak tetangga sebelahnya yang baru berumur sepuluh tahun kalau Ferkin berduka. Karena mereka tahu bagaiman kisah-kisah yang terjadi antara Ferkin dan isterinya dahulu sebelum mereka menikah.

Ada yang berbisik-bisik bahwa mereka dulu seperti kisah-kisah percintaan dalam pewayangan. Seperti ketika Rama merebut Shinta kembali dari tangan musuhnya, atau ketika Arjuna menebar pesona. Ada juga yang berkata-kata di pasar bahwa Ferkin dan isterinya sekarang yang terbujur kaku di ruang tamu itu rupanya seperti kisah-kisah superhero. Mirip Superman dan Louis tepatnya. Tapi Ferkin tidak pernah merasa ada yang luar biasa dengan dia dan isterinya, benar-benar biasa saja.

Ingin Ferkin berdiri dan keluar dari ruangan ini entah ke mana pokoknya pergi dari sini, tapi dia merasa keharusan untuknya berada di sisi jasad isterinya layaknya lebaran ketika dia dan isterinya menunggu tetamu. Tetangga-tetangganya terus saja berdatangan untuk melihat sekali lagi wajah isteri Ferkin yang saat ini terbaring di atas dipan dengan sebongkah es batu dibawahnya.

Rasanya saat ini Ferkin sedang melambaikan tangannya pada isterinya yang baru saja berpamitan unttuk kepasar, sambil tersenyum dia berkata "jangan lupa belikan aku gethuk ya Dik". Lalu biasanya isterinya akan tersenyum dan menjawab dengan "Jajan melulu yang kamu fikirkan". Hanya saja malam ini isterinya tidak tersenyum atau mengatakan kalimat kebiasaannya....bahkan ketika pelan-pelan takut menarik perhatian tetamu Ferkin melambaikan tangannya pada isterinya yang terbujur di sana.

Kamu akan bawa oleh-oleh apa kali ini isteriku? Gumam Ferkin mengajak isterinya untuk bercakap-cakap dalam hatinya

Diam

Oh aku tahu, pasti saat ini kamu sedang mencari gethuk kesukaanku kan? Masih dalam hati sambil memandangi wajah isterinya dan sekali-kali tersenyum pada pelayat yang datang dan menyalaminya sebagai tanda turut berduka.

Masih sunyi

Sayangku, kayaknya aku lagi ga ingin gethuk deh...kamu kan tahu aku ini susah sekali menahan untuk tidak jajan cemilan. Makanya aku mau berhenti saja deh, biar kamu tidak mencibiriku lagi.

Suara jangkrik dan lamat-lamat suara orang bercakap-cakap di depan rumahnya.

Kamu tahu, sebenarnya aku tidak begitu suka cemilan apalagi jajanan pasar. Aku selalu meminta kamu membawa buah tangan karena aku suka sekali melihat kamu mencibir dengan gaya kamu. Ya ya aku memang suka, bahkan saat sekarang ini ketika kamu mencibiri aku yang masih di sini sedangkan kamu lebih dahulu mengetuk pintu kubur.

Ah Aku terlalu sangat tahu kamu, pasti kamu akan meledek aku yang masih di sini sementara kamu di sana lebih dahulu lengkap dengan kafan dan sebuah lubang rumah jasadmu nanti...iya kan isteriku?

Kamu tahu? Aku ada ide, kamu tunggu di sana ya...mungkin aku akan menyusul kamu. Bukan...bukan mungkin tapi pasti, namun aku tidak tahu kapan. Bila memang nanti saatnya tiba dan kita dapat bertemu lagi, aku ingin kita bertukar fikiran seperti yang selama ini kita lakukan...aku ingin kita bertukar fikiran tentang duka.

Kamu pasti akan bilang duka itu seperti ikan asin yang dimakan dengan dengan sambal terasi dan ditemani nasi hangat. Lalu akan akan bertanya, kenapa begitu? Lalu kamu akan menjawab dengan, ya karena duka itu seperti barang kampungan namun nikmat. Nikmat buat siapa? Tanyaku lagi. Kamu pasti menjawabnya dengan cekikikan.... lalu aku akan bilang.... asal saja kamu ini.

Isteriku, aku fikir memang kedukaan ini mirip dengan ikan asin sambel terasi dan nasi hangat, ya. Aku ingin mengakui namun aku yakin mereka yang disekelilingku sekarang ini tidak akan percaya bila aku ceritakan tentang teori ikan asinmu....jadi aku rasa, aku....menangis saja.

Sesunggukan tangis samar-samar mewarnai bacaan Surat Yasin para tetangga. Malampun menjelangi pagi pada hari di mana tidurpun seperti berjalan lambat membabati mimpi-mimpi Ferkin.

Jakarta, 4 Desember 2005

Pict from Corbis

Nollaig 01, 2005

The OPL is in the house


wiwit INFID Nova The Rolling Stones
Saya mahfum bahwa pengunjung blog saya adalah kebanyakan orang-orang yang kurang faham akan dunia perpustakaan, termasuk anda juga mungkin. Banyak dari teman-teman (sebaiknya saya sebut anda teman ya) yang mengetahui bahwa pustakawan adalah orang yang bekerja di perpustakaan, namun sedikit yang tahu bahwa tidak semua orang yang bekerja pada perpustakaan disebut pustakawan. Untuk menjadi pustakawan diperlukan pendidikan tertentu di Indonesia saja program keilmuwan perpustakaan sudah mencapai tingkat master, artinya anda dapat menjadi pustakawan dengan menyandang gelar master.

Masih ada hubunganyya dengan pustakawan saya juga bisa menebak bahwa kebanyakan dari pengunjung blog saya menyangka bahwa bekerja pustakawan selalu bekerja ramai-ramai masing-masing dengan tugasnya sendiri dalam gedung yang cukup besar dan koleksi buku yang cukup banyak. Namun nyatanya, tidak semua pustakawan selalu bekerja ramai-ramai ada juga pustakawan pustakawan yang bekerja single dengan koleksi yang terbatas namun dengan spesialisasi yang dituntut lebih dalam daripada pustakawan pada umumnya....mereka lebih dikenal dengan OPL atau One Person Libratran.

OPL dituntut memiliki keahilan yang dalam tentang dunia perpustakaan dengan tambahan ilmu lainnya yang menunjang pekerjaannya, biasanya mereka bekerja pada perusahaan swasta. Sebut saja LSM, Lawfirm bahkan perpustakaan penerbitan majalah. Mereka selain mengelola perpustakaan dengan modal ilmu selama duduk di bangku kuliah juga harus lihai mencari data-data misalnya draft peraturan pajak terbaru yang belum di publish ke publik, biodata selebritis atau penyanyi tertentu bahkan kadang menjadi penterjemah.

Teman saya Wiwit Siswarini adalah salahsatunya dia bekerja pada sebuah LSM di bilangan Mampang Jakarta Selatan menanganai sebuah perpustakaan yang dari bentuk fisiknya tidak bisa memuat lebih dari dua meja baca ukuran sedang. Namun jangan kira Wiwit kekurangan pekerjaan karena tanggung jawab yang dibebaninya melebihi pustakawan pada perpustakaan konvensional. Terakhir saya ke sana saja dia sedang disibukkan mencari ide untuk logo LSMnya yang akan digunakan dalam sebuah konvrensi. termasuk juga di dalamnya mengatur profile LSM tempat dia bekerja untuk di masukkan dalam sebuah CDROM.

Lalu, apakah Wiwit melupakan tugas utamanya sebagai pustakawati? ternyata tidak karena setelah mengejakan ini dan itu wiwit harus mengejar target menyusun koleksi perpustakaannya serta mengatur budget pembelian utnuk menambah khasanah judul-judul yang dimiliki LSM tersebut.

Menjadi OPL memang cukup berat karena dituntut melebihi teman seprofesi pada umumnya, namun kadang bekerja dengan tanggung jawab seperti OPL dicemburui oleh kebanyakan pustakawan, kenapa? karena selain tanggung jawab yang lebih variatif dan artinya ini bisa meminilisasi kebosanan/kejenuhan juga sering kali bekerja dalam sektor OPL mendapatkan reward yang juga lebih dari cukup...biasanya ini loh.

Teman saya Nova Andria, dengan tinggi tubuh nyaris 200 cm, bekerja pada sebuah majalah life style juga di Jakarta. Telah menjadi OPL hampir lebih dari satu tahun sekarang, dan sedang menyelesaikan masternya dalam bidang komunikasi di UI Salemba. sering kali dituntut untuk "jago" menterjemahkan pelbagai artikel dalam bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia untuk membantu tugas redaksional majalah tersebut. Berbeda dengan Wiwit yang sudah memiliki satu anak, Nova sampai detik ini masih lajang walau menurutnya sudah menemukan Nona Sempurna untuk mendampinginya....yaaah buruan deh Nop :)

Kantor Nova membuat saya ngiri, terutama desain ruangan kantornya yang luar biasa nyaman. bayangkan sebelum masuk ke dalam perpustakaan anda disajikan hamparan rumput yang hijau dan sambil menunggu sang mpu perpustakaan keluar saya menunggunya di bawah gazebo. Begitu masukpun pemandangan yang dihadrikan tidak kalah serunya, di bawah jendela perpustakaan terdapat kolam renang dengan rerumputan hijau di sekelilingnya dan beberapa pohon pinus...persis disain sebuah villa.....siapa yang sangka bahwa kantornya terletak di Jakarta.


Beberapa waktu lalu Nova disibukkan dengan manajemen database foto, yang sepertinya ketika saya maen ke sana hal itu sudah beres. Saat ini sepertinya dia harus bekerja keras untuk melengkapi buku dan majalah untuk mengisi rak-rak perpustakaannya yang sepertinya sedikit melompong. Ditambah lagi Nova harus menjaga koleksi perpustakaannya agar tidak "nyelip" di meja staff lainnya, maklum aza karena sangat dekatnya hubungan antar staff maka koleksi perpustakaan sering kali dianggap punya sendiri. "Yah, memang kadang untuk menyadarkan staff dalam ber etiket meminjam buku saja sulit, bahkan untuk menuliskan di buku peminjaman" begitu aku Nova.

OPL atau bukan OPL memang sarat dengan masalahnya baik juga sisi positip dan negatifnya. Tentunya bukan hanya pustakawan bahkan berbagai profesi lainpun pasti juga dihadapi dengan masalah-masalahnya sendiri.

Samhain 16, 2005

Mengakali Sang Maut



lele mati lele gantung diri

"Seorang sahabat saya , sebelum 2 jam meninggal sempat mengirimkan e-mail kepada kawannya. Isi e-mail tersebut : "Saya ingin meninggal secara khusnul khotimah." Demikian ia menuliskannya. Tak berapa lama kemudian-setelah menunaikan shalat Dzuhur—ia merasa nyeri dada. Ia tidak mengaduh, dan tidak juga sedikitpun mengeluh. Ia justru memperbaharui wudhu, lalu Ia shalat sunnah 2 rakaat, lalu berzikir. Iapun ambruk. Namun, bibirnya tak pernah berhenti berzikir hingga malaikat datang menjemput ruh-nya (Zaim Uchrowi, Republika, Suplemen Dialog Jumat, 24 September 2004. Halaman 14)

Kadang yang namanya kematian begitu indah, apalagi bila tidak sengaja membaca sepenggal paragraf di atas. Namun sering kali sebuah kata yang terdiri dari hanya 4 huruf untuk kata dasarnya (MATI) dan delapan huruf bila di sisipi imbuhan (KEMATIAN) banyak ditakuti oleh hampir mayoritas manusia yang hidup.

Ketakutan akan kematian berakar akan dua hal, yaitu ketakuan yang ditimbulkan oleh kecintaanya pada dunia hingga akhirnya takut mati dan kematian karena di bayang-bayangi bahwasannya manusia tersebut masih sangat kurang amalnya untuk modal menghindari siksa dan azab Allah kelak. Dua hal yang pada akhirnya menghasilkan reaksi yang berbeda bagi tiap orang untuk menghadapi kematian.

Bagaimana sih sebenarnya dua reaksi pertama dari orang-orang yang cenderung sangat mencintai dunia ketika menyikapi kematian. Bolehlah saya ambil sedikit dari sebuah puisi dari karya Chairil Anwar, begini katanya "Aku binatang jalang, dari kumpulannya terbuang dan aku ingin hidup 1000 tahun lagi". Paling tidak begitulah pada umumnya, kalau bisa bagi mereka yang menyukai hal-hal keduniaan pasti ingin sekali tidak bertemu dengan malaikat maut dengan cara apapun.

Padahal, seperti yang diingatkan Allah SWT yang namanya mahluk berjiwa pasti mati karena tidak ada yang abadi, termasuk manusia dan hewan : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan (QS 21: 35).

Bagi mereka penggemar berats duniawai kematian hanyalah sebuah proses alami yang sering dialami pada umumnya manusia, seperti sakit pilek atau luka bila tesandung batu tajam. Dan karena hanya merupakan proses alami maka kematian dapat dengan sangat mungkin untuk dihindari atau diobati. Berbagai cara dilakukan manusia-manusia model begitu untuik mengakali kematian dengan ilmu, sains dan teknologi yang mereka miliki.

Pertanyaannya adalah, apakah manusia dapat hidup selamanya dan tetap fit? Sepanjang yang saya tahu selama ini masih belum ada orang yang dapat hidup melebihi usia 150 tahun, bilapun ada maka sangat sedikit dan dengan kondisi fisik yang sangat lemah...namanya juga udeh tua. Berbeda dengan kaum nabii-nabi sebelum Rasulullah, banyak yang kaummnya melebih angka 500 tahun, Nabi Nuh saja berdakwah untuk kaummnya sekitar 950 tahun.

Saat ini bagi orang-orang kaya (kebanyakan org kaya yang tinggal di LN) berani membayar mahal untuk menjalani proses "mengakali kematian". Jadi tubuh mereka setelah mati diletakkan dalam tabung dengan subu di bawah nol derajat hingga proses pembusukan tidak terjadi. Mereka berharap bahwa beberapa abad mendatang apabila ditemukan teknologi untuk menghindari kematian tubuh mereka dapat di hidupkan kembali.

Tidak hanya menyentuh dunia ilmu pengetahuan, keinginan manusia untuk menghindari kematian juga terdapat dalam karya-karya fiksi. Masih ingat dengan novel fiksi ilmiah "The Time Machine" karya Herbert George Wells atau dikenal dengan HG Wells saja, dimana tokoh utamanya menciptakan sebuah mesin waktu yang memungkinkan dia kembali ke masa lalu hanya untuk mencegah kejadian yang memicu kematian isterinya.

Ok, balik lagi ke masalah perkembangan ilmu pengetahuan untuk mencegah kematian seseorang, beberapa teknologi saat ini diharapkan dapat menjadi tumpuan bagi mereka yang ingin hidup lebih lama dari kebanyakan manusia. Sebut saja bioteknologi dengan cabang-cabangnya yang antara lain "Artificial & Replacement Organs & Tissues" saat ini jantung buatan dan transplatasi kulit telah menjadi pembicaraan umum. Diantara yang paling menghebohkan pada akhir abad dua puluh kemarin adalah teknologi "Therapeutic Cloning" dengan eksperimen kloning paling terkenal seekor domba yang diberi nama Dolly.

Bukannya saya tidak setuju dengan perkembangan teknologi yang demikian banyak sekali hal-hal sangat bermanfaat dipetik dari kemajuan itu, namun saya merasa salah kaprah bila banyak orang menyangka pada akhirnya nanti manusia dapat hidup selamanya. Sama dengan pendapat bahwa kiamat mungkin saja nanti dapat dihindari karena mungkin teknologi yang dikuasai manusia saat kejadian itu sudah sangat maju, dan dapat mencegah kiamat....naudzubillah.

Jadi bagaimana anda menyikapi kematian? Sepertinya tinggal bagaimana anda menyiapkan diri anda saja. karena bila saat itu tiba bukan lagi fisik ini yang menjadi objek, namun dimensi non duniawi yang dikenal dengan jiwa ini lah yang akan terus 'hidup'.....tentunya dengan membawa konsekuensi selama di dunia.

FOTO dr CORBIS

Deireadh Fómhair 03, 2005

Nyete



Seberapa jauh anda mengenal tradisi keluarga, atau paling tidak kebiasaan-kebiasaan yang menjadi ciri khas asal keluarga anda? Pertanyaan tersebut muncul ketika minggu lalu saya pulang kampung ke Daerah asal ibu saya, yakni Blitar. Saya kira saya tahu kebanyakan tentang banyak kebiasaan saudara-saudara saya di sana, paling tidak memang itu yang saya rasa sampai kemarin saya menemukan kebiasaan yang kalau boleh di bilang unik di sana.

Tidak banyak yang berubah memang, makanan favorit saya yaitu rawon, tidak sulit ditemukan, berhubung masih dalam suasana hajatan pernikahan sepupu saya yang paling langsing menikah (mengingat kebanyakan famili saya berbadan besar, hingga menjadi langsing adalah hal yang tidak biasa). Bahkan, tiga hari berturut-turut saya merasakan nikmatnya rawon asli Blitar, sampai "mabok" dan rindu bubur ayam. Begitu juga dengan nasi pecel yang semudah menemukan nasi uduk di Jakarta, dan tentunya tak lupa es dawet campur pleret di samping alun-alun kota.

Satu hal yang mungkin agak berubah, karena semakin menjadi, adalah kebiasaan merokok sepupu-sepupu saya yang bukannya berkurang. Masing-masing memiliki favorit rokok yang tidak sama ada yang fanatik dengan samsoenya, saat ini sebungkus samsoe seharga Rp. 7000, ada juga yang menyukai gudang garam filter, sebungkus kira-kira Rp. 4000-an, dan tak lupa Sekotak Djarum tipe terbaru (Compact Size) selalu ada di sana. Asap yang mengebul dari masing-masing mulut sepupu saya sontak membuat atmosfir disekitar mengalahkan debu-debu dari Pasir Gunung Kelud sana.

Nah, beberapa hari berkumpul bersama para sepupu dan famili yang menggilai rokok membuat saya memperhatikan beberapa kebiasaan yang di Jakarta tidak pernah ditemui. Nyete namanya, yaitu membaluri batang rokok yang akan dihisap dengan ampas kopi, mengolesinya (sepertinya) harus menggunakan pentul korek api yang belum terpakai. Jadi, ampas kopi di letakkan di atas cangkir, lalu dengan korek api yang masih baru ampas tersebut di totol-totol dan dioleskan pada batang rokok yang akan dihisap.

Menurut sang pelaku, katanya merokok dengan cara begitu terasa lebih nikmat, ...rasa kopi kali. Saya rasa dari sinilah ide sebuah produsen rokok yang dalam iklannya, akhir-akhir ini sering muncul, mengusung slogan "cappucino in stick".

Tidak cukup sampai di situ, bahkan salah satu sepupu saya, tetap dengan sebatang korek api yang belum terpakai. Mentotoli balsem yang ada dekatnya (tidak tergantung pada merek balsem tertentu, pokoknya balsem lah) lalu melakukan proses yang sama pada kopi di atas sebelum menghisapnya, katanya..."hmmm, rasa menthol".

Anda fikir dua kebiasaan di atas aneh ya? Berarti anda belum tahu banyak soal kebiasaan merokok saudara-saudara saya. Dari semua kebiasaan merokok dengan pelbagai aksesorisnya ada satu hal yang paling unik dan menurut saya agak sedikit nyerempet-nyerempet bahaya. Apaan tuh? Yakni kebiasaan beberapa penikmat rokok di sana memolesi rokoknya dari getah batang pohon opium. Tidak jelas apakah yang dimaksud benar-benar opium seperti yang kita kenal, atau hanya sebatas istilah saja karena memang memberikan efek yang lebih nikmat bila menggunakannya.
Namun, dari beberapa pembicaraan sepupu saya sepertinya memang getah-getah tersebut diambil dari akar pohon opium yang katanya zaman Belanda dahulu di tanam dengan sengaja. Ada dua jenis kemasan getah opium tersebut atau orang Blitar biasa menyebutnya dengan candu, pertama dalam bentuk batangan, yang ini tidak begitu disukai karena katanya sudah dicampur dengan "hanya Tuhan yang tahu". Sedangkan yang kedua dan paling banyak digemari biasanya berbentuk cairan karena murni getah dari pohon opium. Sayang saya gagal mendapatkan merek-merek candu tersebut yang katanya dijual bebas di sana.

Yah, memolesi dengan kopi, balsem atau bahkan candu buat saya yang memang tidak terbiasa merokok, asapnya terasa sangat mengganggu apalagi bila terlanjur nyelip di mata. Akan membuat mata ini berair dan perih untuk beberapa saat, jadi teringat saya pada lagu "smoke gets in your eyes".

Orang Eropa pertama yang merasakan rokok adalah Columbus dan kru-nya dalam misinya mencari jalur singkat ke India, namun malah menemukan Amerika. Ketika itu mereka bertemu dengan suku asli Karibia dan sekitarnya yang memang telah mengembangkan tembakau sebagai bahan utama rokok. Merokok tentunya, bagi kebanyakan orang, tidak cukup nikmat bila tanpa ditemani secangkir kopi. Begitu juga di Blitar.

Kebanyakan orang Blitar membuat sendiri kopinya, tidak seperti kita yang fanatik dengan kopi dalam kemasan. Kopi-kopi buatan Orang Blitar memiliki berbagai macam rasa, tergantung dari kebiasaan dan cita rasa sang pemilik rumah. Saya pribadi bolehlah mengatakan kopi dengan lambang sebuah "perahu besar" yang paling nikmat namun ketika hal itu saya utarakan, malah menjadi bahan tertawaan. Menurut mereka kopi tersebut memiliki banyak campuran dan kebanyakan jagung...entah lah benar tidaknya.

Buat orang Blitar yang terbiasa meracik sendiri kopinya dari awal memudahkan mereka merdeka memilih rasanya. Untuk beberapa kopi bahkan terlihat kasar di mana banyak sekali pecahan biji-biji kopi diatas air bila diseduh. Namun ternyata pecahan-pecahan biji kopi tersebut memang disengaja agar dapat digigit-gigit selain memang menikmati seduhannya. Ini, menjelaskan kenapa dulu semasa hidup ibu saya, yang lahir dan besar di Blitar, suka sekali mengunyah kopi tanpa menyeduhnya.

Satu hal lagi yang perlu dicatat bila anda mampir ke Blitar adalah jangan sekali-sekali memesan makanan pedas bila memang lambung anda tidak kuat. Orang Blitar memang bukan Orang Padang, namun rasa pedas dalam masakan mereka tidak kalah rruaaar biasanya. Bahkan bila memesan sepiring nasi pecel yang tidak pedaspun siap-siap peluh bercucuran dari tubuh anda.

Ahhh.... rasa pedas dilidah, secangkir kopi hangat dan sebatang rokok yang telah diolesi ampas kopi mungkin bisa menjelaskan kenapa orang sana bila berbicara kebanyakan dengan logat keras. Untuk yang tidak terbiasa akan menyangka sedang marah-marah Orang Blitar yang sedang bicara. Padahal seperti layaknya kebanyakan Orang Indonesia, tidak ada yang benar-benar murni "Manusia Indonesia" masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri, yang kita lakukan hanyalah mencoba untuk mengerti dan sedikit mengkoreksi bila memang dirasa perlu.

Meán Fómhair 27, 2005

...Tebet sama dengan Tebet



Tebet sama dengan Tebet, begitu juga Ketek...dan Tidak Pelit dalam Bahasa Indonesia adalah Pemurah

Kadang, sesuatu yang sepertinya remeh tenggelam dalam kegiatan kehidupan kita sehar-hari. Begitu banyak permasalahan yang lebih besar, seperti masuk kerja tepat waktu hingga rela berangkat dari rumah subuh atau memenuhi janji dengan rekan kerja.

Remeh dan remah-remah adalah dua kata yang berbeda namun dua-duanya hampir memiliki arti yang tidak begitu jauh berbeda. Remeh dengan arti sesuatu yang tidak penting, biasanya dipandang sebelah mata dan dijadikan urutan nomor sekian dalam skala prioritas, begitu juga dengan remah yang artinya sisa-sia makanan (biasanya kueh dan roti). Sama dengan hal remeh, remah-remah biasanya juga dipandang sebelah mata, sebuah subyek yang dengan enteng hati dapat dibuang. Namun tidak begitu adanya bila anda seekor semut, remah menjadi sesuatu yang berarti, bahkan dapat memenuhi kehidupan selama beberapa hari ke depan.

Dan tiba-tiba dua hari belakangan ini saya merasa seperti semut, tepatnya ketika sebuah pertanyaan dilontarkan oleh teman sekantor, jelasnya seperti ini "Man, dalam Bahasa Indonesia bila kikir itu pelit, maka tidak pelit apa persamaannya?" pertanyaan yang mudah, bahkan anak SD bisa menjawabnya. Saya juga berfikir begitu, saya merasa juga tahu jawaban dari pertanyaan itu, sampai tiba-tiba yang kelur dari mulut saya adalah begini "Tidak pelit yaaa...tidak pelit" saya sendiri heran mendengar jawaban yang terlontar barusan.

Bila ramah menggambarkan orang yang tidak sombong, hemat adalah orang yang suka menabung dan sabar adalah sebutan untuk yang tidak suka marah-marah, lalu pasti tidak pelit juga memiliki sebuah kata yang menggambarkan sifat tersebut, ya seharusnya begitu dan tidak bisa tidak.

Beberapa hari setelah itu saya masih penasaran, kenapa tidak bisa mengetahui persamaan tidak pelit. Memang sih beberapa kali saya tergoda untuk menengok KBBI yang teronggok di ruang sebelah, namun saya fikir kalimat begini mudahnya aza kok harus lihat kamus, lagian ini secara pribadi sebuah tes dari Tuhan untuk menegur bashwa saya sangat jarang berinfak hingga persamaan tidak pelit saja harus kelu di lidah.

Bodohnya saya, ternyata tidak pelit itu adalah pemurah,. Kenapa tidak bisa menjawab bahwa orang yang tidak pelit maka sifat yang dia miliki adalah pemurah. Bodoh sekali memang, karena saya mengetahui jawaban itu justru dari seorang teman yang ada di Singapura sana. Lucunya, ketika kuliah di ITB teman saya itu mendapatkan C untuk mata kuliah Bahasa Indonesia. Yah, karena berhasil melepaskan saya dari rasa penasaran maka dia saya anugerahkan nilai A Honora Causa.

Lalu, Tebet (sebuah daerah di Jakarta Selatan) bila dibaca dari belakang maka akan tetap terbaca Tebet, begitu juga dengan Katak dan Ketek (bagian tubuh manusia yang akhir-akhir ini ramai diiklankan sebuah produk kosmetik), Kayak (semacam perahu kano), dan... Kasur Rusak. Ah, jiwa semut ini ternyata masih belum mau pergi dari dalam diri saya, menjelaskan kenapa tiba-tiba Tebet muncul dalam kepala. Namun, ternyata apa yang saya fikirkan bukan sebatas semut rumahan semata, karena sebelum saya sudah ada orang iseng yang memikirkan hal tersebut lalu menamakannya sebagai sebuah fenomena yang disebut sebagai Palindrom.

Palindrom sebenarnya adalah sebuah istilah yang sudah ada sejak zaman kekaisaran Yunani masih berjaya dulu. Palindrom memiliki arti sebuah kata, kalimat atau huruf yang bila dibaca dari depan ataupun belakang tetap memiliki arti yang saya, misalnya sebauh nama daerah di Jakarta Selatan itu tadi. Kata Palindrom sendiri juga berasal dari bahasa Yunani, Palin dan Dromos.

Penyusunan Palindrom dalam kata, tidak musti te[pat sama persis, penyesuaian huruf diperbolehkan demi menemukan arti yang sama bila di baca dari belakang coba perhatikan kalimat ini lalu baca dari belakang "Was it a cat I saw?" atau "Ten animals I slam in a net".

Bagaimana, apakah anda memiliki contoh kalimat Polindrom? Saya tunggu ya

Meán Fómhair 05, 2005

Menjalani hidup mirip DVD bajakan




Kalimalang-Kebayoran Baru, Senin sampai Jum'at, pagi dan sore.
Lihat M19, M26 kadang T54 dan M18
Kadang salip kanan salip kiri
Seringnya malah di salip Tiger, bahkan legenda dan smash ga mau kalah

Rem Dikit, kurangi gas biar saja jalan pelan
Ambil jalur kiri beri jalan pada para pembalap jalanan
Ujlag-ujlug merasakan kerasnya per
Ingat pesan isteri lebaran nanti ganti motor
Cek kantong, tidak lebih tebal dari bulan lalu

Tadi pagi, sebelum subuh saya sudah siap-siap berangkat lengkap dengan pakaian kerja. Isteri yang bergabung dalam sebuah proyek kesehatan di Serang harus jalan pagi itu untuk mengejar waktu jam setengah enam sampai Fatmawati. Perjalanan pagi-pagi yang cukup dingin, pada entah musim kemarau atau hujan ini. Musim kemarau karena siang hari kemarin panasnya subhanallah, musim hujan karena menurut kalender harusnya skrg sudah turun hujan.

Kalimalang-Fatmawati lancar luar biasa paling-paling terhenti karena lampu merah, itupun sering tidak berlaku karena jalan masih kosong. Alamak mternyata perlu juga sekali-kali keluar rutinitas berangkat ke kantor via jalan-jalan yg biasa saya lalui pagi-pagi gini. Selama ini semuanya menjadi seperti kebiasaan yang men tradisi dalam hari-hari saya, Kena macet, cari jalan pintas lewat pinggir kalimalang, kadang-kadang nabrak atau ditabrak motor gara-gara rem mendadak, sampai kantor antara jam setengah tujuhan, lalu cek e-mail.

Pagi ini merefresh hidup saya, mendefinis ulang arti berangkat kerja, yang katanya berkaitan erat dengan tingkat stress bagi para pegawai kantor di Jakarta. Bayangkan setengah jam kurang untuk sampai di Fatmawati, lalu ditambah sepuluh menit untuk mencapai kantor saya dari sana, jam enam kurang lima belas menit saya sudah duduk-duduk di depan pagar kantor sambil menunggu dibukakan pintu.

Prosesi kerja saya hari-hari belakangan ini sepertinya mirip DVD bajakan yang biasa di jual di pinggir-pinggir jalan. Anda bisa memilih berbagai kualitas DVD dari yang bagus sampai yang jelek (biasanya film-film baru masih jelek kualitas gambarnya) dengan harga yang tidak lebih dari Rp. 10.000 saja. Tapi dibolak-balik dari sisi manapun itu namanya kualitas gambar, yang namanya DVD bajakan tetap saja bajakan, dilihat oleh para kolektor tidak ada bedanya dengan Cd blank seharga tiga ribuan.

Rutinitas sehari-hari tanpa adanya penyegaran membuat keseharian saya semakin mirip CD bajakan saja berisi namun tiada arti. Kebosanan demi kebosanan sangat melelahkan sampai akhirnya tadi pagi-pagi sekali saya menghantarkan isteri membuat hari ini sedikit berbeda.

Berbagai macam dilakukan orang untuk membuat dirinya refresh (bukan ref reseh loh). Ada yang hobinya tiap sebulan sekali jalan-jalan dengan keluarga, atau kadang makan bersama di suatu tempat. Tidak heran memang karena kejenuhan adalah sesuatu yang harus di lawan. Tetapi ada saja poin-poin yang sepertinya tidak dapat diubah ya, namun biarkanlah itu menjadi bagian dari masa lalu.

Refreshing dengan pelbagai cara, namun dari semua jenis refreshing ada sebuah cara yang sudah lama sekali saya tidak pernah lagi rasakan, apaan tuh? Yaitu menangis, terutama menangis dalam sujud atau bertafakur, memikirkan kebesaran Allah SWT momen-momen seperti itu sepertinya sangat mahal sekali akhir-akhir ini. Padahal, bukan sihir, setiap kali sehabis menangis hati saya seperti plong, lepas ...luaaaas sekali

Yah, sebelum akhirnya saya bisa menangis lagi, paling tidak hari ini bisa merasa lebih segar karena tidak terjebak kemacetan di Kalimalang sana, alhamdulillah :)

Pict from Corbis

Lúnasa 18, 2005

Memerdekakan Buku


Halo, sedang apa anda sekarang? tidur-tidurankah atau sedang menyaksikan liukan tubuh penyanyi dangdut pada kotak kecil di rumah yang anda sebut televisi? ...ahh jangan-jangan anda sedang melamun saja entah sedang memikirkan apa? Pendidikan anakkah? Atau mungkin soal bensin yang katanya akan naik lagi paling lambat Januari 2006 nanti.

Sepertinya, mungkin, malam ini tidak akan berbeda dengan malam-malam lainnya yang berlalu begitu saja tanpa sebuah arti. Tahukan, besok Indonesia merayakan kemerdekaannya loh...ya itu loh, tanggal 17 setiap Bulan Agustus. Pastinya anda sudah tahu itu karena beberapa saat lagi anda bersama beberapa tetangga akan mengikuti lomba memasak nasi goreng bapak-bapak di kampung. Dan anda ibu-ibu, pasti sedang sibuk menyiapkan tumpeng untuk sukuran Dirgahayu HUT RI ke-60. Tampaknya malam ini akan sedikit berbeda dari malam-malam lainnya karena malam ini malam kemerdekaan.

Bahkan para separatis di ujung barat Indonesia sanapun berbahagia karena sejak kemarin perjanjian damai dengan pemerintah telah ditandatangani. Artinya, tidak ada lagi hari-hari dihabiskan dalam hutan yang penuh dengan nyamuk, bahkan rasa was-was akan sewaktu-waktu diserang oleh TNI. Bagaimana tidak, bahkan anda mendapatkan tanah seluas dua hektar dan otonomi khusus yang banyak diprotes banyak pihak karena seakan anda mendirikan negara dalam negara. Tapi intinyakan anda telah bebas dari rasa takut dan masa depan InsyaAllah lebih baik, itu artinya anda telah merdeka.


Namun, lihat lagi sekeliling lalu perhatikan apakah merdeka kita seluruhnya? Ya ya ya... banyak sekali yang akan bilang belum. Karena setelah 60 tahun toh kemiskinan masih merajalela, yang lemah masih tertindas dan yang terzolimi tidak bisa berbuat apa-apa selain untuk dizolimi lagi. Kalau itu, saya sudah tahu karena mengutip kata seorang teman dalam menyikapi kemerdekaan kita baru bisa merasa bahagia namun belum bisa bersyukur.

Kemerdekaan yang sekarang kita rasakan masih jadi sebuah fenomena untuk merayakan kegembiraan, yah itu tadi dengan lomba masak nasi goreng, tumpeng, panjat pinang, makan krupuk dan lainnya yang bersifat hura-hura atau semi hura-hura. Besok lusa tanggal 18 atau mungkin bisalah sampai tanggal 19, yang miskin masih miskin dan yang korupsi bolehlah melanjutkan kegiatannya...hanya batu yang peduli.

Bukan saja saya tahu mungkin ratusan juta Orang Indonesia juga sudah mahfum, kemerdekaan masih sebatas perayaan saja. Tetapi ada sebuah atau sesuatu tepatnya yang anda tidak tahu. Apa itu? ..buku jawabnya, dan tertawalah 180 juta orang kurang dua persen di depan saya. (dua persen adalah perkiraan orang yang dapat mengecap pendidikan "layak" di Indonesia, mungkin saja berkurang setelah biaya pendidikan yang akhir-akhir ini semakin mahal saja).

Tahukah anda, seseorang pernah berkata apa yang lebih buruk daripada membakar buku? Tidak membaca buku jawabnya. Buku tadinya adalah lembaran-lembaran kertas kosong sebelum akhirnya sampai di depan anda. Dan lembaran-lembaran kosong itu asalnya dari ramuan yang diambil dari hutan-hutan di Kalimantan, Irian Jaya (Papua) serta Sumatra.

Bahkan sebelum menjadi kertas putih bersih untuk seseorang menuliskan ide-ide di atasnya benda satu itu sudah menjadi masalah nasional bahkan regional. Pembabatan dan pembakaran hutan yang asapnya sampai menyelimuti Kuala Lumpur sampai masalah pertikaian antara pemegang HPH (Hak Pengelolaan Hutan) dan para penduduk lokal yang merasa lebih berhak.

Penduduk Malaysia khususnya Kuala Lumpur merasa jengkel bahkan menuduh pemerintah Indonesia tidak becus mengurusi soal kebakaran hutan di Sumatra yang mencapai ratusan titik bahkan mereka dengan sukarela mengirimkan pasukan Bomba untuk membantu memadamkan api di sana. Tapi, yang mereka tidak tahu bahwa sebagian biang keladi pembakaran hutan di sana adalah pemegang HPH yang berasal dari Malaysia, setidaknya detik.com mencatat delapan perusahaan asal Malaysia sebagai biang keladi pembakaran hutan di Sumatera tersebut. Sekarang sebenarnya siapa yang harus merasa jengkel, Siti Nurhaliza atau saya?

Menjadi bahan dasar kertas ternyata tidak sesederhana zaman dahulu yang bisa saja membuatnya dari daun lontar atau merang dan diolah di dapur sendiri. Kertas memiliki potensi yang sangat besar, ekonomi tentunya termasuk di dalamnya karena bila tidak tentunya tidak ada itu yang namanya pabrik kertas...ada karena memang berpotensi meraup untung dari kertas bukan.

Bila anda seorang pemimpin yang semena-mena dan tiba-tiba ratusan ribu massa berdiri di depan istana dengan ekspresi muka yang emosional dengan berbagai tanda dengan tulisan-tulisan yang menentang kebijakan dan bahkan memaksa anda turun jabatan maka anda boleh menuduh kertas sebagai kambing hitamnya. Bahkan bila anda masih berkesempatan berkuasa, dan ingin kekuasaan yang anda pegang langgeng maka laranglah yang namanya kertas untuk diproduksi.

Karena kertaslah media pembaharu itu, demikian hebatnya bahkan jutaan orang memilih untuk tidak mempercayai tuhan, dan jutaan lainnya mempercayai ras mereka lebih unggul dari ras bangsa manapun di muka bumi ini. Lucunya, di atas kertas pula seorang negarawan bernama Machieveli kekuasaan dapat dipertahankan dengan cara apapun bahkan dengan membunuh.

Kertas-kertas yang tadinya hanya berupa bagian pohon-pohon di hutan tidak perlu banyak usaha untuk menjadikan benda satu itu sebagai senjata, hanya kombinasi kepala dan tinta maka jadilah. Hanya kumpulan huruf-huruf hingga menjadi kalimat, kumpulan-kumpulan kalimat hingga menjadi sebuah paragraf dan kumpulannya menjadi ber bab-bab dan akhirnya terbentuklah sebuah buku. Buku-buku yang tidak jarang mencerahkan banyak orang dan menyadarkan mereka untuk bergerak demi kebenaran, walau kadang tidak selalu benar.

Begitulah, bagaimana sebuah buku akhirnya sampai di depan anda sebenarnya adalah usaha seseorang untuk membeberkan ide-ide mereka kepada anda. Baik itu benar, jujur, idealis, menyuruh atas kebenaran atau bahkan mengajari anda untuk membuat bom. Intinya mereka ingin tahu apa yang ada di kepala mereka dan untuk anda pelajari dan nilai kembali, mereka bahkan memberikan argumentasi-argumentasi yang menguatkan pendapat dalam bukunya. Tentunya, bila anda melihat buku lainnya yang bertentangan maka anda juga akan menemukan argumentasi yang melawan fakta buku pertama.

Maka merdekakanlah buku-buku di rumah anda dengan membacanya, pelajari dan telaah serta debatlah bila memang tidak sesuai dengan idealisme atau prinsip yang anda pegang, bagus-bagus bila anda berhasil menuangkakan ide-ide baru dan menjadikannya buku.

Selamat hari kemerdekaan.

Tentang
8 pemegang HPH asal Malaysia
foto dari Corbis

Lúnasa 10, 2005

This Broken Wings




Beberapa waktu lalu dalam sebuah milis pustakawan, yang isinya kebanyakan lulusan jurusan ilmu perpustakaan baik yang bekerja sebagai pustakawan atau lainnya terdapat sebuah topik yang cukup menarik terlontar dari seorang adik kelas. Dia bertanya-tanya ketika melihat seorang bapak dengan kursi roda yang hendak mengunjungi sebuah perpustakaan yang ternama di Jakarta terhalang fasilitas yang tidak membuatnya mungkin menuju lokasi perpustakaan yang terletak di lantai atas, apakah ada perpustakaan di Jakarta ini yang memiliki fasilitas untuk orang-orang cacat?

Perpustakaan yang notabene tidak hanya ditujukan bagi manusia yang memiliki anggota tubuh yang berfungsi normal tentunya juga menyertakan sarana bagi penyandang cacat untuk mengaksesnya, itu idealnya. Namun nyatanya sampai detik ini masih sangat jarang saya yang bekerja di bidang perpustakaan mendengar ada sebuah gedung perpustakaan yang memiliki, misalnya, trotoar khusus pemakai kursi roda.

Itu baru fasilitas gedung belum lagi bila kita menengok lebih dalam lagi di mana sangat jarang, bahkan mungkin tidak ada koleksi perpustakaan yang menggunakan huruf braile untuk orang buta membacanya.

Sebenarnya bila anda lantas menyalahkan perpustakaan sebagai sebuah lembaga yang tidak perhatian dan pilih kasih saya tidak setuju juga. Mengapa begitu? Karena apa yang terjadi pada kasus di atas juga terjadi pada kebanyakan gedung-gedung di seluruh Indonesia bahkan untuk fasilitas umum sekalipun.

Bisa dihitung gedung-gedung pencakar langit di Jakarta yang menyediakan parkir atau lift khusus untuk penyandang cacat. Bisa juga di kira-kira mana trotar jalan juga di Jakarta yang memiliki area aman bagi mereka yang menggunakan tongkat sebagai penunjuk jalan, misalnya. Tidak usah untuk orang cacat, yang namanya trotar bahkan untuk orang normalpun sering kali tidak nyaman untuk digunakan, kalah dengan motor atau pedagang kaki lima.

Kembali ke masalah perpustakaan, sebelum membangun sebuah gedung perpustakaan adalah saat yang tepat bila ingin menyediakan sarana yang sifatnya memfasilitasi para penyandang cacat. Blue print sebuah gedung perpustakaan yang baik tentunya bila para konsultan perpustakaan juga diikut sertakan untuk membahasnya. Namun bila tidak ada konsultan saya rasa tentunya para arsitektur sudah memahami bahwa perpustakaan tidak hanya diperlukan oleh orang-orang yang normal saja.

Tentu anda akan berkata pada saya, bahwa tergantung peruntukannya Man. Kalau memang perpustakaan itu misalnya berada di sekolah yang muridnya memang kebanyakan cacat seperti Sekolah Luar Biasa maka harus memang yang namanya lift, trotoar, pintu masuk bahkan meja dan kursi bacanya dirancang khusus untuk mereka.

Yah, anda benar sekali namun yang saya bicarakan di sini adalah perpustakaan secara umum. Sebenarnya tidak usah perpustakaan umum perpustakaan perguruan tinggipun pasti memiliki mahasiswanya yang cacat. Mereka juga membayar uang kuliah persemester sama dengan mahasiswa normal lainnya, atau bila bicara tentang perpustakaan umum maka masyarakat sekitar perpustakaan itu berada juga membayar pajak sama dengan anggota masyarakat yang normal. Jadi apa yang membuat mereka harus dibedakan dalam memakai fasilitas perpustakaan?

Permasalahan yang rumit memang bila mengingat tidak hanya sebuah gedung perpustakaan, namun bahkan untuk kelas sekaliber kota Jakarta yang katanya metropolitanpun perencanaan tata kota tidak seindah teorinya. Anda tentu pernah mengalami kemacetan yang luar biasa akibat PLN sedang menggali lubang di pinggir jalan, lalu beberapa bukan kemudian mengalami hal yang namun kali ini bukan PLN tapi giliran Telkom yang menggali di sisi jalan yang sama.

Tata kota yang amburadul, gedung perpustakaan tanpa perencanaan yang matang sebenarnya cerminan apa sedang terjadi pada birokrasi kita. Begitu semrawutnya, bahkan mengurai benang wolpun mungkin kalah ribetnya. Padahal keruwetan yang demikian kata orang makin membuka peluang bagi para koruptor untuk beraksi...yah itulah, sepertinya kita sulit untuk belajar terlalu banyak kepentingan di sana.

Di luar negeri pelayanan untuk orang cacat dan manula menjadi perhatian khusus pemda setempat berikut yang saya kutip dari sebuah situs pemerintahan daerah di Australia sana.

Kotapraja City of Melbourne menyediakan sejumlah Pelayanan bagi Orang yang Tua dan Orang Cacat yang menjadi penduduk Kotapraja City of Melbourne

City of Melbourne menyediakan bantuan perawatan di rumah dan di luar, kesempatan-kesempatan rekreasi, dan pendidikan di Perpustakaan-perpustakaan, Rumah-rumah Pertemuan atau Community Centres dan rumah-rumah pertemuan warga berusia lanjut atau Senior Citizens Centres

Anda berhak menggunakan pelayanan ini jika anda sakit-sakitan atau berusia lanjut; cacat sedang atau cacat berat; jika anda orang muda yang cacat, atau menderita cacat atau penyakit yang sudah lama

Untuk mengetahui apakah anda berhak memperoleh pelayanan bagi Orang yang Tua dan Orang Cacat, suatu penilaian akan dilakukan oleh seorang anggota tim City of Melbourne. Lebih Lebih lengkapnya bisa klik di sini

Bicara soal belajar memang hobinya orang Indonesia sepertinya belajar dengan cara yang keras. Untuk mewajibkan bus-bus umum menyediakan pintu darurat misalnya harus beberapa orang meninggal karena terkurung dalam bis yang terbakar namun tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak tersedia pintu darurat. Untuk ribut-ribut soal pintu kereta api yang tidak memadai cukup beberapa bus, dan mobil dengan lima atau enam orang bahkan lebih yang ikut menjadi korban tabrakan maut kereta api akibat tak ada pintu pengaman.

Jadi gampangnya mungkin, ini hanya mungkin loh ya, ada gitu beberapa penyangdang cacat yang dapat dengan sukarela mengorbankan dirinya karena fasilitas untuk mereka yang tidak memadai. Paling tidak setelah anda melakukan tindakan seperti itu pihak yang memang berwenang akan lebih perhatian dan menyediakan apa yang selama ini anda impi-impikan. Bukan hanya di perpustakaan mungkin juga nantinya trotoar akan lebih nyaman, dan buat anda orang cacat yang dapat mengendarai mobil bisa memarkirkan kendaraan anda di tempat yang lebih pantas. Tidak mengada-ada bukan cara itu? Mengingat sulitnya mendapatkan perhatian.

Pict from Corbis

Lúnasa 08, 2005

Sesuatu yang terhenti


"Inilah sebuah dunia "yang melampui realitas" yang ada sebuah hiperealitas (hypereality), sebuah realitas yang virtual (virtual reality). Dunia realitas yang melampui dan bersifat artifisial ini menjajah hampir setiap realitas yang ada, yang pada suatu ketika akan mengambil alih secara total realitas-realitas tersebut. Kenyataan tersebut akan menimbulkan pertanyaan, apakah dunia artifisial dapat menghasilkan kesenangan, kegairahan, kepuasan yang lebih kaya, yang lebih beragam, yang lebih tinggi, apakah kita masih memerlukan realitas itu sendiri? Apabila kita tidak lagi membutuhkan lagi realitas, apakah ia harus kita tinggalkan, kita hancurkan, kita serang, kita "bunuh", untuk kemudian digantikan sepenuhnya oleh realitas-realitas artifisial" (Kata Pengantar oleh Yasraf Amir Piliang, Sebuah Jagat Raya Maya : Imperialisme Fantasi dan Matinya Realitas dalam buku Ruang Yang Hilang : Pandangan Humanis Tentang Budaya Hyperspace yang Merugikan)


Sesuatu yang sudah terhenti lama pasti akan sulit untuk memulainya kembali. Begitu juga dengan besi-besi yang berkarat, harus diberikan sedikit pelumas dan dipoles beberapa potong amplas agar dapat kembali lancar bekerja.

Apa yang teradi dengan saya beberapa minggu belakangan ini tidak jauh berbeda, setalah ditimpa beberapa amanah yang sangat menyita waktu hingga melupakan target yang telah saya canangkan beberapa waktu sebelumnya dalam dunia per-blog-an yaitu sebuah tulisan dalam seminggu, minimal.

Mungkin sebaiknya saya mulai sedikit cerita tentang hari-hari saya belakangan ini untuk memberikan sedikit "tendangan" pada otak yang sudah mulai beku dan jari jemari yang kaku ini,...yah agar sedikit lentur lah.

Kejadian besar yang menimpa saya pertama kali adalah dimulainya produksi microfilm di kantor tempat saya bekerja. Sebuah program untuk memindai koran-koran terbitan Indonesia, utamanya terbitan nasional seperti Republika dan Kompas. Berbeda dengan pemindaian digital yang hanya memerlukan scanner dan PC dalam melakukannya, kantor saya memilih untuk memindai koran-koran tersebut dengan cara yang sedikit kuno namun telah teruji dapat bertahan sampai dengan 500 tahun setiap hasil pemindaiannya.

Microfilm namanya, memang micro bentuknya, dan film berukuran 35mm sebagai bahan utamanya. Film-film ini didatangkan langsung dari Belanda, karena memang di Indonesia sangat jarang toko-toko yang menjual jenis film dengan harga setelah dirupiahkan kurang lebih Rp. 400.000,-/rol. Setiap gulungan film dapat memuat 600 frame dan setiap frame mencakup dua halaman koran, jadi sebuah rol film 35mm dapat menyimpan 1200 halaman, kurang lebih.

Banyak memang, namun anda akan terkejut bila saya beritahu bahwa satu rol film paling banyak hanya sanggup mencakup koran selama dua bulan, biasanya Republika cukup 1,5 bulan/rol. Kompas adalah mimpi buruk kami, karena tiap harinya rata-rata terbit 60 halaman maka walhasil sebulan menghasilkan 1800 halaman, itu bila hanya sampai tanggal 30. Tidak jarang kami harus menyambung ke rol berikutnya untuk menyelesaikan satu bulan terbitan koran Kompas.

Berbeda dengan proses dijital yang akan dengan mudah mengulang sebuah proses pemindaian bila terjadi kesalahan, produsi microfilm harus diulang dari awal bila terjadi kesalahan. Sesuatu yang sangat tidak diinginkan oleh penanggung jawab produksi microfilm seperti saya adalah ketika tidak sengaja cahaya mengenai permukaan film yang belum di proses (biasanya kita mengenal dengan "cuci-cetak")...karena secercah sinar saja bocor maka film-film tersebut akan terbakar. O iya, setiap rol biasanya memakan waktu seharian jam kerja dalam mindainya, bayangkan bila harus mengulanginya lagi dari awal...sangat membuang-buang waktu bukan.

Itulah alasan pertama kenapa saya tidak pernah lagi menyentuh otak saya untuk berfikir dan mencari ide yang akan tertuang dalam blog.

Bila ada pertama harusnya ada yang kedua bukan? Ya, nyatanya memang ada alasan berikutnya kenapa saya melupakan blog saya. Apaan tuh? Adalah Munas 1 PKS alias Musyawarah Nasional pertama Partai Keadilan Sejahtera adalah ke mana ujung jari telunjuk saya mengarah.

Di sana seorang teman meminta saya untuk membantu dokumentasi foto selama Munas berlangsung. Seminggu yang luar biasa, bila boleh saya katakan seperti itu. Bertemu dan menyalamali orang-orang hebat yang selama ini hanya bisa saya lihat melalui televisi atau koran. Yah, tentunya yang paling utama saya mendapatkan gambar mereka.




Temans, begitulah beberapa minggu terakhir yang menyita waktu-waktu saya hingga rasa-rasanya blog saya menjadi terbengkalai. Ingin sebenarnya saat dalam kesibukan lalu saya menyisakan waktu untuk kembali menulis dan menyapa teman-teman via blog. Namun seperti kata Josh Groban dalam lagunya "Remember When It Rain" saya hanya dapat mengingat teman-teman dalam hujan yang nyimik-nyimik turun pada bulan yang semestinya masih kemarau ini untuk melepas rindu.

Satu catatan khusus yang rasa-rasanya perlu saya bagi pada teman-teman adalah saat saya membaca sebuah kisah yang sangat menarik terjadi dalam dunia maya. Tepatnya melibatkan sebuah stasiun radio ternama di Jakarta, sebuah milis dan beberapa identitas ganda. Bagaimana seorang berkepribadian ganda menipu beberapa penyiar (yang semuanya wanita) radio tersebut, bahkan sempat berjanji menikahi salah satunya. Belakangan terbongkar bahwa pemiliki identitas tersebut ternyata seorang ibu berusia 60-tahunan.

Hal demikan juga terjadi, cerita teman saya, pada sebuah situs Islam terkenal di Indonesia di mana para pengunjung setianya kerap kali mengadakan pertemuan dalam dunia maya alias konfrence. Intensnya pertemuan dalam dunia maya membuat masing-masing pengunjung rutinnya merasa mengenal dan kadang tidak sungkan-sungkan berbagi rahasia, walau belum pernah bertemu secara fisik.

Setelah beberapa tahun berlangsung teman saya itu menemukan keganjalan pada beberapa identitas, tepatnya lima identitas yang katanya beberapa kali memberikan data-data yang mencurigakan. Keganjalan paling fatal adalah ketika salah satu dari "lima orang" itu memberikan foto dirinya yang ternyata adalah foto temannya yang kebetulan dipasang dalam website miliknya.

Nah bagian paling serunya adalah 2 dari 5 identitas di atas saling menikah dan tinggal di luar negeri bahkan sempat menyebarkan berita bahwa sudah memiliki satu anak. Lucunya, lagi-lagi foto anak yang dipasang di websitenya adalah anak seorang mahasiswa yang juga sedang kuliah di Jepang.

Pendek kata setelah menjalani proses panjang teman saya dan seorang sahabatnya yang memang ahli komputer menemukan kesimpulan bahwa dari lima identitas itu hanya satu yang benar atau memang palsu semua. Termasuk data-data yang mereka temukan adalah orang tersebut biasa memakai sebuah warnet di Bandung dalam menjalankan perannya dalam dunia maya.

Dunia maya memang kejam, membuat saya berfikir sejenak apakah ada di antara teman-teman dunia maya saya yang bukan sebenar-benar dirinya. Atau jangan-jangan tanpa saya sadari apa yang tampak dalam dunia maya tidak mempresentasikan diri saya sebenarnya dalam dunia nyata,....ah saya khawatir malah seperti itu jadinya.

Di dalam cyberspace berbagai peristiwa dirangkai. Direkayasa dan kemudian disuguhkan untuk komsumsi umum -- inilah pseudo-event. Pseudo-event adalah sebuah kejadian atau peristiwa yang tampaknya terjadi secara spontan, tetapi semuanya terjadi disebabkan seseorang merencanakan, merekayasa, atau memprovokasinya. Kejadian-kejadian palsu tersebut kini tumpang tindih dengan realitas sesungguhnya sehingga publik boleh jadi berspekulasi secara bebas tentang makna dan kebenarannya. (Walter Truett Anderson, Reality Isn't What It used to Be, Harper Collins, 1990, h.9).

Btw, anda boleh yakin akan satu hal...bahwa saya tidak langsing dan menyukai berbagai macam makanan :)

Iúil 04, 2005

Apakah hidup semakin mudah?




Apakah hidup semakin mudah bagi pecinta buku? ya itu pertanyaanya. Ketika dulu Avlin Tofler meramalkan buku berbahan kertas akan tergantikan oleh alat-alat elektronik. Banyak sekali tanggapan orang yang positif dengan ramalan dan arah perkembangan teknologi yang terjadi saat itu. Munculnya alternatif media baca yang didukung oleh perkembangan teknologi semakin membuat harapan buku-buku yang berbahan kertas akan segera bergeser.

Beberapa media baca dan teknologi yang menyertainya sempat beberapa tahun lalu menjadi momok. Antara lain Buku Audible, yang didirikan pada tahun 1995 dengan "isi"-nya yang dapat didengarkan menggunakan piranti bernama MobilePlayer. Sebuah perangkat MobilePlayer dapat menyimpan data audio berdurasi dua jam di jual seharga 99 dolar AS saat itu, apabila anda ingin menyimpan lebih lama maka Audible.Inc menyediakan perangkat yang lebih canggih yang dapat menampung audio berdurasi delapan jam seharga 299 dolar. Kabarnya Microsoft juga ikut menamkan sahamnya pada perusahaan Audible Inc, bahkan juga saat itu menyertakan fasilitas untuk pengguna windows pada PDA agar dapat Buku Audible tanpa harus membeli perangkat MobilePlayer.

Lalu terdengar tentang E-book, mungkin buat anda yang kuliah pada dekade 90-an pernah mendengar gembar-gembor e-book ini. Apalagi bagi saya yang kuliah di sebuah jurusan yang memang berhubungan langsung dengan buku-buku merasa bahwa dengan adanya revolusi e-book ini maka buku-buku yang berbahan kertas akan tinggal menunggu waktu saja.

E-book saat itu dikembangkan oleh Nuvo Media dengan Rocket e-booknya, Softbook press dengan Softbooknya dan Everybook. Dengan memanfaatkan teknologi terbaru maka mereka dapat menciptakan sebuah piranti yang lebih tahan lama dibanding generasi piranti sebelumnya. Bahkan perkembangan internetpun dimanfaatkan dengan menyediakan fasilitas download langsung dari piranti tersebut. Oh ya, masing-masing piranti saat itu tidak dapat membaca file yang diproduksi saingannya.

Piranti yang dikembangkan semakin dibikin semirip mungkin dengan kebiasaan seseorang ketika membaca buku dengan bahan kertas biasa. Karena ringannya piranti e-book maka diharapkan kebiasaan membaca sambil tidur-tiduran pun masih dapat dilakukan. Bahkan bila anda terbiasa melipat kertas dalam buku sebagai pembatas, e-bookpun menyediakan fasilitas yang mirip dimana bila anda menghidupkan piranti tersebut akan segera menuju halaman terakhir yang anda baca.

Harap diingat bahwa dua perkembangan teknologi yang saya sebutkan di atas merupakan perkembangan yang terjadi pada dekade 90-an. Sekarang, di tahun 2005 ini apakah anda pernah menyentuh piranti yang saya sebutkan di atas? Kecuali mungkin PDA yang dikembangkan microsoft itupun mungkin dengan tujuang lain daripada memanfaatkan buku audio saya percaya sebagian besar pembaca menjawab belum pernah.

Sampai detik ini sebagi pustakawan saya melihat bahwa ternyata perkembangan teknologi media baca masih sama dengan seratus atau dua tahun lalu, sangat jauh dari yang diharapkan oleh para pengembangan e-book dan audiblebook. Bahkan perpustakaan tempat saya bekerja masih mengandalkan microfilm untuk mendokumentasikan koran-koran daripada dijitalisasi, dengan pertimbangan dijital lebih ringkih dibanding microfilm yang dapat tahan sampai 500 tahun dengan perawatan yang tidak begitu merepotkan.

Teknologi e-book dan audioble yang diharapkan menggantikan buku dari bahan kertas memang sampai detik ini (masih) tidak senyaman dengan buku biasa, akui saja. Bayangkan ambil contoh untuk sebuah PDA saja, saya ambil contoh PDA karena saya melihat piranti ini yang masih berkembangan sampai sekarang walau tidak berfungsi khusus untuk media baca saja. Walaupun PDA dapat menampung file-file pdf tidak sedikit (tergantung besar kecilnya media penyimpan PDA anda), namun untuk mendapatkan sebuah PDA saja anda harus merogoh kantung sangat dalam karena memang piranti tersebut tidak murah. Belum lagi, bila tiba-tiba terjadi kerusakan baik akibat virus atau penyebab lainnya, untuk membetulkannya saja lagi-lagi anda harus merogoh kantung.

Kurangnya penyedia file-file buku semacam pdf yang dapat di download di internet juga menjadi kendala yang sangat berarti. Bolehlah, memang benar cukup banyak file tersebut ada saja di internet tapi itu kalau memang anda rela membelinya. Namun se rela apa -untuk ukuran orang Indonesia- anda mau membeli buku dalam bentuk file yang di download via internet? Masih dibutuhkan penelitian lebih dalam lagi, tetapi saya sangat yakin bahwa rata-rata Orang Indonesia keberatan untuk mendownload file buku yang mereka butuhkan, kecuali gratis atau terpaksa.

Ya UUD (Ujung-Ujungnya Dodol) memang masalah yang sedikit banyak sangat beperan sekali pada perkembangan piranti media baca elektronik semacam e-book dan audiblebook. Buat apa misalnya mendownload dari luar negeri buku karya JK Rowling dari Amazone atau portal lainnya, padahal untuk buku yang sama dan dicetak di Indonesia masih bisa lebih murah. Bahkan, bukannya saya mendukung bajakan, bila anda tidak tahu malu membeli buku bajakan dengan judul yang sama akan lebih (sangat) menghemat.

Belum lagi soal kebiasaan membaca, ok lah saya sangat takjub dengan ukuran PDA yang ringkes dan ringan. Hei... bila saya punya PDA saya akan menjaganya dengan sangat hati-hati mengingat PDA merupakan alat yang cukup ringkih dan mahal. Tidak akan misalnya saya akan membaca buku melalui PDA sambil tiduran-tiduran menjelang malam karena resikonya bila jatuh atau tertindih akan membuat saya nyengir miris. Saya juga tidak akan melempar sembarangan PDA setelah membaca, akui saja anda pasti suka melempar buku ke atas lantai atau meja setelah membacanya bukan?

Banyak sekali faktor kenapa saya lebih memilih buku berbahan kertas dibanding media elektronik anda pasti sudah tahu kenapa bila membaca dengan seksama di atas. Ya bolehlah, perkembangan teknologi memang sangat membantu dunia buku, saya percaya itu memang terjadi. Lihat saja bagaimana dengan adanya teknologi yang canggih buku-buku dapat didisain dengan lebih menarik. Pemasaran juga menjangkau pangsa yang lebih luas berkat adanya teknologi terutama internet, bahkan saat ini anda dapat memesan buku langsung dari depan komputer tanpa harus datang ke toko buku.

Ya benar, teknologi memang sangat berguna. Namun bila saya harus memilih antara buku-buku berbahan kertas dengan buku-buku berupa file-file yang ada dalam PDA atau piranti elektronik lainnya, saya jujur saja akan lebih suka memilih buku dari bahan kertas.

Rasa-rasanya sangat nikmat setelah membaca saya bebas menjadikan buku pribadi saya sebagai bantal atau guling. Ada kenikmatan tersendiri ketika memandangi deretan-deretan buku di rak buku pada ruang tamu saya. Buku-buku yang mungkin selama ratusan tahun ke depan masih akan ada di sana dinikmati anak cucu saya tanpa harus khawatir memback up file ketika akan mengformat PDA atau terserang virus yang berkala menyerang komputer.

Jadi, apakah hidup semakin mudah bagi anda dan saya yang menggemari buku? Saya akan menjawab iya memang benar. Namun dari perspektif yang menurut saya mungkin berbeda dan tidak semaju pendiri e-book dan Audiblebook. Saya akan menempatkan diri saya lebih mundur sedikit sambil memeluk buku "Elegi Guttenberg : memposisikan buku di era cyberspace" karya Putut Widjanarko yang berbahan dasar kertas itu.

Maaf teman-teman pecinta lingkungan....tampaknya gara-gara saya pohon-pohon di Hutan Kalimantan dan Irian Jaya sana masih akan ditebangi sedikit banyak gara-gara saya juga,...sekali lagi saya minta maaf.

-----------------------------------------

*Saat ini Google sedang mengembangkan perpustakaan dijital bekerjasama dengan beberapa perpustakaan terkenal di Amerika Serikat antara lain Harvard, Stanford dan Oxford. Bermodalkan 200 juta dolar AS beharap dalam sepuluh tahun proyek ini memudahkan orang mendapatkan buku-buku via google dengan lebih mudah.

Namun tak ayal proyek google ini diprotes keras terutama oleh negara-negara Uni Eropa. Prancis termasuk yang paling keras menentang poyek Google yang dituduh sedang meng Amerikanisasi Dunia melalui dunia Maya, bahkan Prancis mengusulkan Eropa mengembangkan mesin cari yang dapat menyaingi ke piawai an Google.

*Sebenarnya Dijitalisasi buku-buku telah dilakukan sejak tahun 1971 oleh Michael Hart. Bertujuan mendijitalkan buku-buku sastra, proek ini disebut Proyek Guttenberg. Sampai detik ini sudah berhasil mengumpulkan 16 ribu judul buku, dan tentunya siapa saja dapat mendownloadnya secara gratis http://www.gutenberg.org/

Meitheamh 29, 2005

Menunggu Tarzan dari Tenabang



Bila sebuah buku dibilang best seller di luar negeri misalnya Amerika dan Inggris maka kopi yang terjual biasanya lebih dari ratusan ribu, bahkan jutaan. Sebut saja karya JK Rowling dengan buku ke lima serial Harry Potter and the Order of the Phoenix pada hari pertama peluncuran buku tersebut langsung laku lima juta kopi. Sangat berbeda jauh dibanding Indonesia yang hanya cukup berhenti sampai ribuan kopi saja untuk disebut sebagai buku-buku best seller.

Menurut Hernowo dalam kata pengantarnya dalam buku bertajuk Elegi Guttenberg (saya sangat suka sekali buku ini hingga tidak pernah bosan membacanya) Begitu seorang tertarik untuk membaca sebuah buku, secara otomatis dia telah berniat untuk memperluas wawasan dan memperkaya perspektif. Buku akan mengajaknya menjelajahi wilayah baru yang sebelumnya tidak pernah dikenalnya - atau pernah dikenalinya, namun kurang fokus. Buku akan memandunya melewati pelbagai macam "jalan" dalam upaya kerasnya menuju satu tujuan yang terarah dan jelas sekali. Begitulah buku, membuat seseorang lebih fokus, paling tidak.

Bagaimana sih sebuah buku dapat begitu lakunya bak kacang goreng, padahal yang namanya buku itu tidak semurah yang kita kira. Bahkan untuk membaca bukan hanya bagi Orang Indonesia, bagi kebanyakan orang-orang di luar negeri juga merupakan pekerjaan yang membosankan. Buku Harry Potter di atas yang tebalnya 896 halaman dijual tidak kurang dari Rp. 225.000.00 jelas bukan sebuah bacaan yang ringan dan juga tentunya bukan juga harga yang murah, apalagi untuk kebanyakan anak-anak di Indonesia. Tetapi ya itu tadi, lima juta kopi di hari pertama launching, sungguh prestasi yang luar biasa bahkan untuk negara adidaya sekalipun.

Sihir kah? Ya memang buku karya JK Rowling isinya tentang dunia sihir dan hal-hal yang berkaitan dengannya paling tidak dunia sihir dalam khayalan sang pengarang. Namun bukan sihir yang menyebabkan bukunya sangat laris, banyak faktor di belakang layar menjadi penentu laku tidaknya sebuah buku di pasaran.

Faktor utama adalah penulis,...betul sekali! Penulis yang handal, penulis yang mampu menterjemahkan apa yang ada dalam kepala pembacanya (tentunya juga apa yang ada dalam kepala Si Penulis) ke dalam buku-bukunya. Penulis yang baik tentunya sudah mengetahui tagret pasar yang ingin ditujunya tepat ketika dia mulai menekan huruf pertama pada tuts keyboardnya.

Tanpa penulis tak akan ada namanya buku, atau karya tulis. Benar memang, namun saat ini ribuan orang menyebut dirinya sebagai penulis, raturan orang berebutan untuk menerbitkan buku-buku karyanya, namun hanya puluhan orang bahkan lebih sedikit lagi yang layak disebut sebagai penulis handal.

Bagaimana memilah penulis berpotensi dari ratusan naskah sampai akhirnya sampai ke tangan pembaca? Nah di sinilah datang fungsi penerbit. Penerbit dan penulis bagaikan dua ekor ikan di tengah lautan yang saling menguntungkan, paling tidak begitulah teorinya. Penerbit, bertugas membantu penulis untuk memproduksi secara massal apa yang telah dituangkan, dan penulis tentunya diharapkan tetap produktif menghasilkan tulisan-tulisan yang menarik.

Namun ada kalanya perjuangan seorang penulis untuk menerbitkan bukunya tidak semudah yang kita bayangkan.

Ingat Benyamin S. pernah memerankan tarzan dalam film tarzan betawi? Dalam film itu Bang Ben ditemani Ida Royani remaja putri yang besar di kota. Dalam kisah aslinya tarzan juga memiliki seorang kekasih bernama Jane berasal dari dunia manusia yang beradab. Tarzan aslinya merupakan tokoh rekaan yang diciptakan oleh Edgar Rice (1875-1950) yang menarik disimak adalah bagaimana kisahnya hingga terkenal dengan karya tarzannya.

Edgar mulai menulis pada usia 35 tahun setelah gagal menjalani berbagai profesi antara lain menjadi koboy di Idaho, penambang emas di Oregon, dan polisi jalan kereta api di Utah. Dia juga pernah bekerja sebagai akuntan, padahal buta akutansi yang membuatnya bertahan di sana adalah atasannya ternyata lebih buta akutansi dari pada Edgar. Pernah juga membuka bisnis sendiri namun gagal.

Ketika menjadi agen penjual serutan pinsil dia mulai menulis, sambil menunggu anak buahnya. Minat menulisnya dimulai karena dia sering membaca roman picisan, menurutnya kalau seseorang dapat menghasilkan uang dengan cerita-cerita bualan macam ini maka dia juga bisa.

Karya pertamanya bukan Tarzan, dia pernah menawarkan karyanya tersebut ke penerbit terkemuka di Amerika dan tiga belas penerbit di Inggris namun semuanya menolak. Karya Edgar sebelum tarzan antara lain Dejah Thoris, Princess of Mars (1912) dijual seharha 400 dolar dan itu adalah 400 dolar pertamanya dari tulisan karyanya. Hasil penjualan yang menurut dia paling berkesan dalam hidupnya

Apapun tujuan seorang penulis dalam berkarya sebenarnya tidak lah menjadi sebuah alasan masyarakat menyukainya atau tidak. Justru apa yang dihasilkannya lah menjadi tolak ukur karya sang penulis. Boleh saja mislanya seperti pencipta tokoh Tarzan di atas menulis karena dempetan ekonomi, bila memakai istilah Edgar, dia terdorong menulis karena memiliki satu orang isteri dan dua orang anak. Atau misalnya anda menulis karena, dengan alasan lain, ingin memililiki peran yang berati dalam perkembangan sastra di Indonesia.

Apapun alasannya memang benar-benar tidak begitu dipedulikan, paling tidak dari di penerbit. Penerbit hanya tahu, bila karya anda bagus dan sesuai minat pasar maka mereka bersedia menerbitkannya. Memang sih ada juga penulis yang idealis dengan tidak begitu mempedulikan arus pasar, buat mereka sastra ya sastra. Bahkan mereka rela menerbitkan karya-karya miliknya tanpa melalui penerbit yang sudah biasa, bak sebuah album lagu dengan indi label karya mereka beredar di pasaran.

Baiklah, jadi bagaimana awalnya anda mulai menulis dan dengan cara apa anda menerbitkan karya-karya anda baik itu melalui penerbit yang sudah mapan maupun dengan cara underground. Saya masih sangat berharap bahwa pada suatu saat nanti muncul penulis dengan karya-karya yang sangat dihargai oleh masyarakat. Siapa tahu muncul penulis yang dari Penjaga Kios Tenabang atau Guru daru Kampung Sawah atau bahkan pekerja tambang yang menuliskan karya masterpisnya dari Puncak Jayawijaya sekalipun.

Kami masih menunggu....

Meitheamh 27, 2005

Numismatik bukan sejenis tumis-tumisan



Apa yang anda tahu tentang pustakawan? Ya... paling tidak, pasti anda akan menjawab pustakawan adalah sesuatu yang berhubungan dengan informasi, profesi dan manajemen buku, majalah, jurnal pada perpustakaan. Apa yang anda ketahui tentang fotografi? He'eh betul sekali...fotografi adalah sesuatu yang berhubungan dengan kamera, seni, foto dan melukis dengan cahaya atau sesuatu yang berhubungan dengannya.

Bagaimana dengan filateli, mungkin ada yang tidak tahu namun lebih banyak lagi yang mengetahui dengan pasti bahwa filateli adalah sebuah hobi yang berhubungan dengan benda pos, umumnya, sangat pasti, mereka yang mendalami hobi ini menyukai perangko. Bahkan semakin tua dan langka sebuah perangko beberapa peminat filateli rela merogoh kantong terdalam semampu mereka untuk memilikinya.

Sekarang saya ingin bertanya, apa yang anda ketahui tentang numismatik? ... Pasti sebagian besar dari pembaca artikel ini tidak pernah bisa membayangkan sesuatu yang berhubungan dengan kata itu. Oh ya,... tentunya tidak ada hubungannya dengan tumis menumis masakan.

Tebakan anda sebagus tebakan saya, tidak pernah sama sekali mendengar sama sekali tentang numismatik, sampai profesi sebagai pustakawan secara kebetulan mempertemukan saya dengan sebuah buletin yang baru saja terbit Bulan Juni ini.

Buletin tentang numismatik yang diterbitkan Asosiasi Numismatik Indonesia (ANI) cabang Jawa Barat. Pasti terkejut kan!! untuk kata yang anda belum pernah dengar ternyata memiliki sebuah asosiasi,...tingkat nasional lagi. Bahkan sebuah cabangnya mampu menerbitkan buletin mengenai apa yang mereka dalami.

Apa sih sebenarnya numismatik itu? Tidak berbeda dengan filateli yang merupakan sejenis hobi untuk mengumpulkan benda-benda dengan spesifik tertentu, dalam hal filateli tentunya benda yang dimaksud berhubungan dengan pos. Numismatik juga mengumpulkan benda-benda tertentu dengan spesifikasi tertentu juga yaitu tepatnya yang berhubungan dengan mata uang. Kesamaan lainnya antara numismatik dan filateli, semakin tua dan langka maka akan semakin bernilai harganya di mata penggemarnya.

Masuk akal juga sih bila ada kelompok orang tertentu yang menyukai jenis hobi ini. Karena mata uang memiliki sejarah yang tidak kalah panjangnya dari sejarah keberadaan manusia itu sendiri. Pada awalnya memang manusia tidak mengenal mta uang sebagai alat tukar namun sejak sistem barter tidak lagi menjadi mode, mata uang menjadi hal yang umum untuk menjadi alat tukar.

kebiasaan tersebut tentunya sudah dimulai ribuan tahun lamanya.Uang tertua yang saat ini tercatat pertama kali dicetak di Lydia sebuah negeri di Asia Minor Bagian Barat saat ini bagian dari Turki. Uang tersebut dicetak pada akhir abad ke tujuh sebelum masehi dengan bahan dasar emas putih.

Di Indonesia sendiri sejarah mata uang tercatat sejak adanya kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di seputar Nusantara saat itu. Berdasarkan prasasti Bulai sekitar tahun 860 M mata uang pertama yang berlaku di Indonesia dikembangkan oleh kerajaan Mataram Syailendra.

Pada prasasti tersebut di atas disebutkan mata uang milik kerajaan Mataram Syailendra terbagi dari dua jenis berdasarkan bahan dasar pembuatannya yaitu emas dan perak. Sedangkan berdasarkan beratnya mata uang saat itu dibagi menjadi tiga yaitu Masa, biasa disingkat Ma, memiliki berat 2,4 gram, Atak dengan berar 1,2 gram dan yang paling ringan di sebut Kupang atau sering disingkat dengan Ku memiliki berat 0,60 gram.

Dalam perkembangannya mata uang yang beredar di Indonesia juga dipengaruhi oleh mata uang yang beredar pada bangsa-bangsa lain. Bangsa Cina adalah yang pertama kali tercatat mampu melebarkan peredaran mata uangnya sampai ke Nusantara, dengan ciri khas uang logam dengan lubang persegi empat di tengah-tengahnya Orang Kita biasanya menyebutnya dengan kepeng.

Selain Cina beberapa bangsa yang juga pernah laku dipakai di Nusantara antara lain Bangsa Arab dengan Dinarnya, Bangsa Belanda dengan Guldennya, Perancis, Inggris dan Jepang juga pernah tercatat memiliki sejarah dalam perkembangan mata uang di nusantara yang akhirnya dikenal dengan nama Indonesia.

Menilik sekilas tentang sejarah mata uang di Indonesia maka tidak heran ada saja orang-orang terobsesi mengoleksi mata uang yang pernah beredar di Indonesia selengkap mungkin. Tengok saja Anwar Karim warga Tasikmalaya yang mendalami numismatik sejak tahun 1965. Pernah keliling Indonesia, bahkan pada tahun 1974 pernah berkunjung ke beberapa negara tetangga, untuk memuaskan dahaga akan hobinya itu.

Namun sebuah kejadian yang sangat memukul jiwanya terjadi pada tahun 1988 dimana koleksi yang dimilikinya raib digondol maling. Memaksanya "mengasingkan" diri selama tiga tahun berkelana kembali ke kota-kota di Indonesia untuk menutupi kesedihannya yang luar bisa saat itu. Selama kurun waktu tiga tahun itu, bahkan dia tidak mengetahui ketika isteri yang dicintainya meninggal dunia. Sungguh benar-benar pengorbanan yang sepertinya untuk orang yang tidak faham dunia numimastik akan geleng-geleng kepala.

Sebenarnya tidak aneh juga bila melihat tingkah seseorang yang sudah terobsesi pada sesuatu. Masing ingat beberapa waktu lalu juga di blog ini saya menulis tentang Don Vincente? Dia rela membunuh pemilik toko buku, pendeta, penyair dan anggota dewan kota demi melengkapi koleksi buku langkanya. Total nyawa yang hilang sia-sia akibat kegemaran Don Vincente mengoleksi buku langka sebanyak delapan orang...ck ck ck.

Kembali ke soal numismatik, Indonesia merupakan lahan yang sangat menggiurkan bagi penggemar numismatik. Karena sejarah bangsa ini yang juga sangat kaya, maka mata uang juga daya tarik yang tentunya sangat menjanjikan. Belum lagi saat awal kemerdekaan dimana dalam masa tersebut banyak sekali jenis uang-uang yang beredar di Indonesia, sebut saja uang zaman revolusi, uang daerah, uang Soekarno dan uang Irian Barat yang saat itu masih di kuasai Belanda.

Bagaimana seseorang numismatik dapat mengetahu mutu dan kualitas mata uang yang akan dikoleksinya? Selain dari pengalaman ternyata mereka juga memiliki standar sendiri dalam menentukan kualitas nilai mata uang kuno berdasarkan keadaan fisiknya.

Paling teratas dalam kualitas mata uang para penggemar numismatik biasa menyebutnya dengan Proof (PR). Jenis uang ini biasanya memang dicetak untuk kepentingan kolektor. Biasanya juga selain untuk keperluan perkenalan koin baru juga untuk memperingati momen-momen tertentu. Uang dengan kualitas model ini memiliki permukaan yang mendekati sempurna, bila memakai istilah numismatik, mirror-like surface.

Agak turun sedikit, kualitas yang juga sangat baik disebut dengan uncirculated (unc). Kondisi yang dimaksud adalah di mana uang (biasanya yang terbuat dari logam) tersebut tidak memiliki cacat sedikitpun akibat terpakai, karena itu disebut uncirculated atau "tidak beredar". Di Eropa khususnya Belanda dan Perancis kondisi uang logam seperti ini disebut FDC atau Fleur de Coin.

Kondisi selanjutnya adalah extremly fine (ef atau xf), kondisi koin ini walau masih bagus namun gambar dalam koin tersebut tidak begitu jelas namun secara keseluruhan kira-kira kondisi uang tersebut mendekatai 90-95% dari uang aslinya. Berturut berdasarkan persen kualitas uang numismatik menyebut beberapa tingkatan lagi di bawahnya yaitu Very Fine (vf), Fine (gf), Very Good (vg) dan terakhir Good (g).

Kondisi uang tentunya menentukan nilai jual kembali di antara para kolektor. Semakin sempurna kondisi uang maka akan semakin mahal harga nilai jualnya. Misalnya untuk sekeping logam 2,5 Gulden Wilhemina yang dicetak pada tahun 1898 saat ini kira-kira harganya untuk kondisi Fine Rp. 50.000.000, Very Fine Rp 150.000.000, extremly fine Rp 250.000.000 dan Uncirculated Rp. 500.000.000.

Nilai yang luar biasa bukan untuk sekeping uang? Mungkin, saat uang itu beredar pertama kali tidak memiliki nilai nominal yang luar biasa seperti yang saya sebutkan di atas. Karena telah memiliki nilai tambahan seperti historis, kualitas, dan mutu maka akan bernilai berlipat-lipat ganda.

Jadi jangan terburu-buru membuang recehan lima perak anda karena sudah tidak laku lagi. Simpan barang sekeping dua keping di tempat yang aman. Mungkin saja nanti bila cicit buyut anda menemukannya kembali telah bernilai sangat tinggi...selamat mencoba!


Meitheamh 17, 2005

Koran



Setiap pagi bagi kebanyakan orang yang tinggal di Jakarta tidak bisa tidak harus mengambil secarik koran untuk menemani mereka sarapan atau minum kopi. Bagi yang tidak sempat sarapan di rumah biasanya dalam transportasi umum yang mengantarkan mereka ke tempat pekerjaan juga ditemani dengan yang namanya koran.

Sedikit berbeda dengan kebiasaan masyakarat di Luar negeri memang koran di Indonesia baru sejak awal eformasi mengalami kebebasan luar biasa dalam menuangkan isi beritanya. Namun seperti juga di belahan dunia lainnya koran di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang walau tidak sepanjang sejarah perkembangan penerbitan buku.

Sebenarnya kegairahan terhadap koran dan sejenisnya tidak saja terjadi pada masa reformasi. Beberapa saat setelah pembacaan teks proklamasi Indonesia koran sangat laku diperebutkan orang, sepertinya saat itu tidak ada seorangpun yang ingin ketinggalan berita. informasi dan beriya tentang bangsa yang baru saja lahir itu menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduknya tentunya membuat para penerbit semakin sumringah karena oplahnya menanjak :).

Tercatat beberapa peristiwa penting dalam sejarah pers di masa revolusi yakni di tahun yang sama telah didirikan Sari Pers di Jakarta oleh Pak Sastro dan kantor berita Antara dibuka kembali, setelah selama tiga tahun dibekukan Jepang. Kantor Sari Pers setiap hari mencetak ratusan koran stensilan yang memuat berbagai berita penting dari seluruh tanah air. (Suara Karya, 23 Agustus 2004)

Koran sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu Qur'an namun ada juga yang menyebutkan berasal dari kata Belanda (Krant?) ...ya ga tau lah pastinya, hanya ahli bahasa yang bisa menjelaskan lebih pasti di sini. Koran dalam peradaban manusia memiliki sejarah yang lebih panjang dari kejatuhan Kota Romawi yang pernah dipimping Julius Cesar sampai dunia maya saat ini.

Sebenarnya koran itu apa sih? Begini menurut wikipedia Indonesia "Koran atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat kabar juga biasa berisi kartun, TTS dan hiburan lainnya.

Ada juga surat kabar yang dikembangkan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya berita untuk industri tertentu, penggemar olahraga tertentu, penggemar seni atau partisipan kegiatan tertentu.

Jenis surat kabar umum biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali pada hari-hari libur. Surat kabar sore juga umum di beberapa negara. Selain itu, juga terdapat surat kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang prestisius dibandingkan dengan surat kabar harian."

Surat kabar atau koran di Indonesia cukup unik, salah satu sebabnya adalah beberapa bahan berita bahkan tidak mungkin kita temui dalam harian-harian lainnya. Bayangkan nara sumber di Indonesia tak melulu cendekiawan atau ahli dalam bidang tertentu, bahkan mahluk ghoib sah-sah saja menjadi "nara sumber" yang dapat dikorek informasinya mengenai situasi dan prospek politik Di Indonesia. Biasanya ramai saat-saat Pemilu atau gonjang-ganjing keaadaan ekonomi serta politik.

Surat kabar pertama kali dikenal pada tahun 59 sebelum masehi di kekaisaran Romawi kuno. Saat itu hanya berisi jurnal kegiatan Sang Kaisar yaitu Julius Cesar bertajuk "Acta Diurna". Walaupun begitu baru pada tahun 1605 surat Kabar terbit yang pertama kali dalam bentuk tercetak oleh Johan Carolus dengan tajuk "Relations" di Perancis yang saat itu dikenal dengan daerah merdeka bernama Strasbourg dengan bahasa dominan "Bahasa Jerman" (Pertanyaan tentang Kota Stratsbourg pernah muncul pada Who Wants 2 be a Millionare versi Indonesia). Koran tertua di dunia yang saat ini masih terbit adalah "Post-och Inrikes Tidningar " dari Swedia yang terbit pertama kali pada tahun 1645.

Di Indonesia sendiri saya belum begitu banyak menemukan data lengkap mengenai kapan dan di mana awal sejarah koran. Namun sebuah fakta menarik saya temukan, mengenai sejarah harian di Indonesia. Ternyata harian yang bernafaskan Islam telah terbit sejak sebelum Perang Dunia I tepatnya pada tahun 1 oktober 1932 ADIL namanya oleh Muhammadiyah, terbit terakhir tahun 2002.

Adil merupakan salah satu di antara dua pers Indonesia yang terbit sebelum Perang Dunia II. Kedua penerbitan itu sampai saat ini (l999) masih terbit meskpun mengalami berbagai bentuk terbitan. Media yang lain itu adlah Panjebar Semangat yakni harian berbahasa Jawa terbit di Surabaya. Majalah ini terbit pertama kali tanggal 2 September 1933 didirikan oleh dokter Soetomo, yang merupakan kelanjutan penerbitan harian Soeara Oemoem yang menggunakan bahasa Melaju (Indonesia) dan bahasa Jawa. Majalah Panjebar Semangat sejak awal kelahirannya dipimpin oleh Imam Soepardi mantan guru yang kemudian menjadi anggota redaksi Soeara Oemoem dan beliau meninggal tahun 1963.

Saat ini koran tidak hanya berbentuk kertas, namun kerap kali juga disertai sodara kembarnya di internet. Pertama kali di jakarta sebenarnya pelopor me-online-kan berita-beritanya adalah Republika (www.republika.co.id). Namun update yang kurang cepet serta bank datanya yang kurang mantab membuat portal berita republika tergeserkan oleh kepunya Kompas (www.kompas.co.id) apalagi data-data yang bisa digali di sana lumayan lebih banyak daripada Republika punya.

Berkembangnya portal-portal berita dalam dunia maya. mau tidak mau memaksa kita melihat lahirnya sebuah generasi baru dari perkembangan. Dari tulisan tangan, cetak lalu sekarang elektronik (online) entah bebeapa abad ke depan akan seperti apa bentuknya karena kebutuhan akan informasi tidak akan pernah hilang selama peradaban manusia masih ada di muka bumi ini.

Sumber
Koran masa Revolusi
Wikipedia : Koran
Tentang Harian Adil

Meitheamh 13, 2005

Landasan aktivitas seorang Muslim



Assalamu'alaikum

Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d

Daripada ga posting saya publish saja tulisan saya sebagai tugas dalam sebuah pengajan di Jakarta. Bila ada salah salah isi mohon dikoreksi. Btw ada foto-foto baru di JUst Photos Hunting Sunda Kelapa Seri ke 2 :).

Landasan aktivitas seorang Muslim

Sebagai seorang muslim tentunya tak ada bedanya dengan manusia lainnya terutama dalam hal aktivitas sehari-harinya. Dari bekerja, berkeluarga bahkan bersosialisasi semua juga dilakukan oleh seorang muslim. Hanya saja yang membedakan antara muslim dan nonmuslim menurut As Syahid Hasan Al Bana adalah akidah sebagai asas atau dasar aktivitasnya. Sehingga setiap aktivitas yang dilakukan akan bernilai amal

Dua jenis amal yang sangat penting bagi seorang muslim adalah amal badan dan hati. Namun begitu menurut Hasan Al Banna amal hati itu lebih penting daripada amal anggota badan. Namun upaya mencapai keseimbangan pada kedua hal tersebut merupakan tuntutan syariat, meskipun kadar tuntutan masing-masing berbeda.

Amal hati tentunya lebih penting daripada amal anggota badan. Karena di dalam hatilah iman bersemayam. Apabila baik hatinya maka akan baik juga manusia yang memiliki hati tersebut, begitu juga sebaliknya.

Lebih jelasnya tentang hakikat (amal) yang memiliki pengaruh besar pada diri seorang muslim dijelaskan di bawah ini.

Akidah Adalah Asas Bagi Segala Aktivitas

Saudaraku, pernahkan ketika sedang melintas di jalan Tol Jagorawi di tengah teriknya matahari anda melihat seperti ada genangan air di depan kendaraan anda. Namun ketika anda sampai pada titik tersebut, genangan air yang sebelumnya anda lihat sudah tidak ada. Itulah yang dinamakan fatamorgana.

Begitulah apabila seorang yang tidak beriman melakukan amal ibadah. Mereka seperti membangun istana fatamorgana. Anggapan mereka ibadah yang telah mereka lakukan bernilai positif di mata sang pencipta, namun pada kenyataannya semua itu hanya nihil belaka bagai debu yang beterbangan.

Allah SWT berfirman menceritakan amal-amal orang yang kafir :
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kamu jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan.” (QS: Al Furqon, 25:23)

Ketika saya duduk di bangku kuliah dulu ada seorang wanita berselisih pendapat dengan seorang ustadz dalam sebuah kajian. Menurutnya Allah SWT itu maha adil, di mana baik seorang manusia kafir ataupun beriman apabila berbuat sebuah kebaikan akan mendapatkan ganjaran yang baik pula dari Allah SWT. Karena manurutnya banyak orang Islam yang berbuah kejahatan, namun malah dijamin masuk surga. Sehingga menurut wanita tersebut seharusnya orang non Islam yang banyak berbuat baik diganjar sesuai amal ibadahnya.

Jawaban ustadz tersebut sederhana saja untuk menanggapi pendapat itu : Niat orang kafir ketika beribadah tersebut apa?

Begitulah saudaraku, apa yang dipandang oleh manusia indah belum tentu di Mata Allah SWT juga indah. Kekuatan akidah, dan kebenaran keyakinan menjadi tolak ukur bagi sebuah amal dan kematangan buah amal tersebut. Ketika orang kafir beribadah, dimana pada dasarnya dia tidak mempercayai bahkan mengingkari Allah SWT, maka yang niat ibadah yang dilakukan juga tentunya bukan karena Allah SWT walaupun di mata sesama manusia apa yang dia lakukan sangat bermanfaat dan mulia.

“dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungannya.” (QS An Nur, 24:39)

Oleh karena itu seluruh muslim dan para pendidik secara khusus harus berkonsentrasi pada pemantaban keimanan yang murni dan akidah yang benar dalam jiwa, agar amal yang dihasilkan juga benar dan diterima Allah SWT. Inilah yang dicontohkan Rasullullah saw dalam membina para sahabatnya.

Ironis memang bila kita tengok bagaimana kurikukum pendidikan di sekolah-sekolah umum sekarang ini. Umumnya kebanyakan yang diajarkan pada pelajaran agama semata hanya tata ritual dalam beragama itupun dengan waktu yang sangat terbatas. Semacam bagaimana cara berwudhu, azan, shalat dan lain-lain. Penting memang, namun para pendidik di sekolah tersebut lupa untuk membentuk akidah dengan menanamkan nilai-nilai iman dalam diri anak didiknya. Sehingga pada akhirnya anak-anak didik tersebut hanya memandang agama sebagai ritual semata.

Akibatnya model pendidikan yang diterapkan tersebut, saat ini bangsa Indonesia sudah mulai memetik hasilnya. Karena agama dianggap sebagai sebuah ritual semata yang kadang tidak masuk di akal maka hari ini banyak sekali pemikiran yang mencoba untuk menggugat peraturan Allah SWT tersebut.

Khususnya Jaringan Islam Liberal misalnya, sudah mulai frontal menggugat kewajiban berjilbab dan peraturan waris sampai ketentuan waktu ibadah haji yang katanya tidak harus di saat bulan Dzulhijah serta banyak lagi hukum Allah SWT yang mereka pertanyakan. Belum lagi mantan petinju di Malang Jawa Timur yang mengeluarkan fatwa abal-abal membolehkan shalat menggunakan dua bahasa. Sikap paling parah yang dihadapi umat Islam sekarang ini adalah, karena pemahaman Islam hanya ritual semata banyak muslim tidak peduli akan nasib saudara-saudaranya yang sedang didholimi seperti di Palestina, Irak, Afghan dan Checnya. Untuk muslim model begini yang penting shalat saja sudah cukup.

Amal Hati dan Amal Fisik

Saudaraku, mana yang lebih efeknya lebih hebat menurut anda takut pada Allah SWT dari menyingkirkan duri di jalan? Mana yang efeknya lebih besar antara kemunafikan, iri, dengki daripada memukul, menendang ataupun menampar sekalipun?

Sebelum menjawab dua pertanyaan di atas sebaiknya kita lihat hadist berikut ini :
“perhatikanlah bahwa di dalam jasad ini ada segumpal daging, bila dia baik maka baiklah seluruh anggota badan, dan bila dia rusak maka rusaklah seluruh anggota badan. Perhatikanlah, dia adalah hati.” (Fathul Bari: 1/153 nomor: 52)

Hati, yang dalam dunia kedokteran dikenal sebagai “hepar” dan salah satu penyakitnya dikenal sebagai “serosis hepatis” menjadi alasan selama bertahun-tahun bagi orang-orang yang tidak mempercayai hadist tersebut. Bahkan mereka rela membedah tubuh manusia (dalam arti harfiah) untuk menyangkal kebenaran hadist di atas dan jawaban mereka selalu sama bahwa tidak ada segumpal daging yang dimaksud Rasul di sana.

Namun mereka lupa yang dimaksud Rasul bersemayan di sana adalah ke-iman-an seseorang. Apabila sudah menyinggung masalah iman maka tidak akan dapat dilihat bagaimana bentuk fisik iman tersebut. Yang hanya dapat dilihat adalah pengaruh ke-iman-an tersebut, persis kata rosul bila hatinya baik maka baik pula amal ibadah yang memiliki iman tersebut begitu sebaliknya.

Lucunya para ilmuwan yang sangat percaya pada akal namun mengingkari hadist tersebut ketika membedah kepala mereka pasti yang mereka temukan hanya otak lengkap dengan sel-selnya semata dan yang mereka percayai sebagai akal tidak tahu ada di mana, mungkin Si akal sedang berlibur ke dengkulnya.

Jelaslah di sini bahwa amal amal hati lebih utama dibanding amal-amal anggota badan lainnya. Tarbiyah yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw terkonsentrasi pada hati, karena hati adalah merupakan pintu-pintu menuju perubahan, kelurusannya dapat mempengaruhi anggota badan lainnya.

“Sesungguhnya Allah SWT tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka mereka sendiri (QS Ar Ra’ad, 13:11)

Muslim yang Sempurna

Saudaraku mari kita baca baik-baik untaian kata yang pernah disampaikan oleh Ibnu Taimiyah ini

“Agama yang tegak dengan hati, berupa keimanan dalam bentuk ilmu maupun dalam keyakinan merupakan ushul (prinsip), sedangkan aktivitas yang nampak merupakan cabang, dan itulah keimanan yang sempurna. Pertama kali agama dibangun pada prinsip kemudian disempurnakan oleh cabang-cabangnya. Sebagaimana Allah SWT telah menurunkan prinsip-prinsip ketauhidan di Makkah, yang berupa contoh-contoh, kisah-kisah, janji-janji dan ancaman. Kemudian setelah di Madinah – setalah keimana memiliki kekuatan – Allah menurunkan cabang-cabngnya yang tampak secara lahir, berupa shalat Jum’at, shalat berjama’ah, adzan, iqomat, jihad, puasa, dan pengharaman khamr. Zina, judi serta kewajiban-kewajiban dan hal-hal yang diharamkan lainnya. Dengan demikian, prinsip (ushul)-lah yang mensuplai cabang-cabangnya serta mengkokohkannya. Sedangkan cabang-cabang menyempurnkana dan menjaga prinsipi-prinsipinya” (Al Fatwa : 1/356, 356)

Aktivitas seoarang muslim seperti yang dikatakatan Ibnu Taimiyah di atas harus mencukupi dirinya dengan dua jenis aktivitas hati maupun yang bersifat anggota badan. Walaupun antara keduanya memiliki penekanan yang berbeda bukan berati meninggalkan salah satunya, masing-masing harus saling melengkapi. Sebab Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertawakal kepada-Nya, memohon petolongan kepada-Nya, takut kepada-Nya, berharap kepada-Nya. Dia juga memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa, dzikir dan lain sebainya. Oleh karena itu seiap muslim wajib taat kepada Allah SWT dalam semua peritah-Nya.

Orang-orang yang beriman dan sempurna imannya menyadari hal tersebut, lalu melaksanakanya.

Wallahu’alam